Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Bagaimana Hukum Bermain Game Online ?

Homepage

Bagaimana Hukum Bermain Game Online ?

Selasa, 16-01-2018
Dibaca: 2405

Game atau permainan sesungguhnya adalah bagian dari sarana hiburan dan sarana melepas lelah (Arab: al-lahwu wa al-tarwîh). Terlebih dahulu akan kami paparkan bagaimana pandangan Islam mengenai hiburan.

Pandangan Islam tentang Hiburan

Islam mewajibkan kepada umatnya agar mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah swt. Itulah orientasi tunggal yang harus dipegangi oleh kaum muslimin ketika menjalani kehidupan (al-Dzariyat: 56). Islam lalu memerintahkan umatnya agar melaksanakan perintah Allah dengan segenap potensi yang ia miliki (al-Syuara: 108) dan tidak melanggar larangan-larangan Allah (al-Nisa: 14).

Namun demikian, Islam sesungguhnya adalah agama yang sangat menghormati realitas obyektif dan realitas konkrit yang terdapat di sekitar dan dalam diri manusia (al-Islam din wâqi’iy). Ketika manusia menyukai keindahan, kecantikan, ketampanan, kelezatan dan kemerduan, Islam kemudian menghalalkannya (al-Nahl: 6, al-A’raf: 31), dengan syarat hal tersebut didapatkan dengan cara yang baik dan dilakukan dengan cara yang benar (al-Baqarah: 42).

Islam bukanlah agama yang membelenggu manusia (al-Baqarah: 286, al-Maidah: 6, al-Hajj: 78). Islam juga bukanlah agama yang utopis, yang memperlakukan manusia seolah-olah malaikat yang tidak memiliki keinginan atau nafsu sama sekali. Islam memperlakukan manusia sesuai dengan naluri kemanusiaannya (al-Furqon: 7, al-Qashash: 77). Islam sangat memberikan keluasan dan kelapangan bagi manusia untuk merasakan kenikmatan hidup (al-Maidah: 87).

Mengenai hal ini, ada suatu kisah yang dapat kita ambil pelajaran. Kisah mengenai seorang sahabat Nabi saw yang bernama Hanzhalah. Suatu ketika, muncul kegundahan dalam hati Hanzhalah. Ia merasa bahwa hidupnya telah diselubungi kemunafikan. Terlintas dalam benaknya bahwa hidupnya hanyalah kepura-puraan. Ketika berhadapan dengan Rasulullah saw, ia menjadi seorang muslim yang benar-benar taat. Ia berperilaku serius, tidak bercanda, mata selalu sembab, hati selalu berzikir dan senantiasa dalam kondisi ketakwaan pada Allah swt. Namun apabila ia berlalu dari nabi, lalu bertemu keluarganya, seketika perangainya berubah. Ia mencandai anak istrinya, tertawa, merasa senang dan seolah-olah lupa bahwa sebelumnya ia menangis.

Ternyata, apa yang dialami oleh sahabat Hanzhalah juga dialami oleh sahabat Abu Bakar. Maka, untuk mencari jawaban dari kegundahan hati dua sahabat tersebut, mereka kemudian mendatangi Rasulullah. Bagaimana Rasulullah menjawab keduanya? Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya meriwayatkan jawaban tersebut:

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنْ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِى وَفِى الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِى طُرُقِكُمْ وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ  [رواه مسلم

Artinya: “Demi Dzat yang aku berada di tangan-Nya, jika kalian tetap seperti dalam kondisi ketika kalian berada bersama ku, atau seperti ketika kalian berdzikir, maka Malaikat akan menyalami kamu sekalian di tempat-tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Akan tetapi, wahai Hanzhalah, “semuanya ada waktunya”. Itu beliau ucapkan sebanyak 3 kali.” [HR. Muslim]

Hadits ini menunjukkan bahwa kesenangan psikologis dan hiburan merupakan dua hal yang natural dalam diri manusia. Nabi saw bahkan mengatakan orang yang di dalam dirinya tidak ada hal tersebut, ia akan disalami Malaikat.

Disalami Malaikat merupakan ucapan simbol yang menunjukkan satu hal yang mustahil terjadi. Maknanya adalah Islam tidak mengajarkan agar seseorang menjauhi kesenangan dan hiburan.

Sebaliknya, Islam justru mengajarkan bahwa mencari ketenangan, beristirahat, mencari hiburan bisa dilakukan, namun harus sesuai dengan porsinya. Islam tidak mengharamkan hiburan sama sekali.

