Kita Buruh atau Majikan ?
Dibaca: 327
Oleh Sri Lestari Linawati (Dosen UNISA Yogyakarta)
Seorang teman SPN Malaysia menuliskan renungan atas video viral TKI yang ramai dibahas hingga 15/6/2017. Terinspirasi itu, saya menuliskan kepedihan dan duka, sebagai refleksi kita di Ramadhan hari ke-20.
Sebuah keprihatinan. Pelajaran penting untuk kita semua. Buruh dan majikan adalah peran kehidupan tiap insan. Allah berikan sebagai amanah pada kita, akankah kita mampu menjaga amanah Allah ? Adakah itu menjadi jalan taqarrub kita pada Allah ?
Saat kita menjadi buruh, pekerja, tukang, kuli, maka yang fokus kita pelajari adalah bagaimana sukses jadi buruh, pekerja, tukang, kuli. Islam mengajarkan bahwa orang yang mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa.
Sebaliknya, saat amanah itu kita sedang menjadi majikan, kembalilah ingat bahwa yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa. Ketika jadi majikan, pintu untuk berbagi harta sangat terbuka lebar. Pintu untuk membantu anak yatim dan orang miskin juga sangat memungkinkan. Yang jarang, adalah kesediaan membantu mengentaskan kemiskinan dengan penuh keridhaan, mengayomi dengan sepenuh hati, dengan penuh keramahan setulus hati.
Mungkin, itu perlu dirumuskan sebagai bagian dari pola pendidikan kita. Agar peserta didik nantinya siap bila padanya kelak datang amanah Allah baik berupa buruh, maupun majikan. Tujuan akhirnya adalah terwujudnya akhlak. Kalo sedang jadi buruh ya nggak perlu hingga melacurkan diri. Kalo jadi majikan ya nggak perlu sombong dan teruslah ingat perintah Ilahi.
Semoga Allah mampukan tiap kita untuk mewujudkan kesejahteraan dalam masyarakat. Sungguh, jalan taqwa adalah jalan sunyi menuju cinta Rabbi.
"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah)" Yunus (10) : 26
Foto: Ilustrasi
Tags: muhammadiyah, pekerja, buruh, majikan
Arsip Berita