Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Kodrat Perempuan dalam Tatanan Sosial Tidaklah Sesempit Kalimat “Kasur, Sumur, Dapur”

Homepage

Kodrat Perempuan dalam Tatanan Sosial Tidaklah Sesempit Kalimat “Kasur, Sumur, Dapur”

Senin, 12-03-2018
Dibaca: 331

MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA - Perjuangan perempuan untuk dapat berkiprah secara optimal di ruang publik dirasa belum selesai dan masih perlu digiatkan terus menerus sampai misi itu tercapai, demikian yang disampaikan oleh para pembicara dalam diskusi yang diadakan oleh Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PP NA) bertema Perempuan Membangun Negeri, “Peran Perempuan dalam Membangun Keluarga Tangguh: Perspektif Politik, Ekonomi dan Sosial,” Jum’at (9/3).

Bertempat di @America Jakarta, dalam diskusi tersebut hadir sebagai pembicara dosen Ilmu Politik UI Chusnul Mar’iyah, Komisioner KPAI Rita Pranawati, Bendahara Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah Elyusra Mualimin, dan Tammy Kennyata sebagai pembicara kunci dari Kantor Urusan Politik Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia.

Bendahara PP NA Elyusra Mualimin menyampaikan bahwa sudah saatnya perempuan mengenali potensi diri dan faham bahwa kodrat perempuan untuk berkiprah di dalam tatanan sosial tidak sesempit kalimat “kasur, sumur, dapur” yang membatasi perempuan hanya di dalam rumah.

“Tidak hanya itu, kita bahkan bisa juga membuat dapur dan sumur bagi umat,” tegasnya.

“Kita tahu pejuang ekonomi perempuan seperti Martha Tila’ar, Mustika Ratu dan lain-lain. Ini pilar yang saya maksud kemandirian. Jadi mindset perempuan sebagai ibu rumah tangga tolong diubah agar indonesia maju, perempuan juga bisa menjadi bagian kontribusi yang besar,” imbuhnya.

Dosen Ilmu Politik UI Chusnul Mar’iyah menyampaikan bahwa konstruksi budaya yang mengakar di dalam mindset seperti itu hanya dapat dibenahi melalui pendidikan.

“Pada ruang agama saya belajar dari bu Nyai, bukan Pak Kyai. Berapa ulama perempuan di Indonesia? Kenapa ulama yang terbayang hanya laki-laki?,” ujarnya.

Juga melihat fakta sosial bahwa banyak perempuan di Indonesia yang hidup dengan pendapatan di bawah 3 dolar US, Chusnul sependapat dengan Bendahara PP NA Elyusra yang menyampaikan bahwa perjuangan perempuan agar mendapatkan taraf hidup dan akses yang baik belum selesai.

“Maka kini yang kita tanyakan adalah apa yang bisa saya atau kami lakukan. Jangan biarkan nanti di tahun politik ada partai-partai yang melenggang tanpa membawa isu-isu dan perjuangan dari separuh penduduk indonesia yang perempuan,” seru Chusnul.

Sementara itu Komisioner KPAI Rita Pranawati memuji adanya kemajuan pada akses perempuan di zaman ini di bandingkan dengan beberapa dasawarsa yang telah lampau.

“Perempuan saat ini banyak yang mendapat pendidikan tinggi. Keterlibatan perempuan juga semakin banyak di berbagai posisi, aturan-aturan yang berkaitan dengannya di Indonesia sudah luar biasa, tapi masih ada barrier bagi perempuan untuk maju,” sesalnya.

“Dalam Islam, perempuan seperti Khadijah adalah bisnisman, berada di ruang publik. Nabi juga melakukan pekerjaan yang selama ini identik dengan perempuan seperti menjahit. Nabi tidak minta dilayani. Itu contoh, bahwa secara lahir sebenarnya memang menjahit dan semisalnya bukan pekerjaan perempuan. Ini yang masih perlu kita kuatkan lagi bahwa pendidikan tentang keadilan berawal dari keluarga,” ujar Rita.

“Kalau di dalam keluarga ada pasangan yang memperjuangkan keharmonisan, bagaimana ibu-ibu jaman sekarang bisa berkiprah di ruang publik? Saya kira tanggung jawab anak sebenarnya adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya ibu. Edukasi tentang kesetaraan gender bermula dari pendidikan pada anak. Ibu masih dominan dalam pengasuhan di indonesia, dan keterlibatan ayah masih sangat kurang,” imbuh Rita.

Rita menambahkan bahwa Muhammadiyah sejak awal bahkan sejak Indonesia belum merdeka, Kyai Dahlan sudah mengapresiasi perempuan.

“Di tahun 1912 perempuan sudah disuruh sekolah oleh Kyai, padahal pada masa itu umumnya disuruh kawin. Kyai memberi uang dan alat-alat belajar, dan menyuruh berorganisasi seperti NA. Bagi Muhammadiyah, keterlibatan perempuan bukan tabu. Tahun 1976 Tarjih sudah memperbolehkan perempuan berkiprah di ruang publik,” ungkap Rita.

Sementara itu dalam rangka perjuangan perempuan, bendahara umum PP NA, Elyusra yang juga penggerak UKM menyampaikan bahwa PP NA memiliki beberapa program guna mendorong optimalisasi perempuan seperti Keluarga Muda Tangguh NA (KMTNA), badan usaha NA seperti PAUD dan produk lainnya, wadah pengusaha, dan sekolah wira usaha NA.

“Tahun ini kami menginisisasi pelatihan kewirausahaan, kerjasama dengan Kementerian Ekonomi dan UMKM. Juga pendampingan seribu pengusaha perempuan bekerjasama dengan Lazismu. Harapannya sekolah ini akan mencetak pengusaha dan membantu kemandirian perempuan,” urai Elyusra. (afandi)


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website