Namun demikian, tidak semua hiburan (al-lahwu) mendapatkan tempat dalam agama Islam. Islam hanya membolehkan jenis-jenis hiburan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur pendidikan, kesehatan, dan nilai-nilai moral lainnya. Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya Fiqhu al-Lahwi wa al-Tarwîhi, menyebutkan jenis-jenis hiburan atau permainan yang dilarang dalam agama Islam, yaitu:

  1. Permainan atau hiburan yang mengandung unsur berbahaya, seperti tinju, karena di dalamnya terdapat unsur menyakiti badan sendiri dan orang lain.
  2. Permainan atau hiburan yang menampilkan fisik dan aurat wanita di depan laki-laki bukan mahramnya, seperti renang dan gulat.
  3. Permainan atau hiburan yang mengandung unsur magis (sihir).
  4. Permainan atau hiburan yang menyakiti binatang seperti menyabung ayam.
  5. Permainan atau hiburan yang mengandung unsur judi.
  6. Permainan atau hiburan yang melecehkan dan menghina orang atau kelompok lain
  7. Permainan atau hiburan yang dilakukan secara berlebih-lebihan.

Bahaya Game Online dan Game Komputer

Setelah menyimak pandangan Islam tentang hiburan, bagaimana secara khusus pandangan Islam mengenai bermain game. Menurut para ahli, game atau permainan, baik yang tersedia di komputer maupun game yang diakses secara on line, mengandung sejumlah mudarat dan bahaya. Di antara bahaya-bahaya tersebut adalah sebagai berikut:

  • Aspek Kesehatan :Bagi anak kecil,game dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan fisik. Di samping itu pantulan cahaya komputer juga dapat menyebabkan penyakit epilepsi dan kerapuhan struktur tulang.
  • Penurunan aktivitas gelombang otak depan yang berakibat pada menurunnya kemampuan mengendalikan emosi. Sehingga pemaingame cepat mengalami perubahan mood, seperti mudah marah, mengalami masalah dalam hubungan sosial, tidak konsentrasi, dan lain sebagainya.
  • Penurunan aktivitas gelombang beta yang merupakan efek jangka panjang yang tetap berlangsung meskipun pemaingame tidak sedang bermain game. Dengan kata lain para pemain game mengalami “autonomic nerves”, yaitu tubuh mengalami pengelabuan kondisi di mana sekresi adrenalin meningkat, sehingga denyut jantung, tekanan darah, dan kebutuhan oksigen terpacu untuk meningkat. Bila tubuh dalam keadaan seperti ini maka yang terjadi pada pemain game adalah otak mereka merespon bahaya sesungguhnya.
  • Aspek Moral: Seorang peneliti Amerika pernah mempublikasikan hasil risetnya yang dilakukan terhadap anak yang kecanduan bermaingame. Ternyata game dapat menyebabkan prilaku brutal dan radikal dalam diri anak-anak. Mereka terinspirasi dari kekerasan yang mereka mainkan melalui game. Riset ini bahkan menyebutkan bahwa bahaya game yang mengandung kekerasan lebih besar daripada film yang menayangkan kekerasan (Yusuf al-Qaradawi, Fiqhu al-Lahwi wa al-Tarwîhi) . Hal itu disebabkan dalam game terdapat hubungan interaktif antara fikiran anak dengan dunia maya.
  • Dampak psikis orang yang suka memainkangame online adalah sulitnya konsentrasi dan susahnya bersosialisasi. Karena terus-terusan keasyikan bermain game, bahkan kecanduan, itu akan membuat orang malas belajar dan sulit berkonsentrasi. Banyak pelajar suka membolos sekolah demi permainan ini. Dampak sosialnya, game online membuat orang jadi cuek, kurang peduli terhadap lingkungannya.
  • Aspek Ekonomi: Game-game, terutama yangon line, sangat berpotensi menjerumuskan seseorang kepada kebangkrutan. Terutama sekali pada jenis game-game tertentu yang hanya dapat dimainkan ketika seseorang telah memilikiaccount atau Kemudian, agar seorang pemain game bisa bertahan dalam permainan, ia harus memastikan bahwa ia tidak mengalami kekeringan account. Untuk itu, seorang pemain game harus selalu menang, atau jika ia kalah dan ingin memulai lagi permainan, ia harus mendapatkan chip dengan cara membeli.
  • Game-game tersebut mematikan kreatifitas lokal dan mematikan Usaha Kecil Menengah. Industri mainan tradisional seperti layang-layang, kelereng dan lainnya harus gulung tikar karena tersisihkan oleh game yang lebih diminati anak-anak. Selain itu, anak-anak juga akan terasingkan dari alam sekitarnya, padahal permainan yang natural bagi anak adalah permainan terbaik mereka.

