Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Bambang Widodo Umar: Akibat Berita Hoaks, Masyarakat Jadi Saling Curiga dan Tidak Percaya

Homepage

Bambang Widodo Umar: Akibat Berita Hoaks, Masyarakat Jadi Saling Curiga dan Tidak Percaya

Minggu, 11-03-2018
Dibaca: 350

JAKARTA, MUHAMMADIYAH.OR.ID  Guru Besar Ilmu Politik UI yang juga mantan Perwira Polri, Bambang Widodo Umar menduga ada sosok the invisible hand atau pihak tersembunyi yang berusaha mengadu domba masyarakat Indonesia dengan isu-isu politik dan penyerangan tokoh agama.

Demikian yang disampaikan pada Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah yang bertempat di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng 62 Jakarta, Jumat kemarin (9/3).

Pada pengajian yang membawa tema “Fenomena Kekerasan Terhadap Tokoh Agama” yang dihadiri oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Bambang menyebut adanya metode unipolar dibalik konflik yang terjadi, yaitu pandangan pada satu nilai tertentu yang menurutnya digunakan untuk mengubah fitrah sosial masyarakat Indonesia.

“Dunia diserang dengan itu. Di Indonesia munculnya hoaks adalah tools saja. Hanya alat. Semua serangan itu arahnya kekuasaan, karena memakai pendekatan konflik,” terang Bambang.

Sebagai akademisi, Bambang melihat ada upaya merubah fitrah manusia Timur yang komunal menjadi seperti Barat yang individual. Perumahan kluster yang memisahkan relasi sosial warga antarkampung, perubahan dari pasar rakyat menjadi swalayan menurutnya harus dibaca secara jeli apa dampak panjangnya.

Bambang menilai hal seperti itu perlu dibaca sebab ia tidak ingin bangsa Indonesia yang memiliki karakter komunal dan gotong royong, menjadi individual, apalagi menurutnya bangsa Indonesia termasuk umat Islam masih cenderung terbelah.

Menurutnya, berita hoaks muncul dalam konteks kehidupan masyarakat, berkaitan dengan tema politik, ekonomi, dan agama. Misalnya reklamasi, kepemimpinan DKI, aksi 212, 411 dan HRS. Akibatnya kondisi masyarakat saling curiga, saling tidak percaya, preferensi, insinuasi, reaksioner, intoleransi, yang semua itu adalah bentuk dari disentegrasi sosial.

Bambang juga menyampaikan keresahannya pada kondisi tersebut, umat Islam yang tidak sejalan dengan kepentingan politik kekuasaan mendapat label radikal, intoleran, dan anti-Pancasila sementara umat Islam yang sejalan dengan kepentingan politik kekuasaan mendapatkan label pembela pancasila dan penjaga NKRI.

“Sebagai mantan polisi, kini saya menjadi rakyat dan merasakan keresahan itu. Yang saya ingin polisi mengungkap tidak berhenti pada pelaku dan motifnya, tapi kepada pihak tersembunyi itu. Siapa dia. Kritik ini adalah bentuk sayang saya kepada polisi,” tegas Bambang.

Bambang menilai upaya kapitalisasi dan radikalisasi erat kaitannya dengan kepentingan politik dan ekonomi. Menurutnya negara masih lemah dalam merespon piranti demokrasi, penegakan hukum dan liberalisasi. Kemampuan polisi dalam melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan mendasar seperti rasa aman juga masih dipertanyakan.

“Semoga unipolar dan pihak yang bermain di belakang untuk mengamankan kepentingannya itu terungkap oleh polisi. Saya kira Pak Tito akan bekerja dengan baik. Wawasannya luas dan cemerlang,” ujar Bambang. (afandi)


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website