Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Muhammadiyah Akan Terus Kawal RUU LGBT

Homepage

Muhammadiyah Akan Terus Kawal RUU LGBT

Sabtu, 03-02-2018
Dibaca: 652

MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA -Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar kembali Pengajian Bulanan pada Jum’at (2/2). Acara yang membawa tema “Menyikapi Upaya Legalisasi LGBT” tersebut digelar di aula KH Ahmad Dahlan PP Muhammadiyah, Menteng Jakarta Pusat dengan mengundang pakar hukum dan tata negara Mohammad Mahfud, Ketua MPR RI (HC) Zulkifli Hasan, dan ketua laboratorium Neurosains Uhamka Rizki Edmin Edison.

Mengawali sambutannya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap perkembangan dan geliat wacana aktivisme LGBT (lebian, gay, biseksual, dan transgender) di Indonesia.

“Jujur saja ini menjadi keresahan semua umat beragama, bukan hanya umat Islam saja,” ucap Haedar.

“Ketika LGBT menjadi gerakan dan disebarluaskan, ini tidak bisa diterima,” imbuhnya.

Haedar menjelaskan bahwa bangsa Indonesia patut menolak LGBT karena acuan pedoman bernegara dan berbangsa rakyat Indonesia, Pancasila, memuat dua pasal pokok yang berkaitan dengan isu LGBT. Pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa, sedangkan yang kedua adalah Kemanusiaan yang Beradab.

Haedar mengatakan, manusia yang beradab adalah yang hidup sebagaimana fitrah yang diberikan oleh Tuhan. Semua agama di Indonesia sepakat memandang bahwa perilaku LGBT adalah perbuatan menyimpang yang tidak dapat diterima.

“Oleh karena itu, negara tidak boleh menyetujui LGBT,” tegasnya.

Perbedaan Paradigma HAM

Sementara itu mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud menyepakati apa yang disampaikan oleh Haedar Nashir. LGBT di Indonesia bukan hanya soal fenomena, melainkan gerakan bawah tanah yang cukup besar, sehingga negara perlu menegaskan posisinya dalam rangka menjaga relevansi Pancasila.

Mahfud menyampaikan mengenai adanya gerakan dan aktivisme untuk membawa LGBT tersebut menjadi legal secara konstitusi berdasarkan informasi yang dikeluarkan oleh situs resmi UNDP tertanggal 2 Februari 2016 yang menyebutkan bahwa badan program pembangunan PBB tersebut menyediakan dana sebesar US$ 8 juta (sekitar Rp 108 miliar) untuk difokuskan ke empat negara: Indonesia, China, Filipina dan Thailand dalam rangka untuk mendukung LGBT agar mendapatkan perlindungan hukum.

Dari aspek hukum dan formal, Mahfud menjelaskan bahwa masih banyak Undang-Undang di Indonesia yang statusnya masih merupakan warisan Belanda dan tetap dipakai sampai hari ini. Hukum tersebut, tentu memakai paradigma Barat yang tidak pantas digunakan di Timur, terutama negara Indonesia yang mayoritas dihuni oleh umat Islam. Salah satu contohnya menurut Mahfud ialah pidana zina dan LGBT.

Zina akan dipidana hanya jika terdapat unsur pemaksaan, tidak adanya unsur suka sama suka, ataupun ada delik aduan. “Ini berbeda nilai dengan Islam. Kalau di Islam pokoknya berhubungan dengan yang bukan muhrim itu zina,” ujar Mahfud.

Terkait dengan paradigma LGBT, paradigma pasal zina itu sejatinya muncul dari paradigma Hak Asasi Manusia (HAM) dari pandangan hidup masyarakat Barat. Mahfud mengutip inti Deklarasi HAM di New York pada tahun 1948 yang yang menghasilkan konsep bahwa HAM bersifat universal sehingga harus dilindungi sepenuhnya dan tidak boleh dikurangi sedikitpun.

Menurut Mahfud, keuniversalan nilai itu terbukti gagal ketika ada penggodokan Undang-Undang mengenai santet dan tuyul pada tahun 1998.

Mahfud menambahkan, pedoman nilai HAM itu tidak universal. Hal itu dibuktikan oleh A Universal Declaration of Human Responsibilities yang digelar pada tahun 1998 dan diikuti oleh Menteri Urusan Luar Negeri RI Ali Allatas dan mantan presiden Amerika Serikat Jimmy Carter.

Dalam deklarasi tersebut disebutkan bahwa HAM tidak universal, tetapi partikular dengan mengindahkan nilai dan norma yang berkembang oleh masyarakat setempat. Hal itulah yang dinilai sesuai dengan Indonesia, terutama dalam Pasal 22J ayat (2) UUD 1945 yang memiliki maksud bahwa HAM itu bisa dikurangi dengan UU berdasar pada pertimbangan agama, moral, ketertiban umum.

Terkait fakta tersebut, Mahfud mengamini pendapat Haedar yang menyebutkan bahwa selain ada yang memang mendapat kecenderungan dari lahir, perilaku menyimpang LGBT ada juga yang muncul karena pilihan pribadi seperti dalam negara-negara sekuler dengan wawasan humanisme liberal yang menuntutnya sebagai bagian dari hak hidup.

Mahfud menyebutkan bahwa wajar jika kemudian pada akhirnya kaum muslimin di Indonesia meminta definisi zina disesuaikan dengan penghayatan rakyat Indonesia dan juga meminta perilaku zina atau LGBT dikriminalkan dan bukan dikriminalisasi, karena tidak sesuai dengan nilai masyarakat Timur dan Indonesia yang berpedoman pada nilai-nilai ketuhanan.

“Ada perbedaan antara dikriminalkan dan dikriminalisasi. Dikriminalkan hanya jika terbukti melanggar hukum yang sah, sedangkan dikriminalisasi adalah dicari-cari kesalahan dan kalau bisa dibuatkan kesalahan agar bisa dipidana,” ujar Mahfud.

Pengawalan Hukum

Ketua MPR RI Zulkiflli Hasan menuntut adanya konsistensi hukum.

“Kalau tolak LGBT ya tolak sekalian. Jangan tolak tapi menerima di ruang private atau LGBT usia dewasa. Tolak seluruhnya,” imbuh Zulkifli.

Menurut Zulkifli, gerakan LGBT sudah sangat terkoordinir dan bergerak mantap di bawah tanah.

“Yang terdeteksi sekitar 125 komunitas. Itu yang terdeteksi,” ujarnya. Ia mendukung rencana pengesahan RUU tentang LGBT agar dijadikan perbuatan pidana.

”Tugas kita adalah mengawal. Yang penting, UU bisa menolak dengan kuat LGBT dalam bentuk apapun,” ujarnya.

Pakar hukum dan tata negara Mahfudz MD menyampaikan bahwa masalah LGBT ini harus dikawal dengan sebaik mungkin karena momentum seperti sekarang tidak muncul setiap tahun.

“Ada wartawan yang bertanya, kenapa harus sahkan sekarang sedangkan masalah pasal penistaan presiden masih belum selesai? Saya jawab, kita sahkan dulu RUU LGBT ini. Karena momennya sedang tepat. Masalah penistaan presiden silahkan ajukan ke MK. Sebab jika momen ini lewat, akan lama lagi menunggu momen seperti ini. Bisa bertahun-tahun lagi,” pungkasnya. (afandi)


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website