Pandangan Agama Islam

Hukum asal dari game komputer atau game on line adalah boleh. Hal itu sesuai dengan kaidah fikih:

الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ إِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيْلُ عَلَي تَحْرِيْمِهِ

Artinya: “Hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali setelah ada dalil yang mengharamkannya”.

Game atau permainan menjadi haram ketika ada unsur-unsur haram di dalamnya. Untuk itu, perlu diperhatikan batasan-batasan berikut ini:

1. Memastikan bahwa materi permainan yang disajikan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok dalam agama Islam, baik di ranah akidah, akhlak dan ibadah. Hendaknya game tidak bertentangan pula dengan unsur-unsur kebudayaan Islam dan kebudayaan lokal yang telah mengakar di tengah-tengah masyarakat. Yang harus diperhatikan adalah dewasa ini banyak jenis permainan yang membawa agenda terselubung (hidden agenda) dalam merusak moral generasi muda. Di luar tampaknya mengajarkan patriotisme dan keberanian, tapi sesungguhnya hal tersebut hanyalah kedok belaka. Motivasi utama di balik itu semua adalah “pencucian otak” bagi generasi muda.

Selain itu, harus dipastikan pula bahwa materi permainan tidak mengandung unsur-unsur kekerasan, brutalitas dan seksualitas. Sehingga dalam diri anak-anak tidak tumbuh kecendrungan radikal, sikap gampang menyakiti orang lain dan pikiran-pikiran kotor. Game juga tidak boleh mengandung unsur SARA yang mengajarkan kebencian terhadap etnis, bangsa dan kelompok lain. Apalagi kelompok dalam internal umat Islam. Belakangan banyak bermunculan jenis-jenis game yang berisikan usaha menumpas gerakan-gerakan teror. Harus diwaspadai, apakah Islam menjadi objek dalam jenis permainan ini atau tidak.

Sesungguhnya tidak dapat dipungkiri ada pula jenis-jenis game yang membawa manfaat, seperti game yang digunakan sebagai alat bantu belajar. Selain itu, ada juga game yang dapat digunakan dalam pelatihan perusahaan. Di sebuah stasiun televisi swasta pernah ditayangkan liputan bahwa beberapa perusaahaan di Jakarta melakukan seleksi atau ujian masuk untuk karyawan-karyawannya dengan menggunakan sebuah game. Gerakan atau tindakan yang dilakukan para peserta ujian saat bermain game tersebut dijadikan parameter untuk mengukur kepribadiannya. Game-game jenis ini baik dan layak untuk digunakan.

2. Hendaknya game-game dimainkan sesuai dengan porsinya, alias tidak berlebihan. Jangan sampai hiburan menyita seluruh waktu, menghalangi dari aktifitas lainnya dan mengambil waktu-waktu belajar serta bekerja.Game jangan sampai melalaikan seseorang dari tugas-tugas pokoknya dalam beribadah, dalam rumah tangga dan, selain itu, jangan sampai pula membuat orang lupa dari game yang lebih penting (dlaruriy), seperti olahraga fisik untuk menyehatkan badan. Game juga jangan sampai membuat orang terjerumus pada kecanduan (addicted).

Para orang tua hendaknya selalu menemani anaknya jika anaknya ingin bermain game. Peran orang tua bisa dimulai dari memilihkan jenis game yang baik dan cocok untuk anaknya, lalu sampai kepada pengaturan jadwalnya dalam mengisi waktu. Anak-anak jangan sampai dibiarkan sendirian dalam menentukan aktifitasnya, sebab hal tersebut sangat rentan menimbulkan terjadinya perilaku menyimpang dari anak. Dalam al-Quran Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ [التحريم (66):6 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. [QS. al-Tahrim (66): 6]  

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw juga bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِى أَهْلِهِ وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا [متفق عليه]

Artinya: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang Imam pemimpin dan ia bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas keluarganya. Seorang wanita adalah pemimpin dalam rumah tangganya, dan ia bertanggungjawab atas kepemimpinannya”. [Muttafaq Alaihi].

Dalam Islam kewajiban orang tua bukan sekedar memenuhi kesejahteraan fisik berupa sandang, pangan dan papan semata, tetapi yang lebih penting dari itu adalah pembentukan cara berfikir, mental dan akhlak anaknya.

Sumber: www.fatwatarjih.com

 

 

 

 


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website