Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Moderat dalam Bersikap, Berfikir dan Bertindak

Homepage

Moderat dalam Bersikap, Berfikir dan Bertindak

Senin, 16-10-2017
Dibaca: 29337

Oleh: M. Wiharto

Lahirnya pemikiran modern di awal abad keduapuluh tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial, politik dan keagamaan yang umumnya dihadapi umat Islam saat itu. Pemikiran-pemikiran yang dicetuskan mencoba untuk menjawab tantangan yang dihadapi sesuai dengan kemampuan para tokoh dan pemikir membaca dan memahami situasi yang ada.

Pemikiran Muhammadiyahpun, nampaknya lahir dari tuntutan situasi keagamaan yang melingkupinya ketika itu. KH. Ahmad Dahlan (Allahu yarhamhu) adalah tokoh yang pertama yang mencoba untuk memenuhi tuntutan tersebut dengan meletakkan dasar-dasar pemikiran Islam moderat yang kemudian di praktekkannya dalam misi mulia melalui organisasi yang diberi nama Persyarikatan Muhammadiyah. Muhammadiyah lahir sebagai perwujudan gagasan kritis dan pemurnian dari pengamalan ajaran Islam. Muhammadiyah lahir sebagai hasil evaluasi keadaan umat Islam di kala itu (awal abad keduapuluhan).

Meminjam istilah Pak Djarnawi (KH. Djarnawi Hadikusumo) kelahiran Muhammadiyah diliputi oleh suasana krisis total akan pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam saat itu. Keinginan dan cita-cita luhur KH.Dahlan untuk mengangkat martabat kaum muslimin,  meluruskan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama Islam seperti yang dituntunkan oleh Allah swt dan rasul-Nya.    

Muhammadiyah pada awal kelahirannya, mendapat tantangan yang cukup  berat sebagai salah satu alternatif “versi” Islam waktu itu.  Karena trend kala itu, dalam  memahami ajaran Islam cenderung tradisional, jumud dan cenderung lebih senang nguri-uri (Jawa: mempertahankan) praktik -praktik yang berbau bid’ah, Tahayyul dan khurafat.   Satu  contoh, ijtihad KH.A.Dahlan saat itu hanya untuk membetulkan arah kiblat, betapa membuat beliau harus diusir dari kampung kelahirannya Kauman Yogyakarta. Kendati, kini setelah melewati satu abad usia Muhammadiyah baru mendapat respon dari berbagai kalangan, termasuk kelompok yang dahulu  ‘mengunci mati’  dan tidak mau mendengar bahkan mencaci makinya dengan cacian yang teramat keras kepada beliau.

Moderasi Islam sebagai pilihan Muhammadiyah

Konsep Islam moderat Muhammadiyah [wasathiyah} merujuk pada makna ummatan wasathan (QS al-Baqarah [2]: 143). Kata wasath dalam ayat tersebut berarti khiyâr (terbaik, paling sempurna) dan ‘âdil (adil). Dengan demikian, makna ungkapan ummatan wasathan berarti umat terbaik dan adil, tentu  dalam koridor yang luas pemaknaannya. 

Dalam praktiknya, Islam moderat pilihan Muhammadiyah, selalu mencari jalan tengah dalam menyelesaikan persoalan. “Perbedaan” dalam bentuk apa pun dengan sesama umat beragama diselesaikan lewat kompromi yang menjunjung tinggi toleransi dan keadilan sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak. Melalui cara itu pula, masalah yang dihadapi dapat dipecahkan tanpa jalan kekerasan.

Dialog-dialog keagamaan yang pernah dilakukan KH.A.Dahlan bersama sejumlah kalangan termasuk dengan tokoh-tokoh non Islam; pastur dan pendeta misionaris Kristen yang mengarah pada konsep ketuhanan, tatanan yang damai, toleran, dan berkeadilan merupakan indikasi bahwa Muhammadiyah sejak awal kemunculannya ingin menawarkan model berislam secara moderat sebagai pilihan. Dan gagasan dan praktik beliau tentang moderatisme Islam juga dinilai paling kondusif di masa kini.

Moderat (moderate), yang berasal dari bahasa Latin ‘moderare’, diartikan dengan tidak ekstrim, sedang dan bertentangan dengan sesuatu yang radikal. Ibarat pendulum pilihan moderasi itu berada diantara dua kutub ekstim yang saling berlawanan yakni satu sisinya ekstrim kanan dan kutub ekstrim kiri pada sisi yang lain.     

Ketika kata moderat ini digandengkan  idhofahkan dengan kata Islam, ada dua makna pokok yang tidak dapat dipisahkan, karena pemisahan keduanya akan menghasilkan pemahaman yang bertolak belakang.

Pertama,Islam moderat yang dipilih Muhammadiyah harus berangkat dari keyakinan bahwa Islam adalah agama moderat. Islam merupakan moderasi atau antitesis dari ekstrimitas agama sebelumnya, di mana ada Yahudi yang sangat “membumi” dan Nasrani yang terlalu “melangit”. Islam merupakan jalan tengah dari dua versi ekstrim di atas dan memadukan “kehidupan bumi” dan “kehidupan langit”. Itulah makna dari ummatan wasathan (umat pertengahan, pilihan dan adil).

