Muhammadiyah Dorong Pemberdayaan Pangan Lokal
Dibaca: 302
MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANJARNEGARA- Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah bekerja sama dengan 'Aisyiyah dan Nasyiatul Aisiyah (NA) Kabupaten Banjarnegara menyelenggarakan Pelatihan Pengolahan Tepung Mocaf di Gedung 'Aisyiyah Banjarnegara. Pelatihan bertajuk Jihad Menegakan Kedaulatan Pangan tersebut berlangsung selama satu hari ini diikuti oleh 100 peserta dari seluruh Kabupaten Banjarnegara.
Menurut Koordinator kegiatan dari MPM Muhammadiyah, Riza Azyumarridha Azra, Sabtu (1/3), pelatihan pengolahan mocaf menjadi bagian dari kampanye MPM Muhammadiyah menggalakan cinta pada produk pangan lokal dan mengurangi ketergantungan pada produk pangan impor. Bahan baku tepung mocaf yaitu ketela pohon merupakan tanaman rakyat yang stocknya melimpah di Banjarnegara.
“Hampir semua wilayah di Banjarnegara tumbuh ketela pohon. Baik yang ditanam petani sebagai tanaman pokok maupun tanaman sela setelah menanam padi. Hanya saja produksi ketela pohon yang melimpah ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal menjadi produk olahan lain untuk meningkatkan nila produknya. Salah satunya dibuat menjadi tepung mocaf,” katanya.
Alasan petani menanam ketela pohon ini, kata Riza, pada umumnya karena tanaman lainnya tidak dapat tumbuh di tanah pertanian tersebut maupun karena alasan ekonomis lainnya. Namun karena ketiadaan pengolahan pasca panen yang bagus, kebanyakan petani hanya memperoleh hasil panen yang sangat rendah. Sehingga makin membuat petani makin menjauh dari kesejahteraan.
“Karena alasan seperti inilah, MPM Muhammadiyah berusaha meningkatkan nilai tambah dengan cara mengolah ketela pohon menjadi tepung mocaf,” katanya.
Petani binaan MPM di sejumlah tempat, kata Riza, sudah mulai memproduksi tepung mocaf. Harga per kilo tepung mocaf di pasaran berkisar Rp 8 10 ribu. Nilaninya meningkat jauh dari harga bahan mentah yang naik turun pada kisaran harga Rp 1.000;- atau lebih sedikit.
Namun upaya ini tidak mulus karena adanya kendala pemasaran. Kesulitan pemasaran ini ada kemungkinan karena produk tepung mocaf belum popular sehingga belum banyak yang mengenal kegunaannya. Padahal tepung mocaf merupakan pengganti tepung terigu yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat roti, tempe keripik, brownies, kue basah, kue kering, gorengan, mie, dan semua produk lain yang berbahan baku tepung.
“Selain itu, tepung mocaf merupakan tepung sehat sebab tidak mengandung gluten. Gluten adalah jenis protein dari olahan serealia seperti gandum, barley, rye dan oats. Gluten biasanya dihindari oleh penderita diabetes dan autis,” katanya.
Pelatihan pengolahan tepung mocaf, kata Riza, selain menjadi bagian dari upaya untuk mengenalkan tepung mocaf ke masyarakat luas, upaya ini juga dalam rangka membuka pangsa pasar tepung mocaf. Hal ini ditempuh agar produksi tepung mocaf yang ada dapat terserap. Kalau pasar tepung mocaf berkembang dengan baik, pemerintah juga mendapat untung karena dapat menekan impor seperti halnya gandum, sehingga ke depan masyarakat tidak dipusingkan lagi dengan kelangkaan gandum.
“Ini yang menjadi alasan mengapa dalam pelatihan pengolahan produk mocaf MPM Muhammadiyah mengandeng Aisyiyah dan Nasyiyatul Aisiyah, selain karena karakter pelatihan ini cocok untuk kaum perempuan juga melalui jaringan organisasi Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, melalui ibu-ibu dan mbak-mbak, produk tepung mocaf dapat dipasarkan ke berbagai tempat,” katanya.Di sisi lain, lanjutnya, MPM juga berharap Pemerintah melakukan langkah pembelaan terhadap upaya pemberdayaan pangan lokal oleh masyarakat. Diantaranya, kata Riza, adalah mengontrol pasar gandum import.
“Bahkan kalau memungkinkan, stop impor gandum dan berdayakan pangan local,” katanya.
Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Abdul Suhendi, Muhammadiyah melalui MPM telah melakukan hal yang tepat sekali yaitu upaya memberdayakan pangan lokal. Menjadi satu dari beberapa jenis sumber produk pangan lokal. Tema yang diusung juga menarik Jihad Kedaulatan Pangan. Ini mengartikan upaya sebanyak-banyaknya untuk mandiri memanfaatkan pangan lokal. Salah satunya, ketela pohon yang dapat diolah menjadi tepung mocaf sebagai bahan pengganti terigu. Sehingga pada prinsipnya semua produk yang dibuat dari terigu dapat digantikan oleh tepung mocaf seperti roti kering, roti basah, mie, dan sebagainya.
Fakta di lapangan menunjukan rroduksi ketela pohon di Banjarnegara, kata Hendi, rata-rata per tahun mencapai 200 ribu ton. Pada tahun 2016 dari luas produksi sekitar 6.580,10 hektar, produksi ketela pohon mencapai 203.232,44 ton. Akan tetapi produk yang melimpah ini belum ditangani secara optimal menjadi sumber pangan lokal. Alih-alih hasilnya menguntungkan petani, justru sebaliknya petani ketela menjerit karena harganya yang anjlok.
“Sekarang ini ketela pohon harganya sangat jelek. Per kilo harganya Rp 400. Namun jika dalam bentuk mocaf harga cenderung stabil Rp 8 10 ribu per kilonya,” katanya.
Harapannya, kata Hendi, pelatihan pengolahan mocaf ini dapat mendorong meningkatnya produktivitas tepung mocaf di kalangan petani. Apalagi pesertanya kaum perempuan yang dikenal suka memasak, dan seringkali mempunyai usaha makanan dalam upayanya membantu ekonomi keluarga.
“Kalau produk tepung mocaf semakin familiar, harapan produk pangan ini dapat mengurangi dominasi gandum ataupun terigu sebagai sumber pangan,” katanya.
Salah seorang peserta, Ibu Jati dari Kauman Wanadadi mengatakan dirinya merupakan penjual makanan yang cukup besar di Wanadadi. Dari pelatihan ini, katanya, dirinya menjadi terbuka ternyata tepung mocaf dapat diolah menjadi makanan apa saja.
“Ternyata tepung mocaf sama seperti tepung terigu atau gandum. Bisa dibuat martabak dan juga makanan gorengan lainnya. Bahkan rasanya terasa lebih enak. Setelah pelatihan, saya akan mengembangkannya,” katanya.
Kontributor: Eko Budi Raharjo/MPI PDM Banjarnegara
Tags: muhammadiyah, pemberdayaan, pangan, lokal
Arsip Berita