Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Sekum PP Muhammadiyah: Indonesia Bukan Negara Islam, Tapi Negara Islami

Homepage

Sekum PP Muhammadiyah: Indonesia Bukan Negara Islam, Tapi Negara Islami

Sabtu, 20-05-2017
Dibaca: 980

MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Pada Tanwir di Yogyakarta tahun 2007 yang lalu Muhammadiyah menyebutkan bahwa negara Pancasila adalah bentuk yang ideal bagi bangsa Indonesia dan pada Muktamar di Makassar tahun 2015 ditetapkan keputusan bahwa negara Pancasila juga sebagai Daarul ahdi wa syahadah.

Hal itu disampaikan Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, dalam paparannya pada Serial Halaqoh Nahdlatul Ulama – Muhammadiyah, bertajuk Negara Pancasila dan Khilafah yang dilaksanakan di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya Jakarta, Jumat (19/5).

“Menurut Muhammadiyah Indonesia berdasarkan Pancasila ini adalah negara yang islami. Memang bukan negara Islam, tapi negara yang Islami. Artinya, pancasila memang bukan agama dan tidak berasal dari agama, tetapi nilai-nilai yang ada pada pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan agama, khususnya agama Islam”,jelasMu’ti.

Selain itu dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah(MKCH)disebutkan bahwa Muhammadiyah menghormati dan menerima hukum positif yang berlaku di Indonesia, sehingga tidak bermasalah terhadap UUD 45’ dan berbagai macam produk perundangan di Indonesia, karena hal itu bagian dari kesepakatan yang Muhammadiyah terlibat di dalamnya sebagai bangsa.

Dalam konteks bernegara, lanjut Mu’ti,Muhammadiyah berprinsip substansialisasi ajaran agama bukan formalisasi ajaran agama, sehingga Muhammadiyah lebih bergerak pada level nilai bukan pada format (sebuah negara).

Karena Muhammadiyah tidak mempermasalahkan Indonesia, maka menurut Mu’ti, inilah saatnya membangun Indonesia, berbuat agar Indonesia secara perlahan namun pasti mencapai cita-cita ideal seperti yang diharapakan para pendiri bangsa saat memproklamirkan kemerdekaan.

“Dalam situasi ini tugas kita adalah bagaimana mengamalkan pancasila dan pada titik ini Muhammadiyah memiliki prinsip yang sangat berbeda dengan Hizbut Tahrir atau gerakan lain yang mempersoalkan pancasila dan ingin mengganti pancasila dengan ideologi lain, jika ada yang ingin mengganti pancasila dengan yang lain maka dia akan berhadapan dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama,” tegas Mu’ti.

Maka ide penegakan khilafah yang diusung oleh Hizbut Tahrir, bagi Mu’ti itu adalah ide yang dilematis secara teologis. Banyak titik lemah pada konsep khilafah tersebut, setidaknya dalam konteks historis. Khulafaur rasyidin merupakan akhir dari kekhilafahan, walaupun setelah itu bernama Muawiyah, Harun Al Rasyid atau siapapapun, tetapi mereka sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Khalifah. Mereka menggunakan kata Khalifah dan Khilafah itu hanya untuk justifikasi politik.

“Disinilah sebenarnya sumber potensi konfliknya dan karena itulah gagasan mendirikan Khilafah punya kelemahan karena memang secara historis tidak pernah sukses. Maka demi kemaslahatan lebih baik kita memperkuat negara pancasila dengan mengisinya melalui langkah-langkah yang bermanfaat bagi masyarakat dan memperkuatnya sebagai sebuah ideologi dan dasar negara yang merekatkan bangsa Indonesia yang berbhineka tunggal ika ini,” tutup Mu’ti.(raipan)


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website