Kedua, moderasi Islam yang dipilih Muhammadiyah di atas harus ditindaklanjuti dalam memahami dan menjalankan Islam dengan menjauhi sikap ‘tatharruf’ (ekstrim). Moderasi dalam Islam bermain di antara dua kutub ekstrim, yaitu overtekstualis dan overrasionalis. Pendekatan Overtekstualis akan mengerdilkan ruang ijtihad dan rasio sehingga menghasilkan kejumudan dan pengebirian akal, yang notabene merupakan karunia terbesar Allah. Sikap ini akan menyulitkan dinamisme-interaktif Islam dengan dunia yang terus berkembang dan modern.  Pendekatan over-rasionalis juga akan berbuah pahit karena akan melahirkan ‘kenakalan rasio’ terhadap teks dalam upaya “penyelarasan” Islam dengan dinamisme zaman. Dari rahim pendekatan semacam ini telah melahirkan liberalisme pemikiran yang dahsyat yang sering kali bukan hanya tidak sesuai dengan teks, namun juga berisi gugatan-gugatan yang tidak perlu dan hanya membuang energi.

Konsep Islam moderat pilihan Muhammadiyah bukan berarti sikap yang tidak berpihak kepada kebenaran serta tidak memiliki pendirian untuk menentukan mana yang haq dan bathil. Warga Muhammadiyah sebagai muslim moderat juga bukan orang munafik yang selalu cari  aman, “plin-plan” dan memilih-milih ajaran Islam sesuai dengan kepentingannya. Muslim moderat berkeyakinan bahwa totalitas Islam merupakan agama yang selalu modern, tidak bermusuhan dengan dinamika dunia dan umat beragama lainnya. (lihat pengertian “umuruddunia” pada kitab masailul alhomsah pada HPT).

Penebar Rahmat

Apakah dengan mengatakan bahwa Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang tetap berhaluan moderat berarti  Muhammadiyah adalah musuh agama lain, kelompok lain dan juga dunia? Jawabnya tentu saja ‘Tidak’.  Karena bagi Muhammadiyah, dienul Islam (agama Islam) ibarat buku, dienul Islam merupakan edisi terbaru dari “buku-buku” dien langit yang telah “diterbitkan” sejak Nabi Adam [lihat pengertian agama dalam HPT].  Dengan demikian, mustahil Islam bertentangan dan bermusuhan dengan agama sebelumnya. Jika agama sebelumnya tidak kontradiksi dengan dunia dan bisa menginspirasi kemodernan, sebagai edisi terbaru, tentu Islam akan lebih kooperatifdan sumber yang sangat inspiratif. Sukses ganda dunia-akhirat yang ditawarkan al-Quran merupakan jaminan semua itu.

Dua Tantangan Dakwah Persyarikatan Muhammadiyah saat ini

Pertama,Kecenderungan untuk bersikap ekstrim dan ketat dalam memahami hukum-hukum agama dan mencoba memaksakan cara tersebut di tengah masyarakat Muslim, bahkan dalam beberapa hal dengan menggunakan kekerasan(radikal). Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrim dengan bersikap  longgar dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain(liberal).

Kecenderungan pertamatelah memberikan citra negatif kepada Islam dan umat Islam sebagai agama dan komunitas masyarakat yang eksklusif dan mengajarkan kekerasan dalam dakwahnya.  Saking terlalu ketat bahkan cenderung menutup diri dalam sikap keberagamaan, sehingga mengaburkan esensi ajaran agama itu sendiri. Kecenderungan kedua, mengakibatkan Islamkehilangan jati dirinya karena lebur dan larut dalam budaya dan peradaban laindan yang kedua terlalu longgar dan terbuka.

Kedua sikap ini bertentangan dengan karakteristik umat Islam yang dalam QS. Al-Baqarah : 143 disebut sebagai ummatan wasathan dengan pengertian “tengahan, moderat, adil dan terbaik”.

Sifat wasath ini diperoleh karena ajaran yang dianutnya bercirikan wasthiyyah. Karakter dasar ajaran Islam yang moderat saat ini tertutupi oleh ulah sebagian kalangan umatnya yang bersikap radikal di satu sisi dan liberal di sisi lain. Kedua sisi ini berjauhan dengan titik tengah (wasath).

Muhammadiyah dan warga persyarikatan akan tetap meyakini, bahwa Islam perlu dipahami secara moderat, tidak radikal dan tidak liberal, tidak akan menghalangi penebaran rahmat yang sesungguhnya ke seluruh dunia. Moderasi yang diusung Muhammadiyah tetap pada konsep bahwa Islam semestinya tanpa ada yang dikurangi dan ditambahkan. Bedanya, pendekatan yang dilakukan lebih kontekstual dan rasional dalam bingkai kesantunan, keramahan dan kedamaian. Rahmat Islam tidak hanya terletak pada keluhuran ajarannya (internal), tapi juga kesantunan dakwahnya (eksternal). Manusia mendapat rahmat Islam tidak hanya setelah masuk Islam, tapi sejak didatangi oleh dakwah Islam.

Kalau memang diyakini bahwa Islam sesuai dengan fitrah setiap manusia, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana membangunkan potensi fitrah setiap manusia itu. Kalau memang Islam benar secara rasional, pekerjaan berikutnya adalah mendidik rasionalitas manusia. Karena itu, dakwah tidak perlu dengan kekerasan karena hanya akan menghasilkan keterpaksaan, sedang Allah tidak menerima orang yang tidak ikhlas. Dakwah juga tidak mungkin dengan sikap liberal karena hal itu akan melenyapkan berbagai sumber rahmat yang paling esensial bagi manusia.

Semoga Muhammadiyah dan warga Muhammadiyah, akan tetap menjadi pionir bangsa dalam berfikir, bersikap dan bertindak dengan kerja-kerja ikhlas, membangun peradaban, dan kerja kemanusiaan dengan tetap pada bingkai moderasi Islam. Fastabiqul khairat. Amien.

Sumber: Siapakah Kader Muhammadiyah Itu ? : Materi Kultum Peneguh Jatidiri Kader

                                                                                                           

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: nasional



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website