Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Haedar: Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia Merupakan Titipan Tuhan, Maka Kita Tidak Boleh Absolut Merasa Memiliki

Homepage

Haedar: Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia Merupakan Titipan Tuhan, Maka Kita Tidak Boleh Absolut Merasa Memiliki

Jum'at, 13-04-2018
Dibaca: 553

MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Muhammadiyah Haedar Nashir memandang dalam pengembangan dan pemanfataan lingkungan hidup dan hutan diperlukan pandangan dari tiga dimensi, yaitu berdasarkan perspektif teologis, sosiologis, dan administratif.

“Perspektif teologis seperti ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan kita agar di satu pihak ada islah, yakni bahwa kita mengelola bumi dan semesta ini karena titipan Tuhan. Dan karena titipan, maka kita tidak boleh absolut merasa memilikinya,” ucap Haedar saat memberikan sambutan dalam agenda Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada Jumat (13/4) di Jakarta.

Sudah menjadi kesadaran kita sebagai makhluk hidup untuk merawat dan memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) dengan batasan tertentu.

“Misalnya jika ada sekelompok kecil, baik karena warisan tradisional, atau kekuatan modal yang menguasai SDA dan apapun yang ada di muka bumi dengan semena-mena dan hanya untuk kepentingan pribadi, maka itu sudah melawan kodrat Tuhan, bahwa SDA merupakan sebuah amanah dan harus dibagi,” jelas Haedar.

Tapi juga ada logika di mana banyak pihak merasa membangun, namun tidak sadar atas nama pembangunan tersebut telah merusak lingkungan.

“Itu yang dalam Al Quran disebut wa laa tufsidu fil ardh. ‘kami tidak merusak, sesungguhnya kamilah yg membangun’. Atas nama membangun, namun justru merusak,” papar Haedar.

Dengan pespektif teologis seperti itu, maka dapat digunakan sebagai alat dalam mengelola dan mengembangkan lingkungan hidup.

Kedua, perspektif sosiologis. Bahwa kenyataan lingkungan hidup, dan hutan, serta sumber daya alam yang lainnya tidak terlepas dari pengaruh masyarakat.

“Dan relasinya kompleks soal ini, jadi baik hutan maupun lingkungan hidup ini bukan terkapling-kapling, tapi sudah menjadi bagian denyut dalam kehidupan masyarakat setempat, sehingga ada yang namanya hutan adat, lingkungan adat, dan sebagainya,” papar Haedar.

Namun, jika kita mengkonstruksi, membangun, dan melakukan kebijakan-kebijakan yang lepas dari denyut nadi masyarakat setempat, maka ini akan mencerabut dan berdampak luas bagi masyarakat itu.

“Nah ini penting penetapan kosmologis ini agar kita tidak salah dalam menngambil keputusan. Alhamdulillah ibu menteri (Siti Nurbaya) paham tentang itu, sehingga menggandeng ormas yang punya basis kuat di masyarakat termasuk Muhammadiyah dan NU,” imbuh Haedar.

Dan yang terakhir ialah pendekatan administratif. Kebijakan negara yang berkaitan dengan hutan dan lingkungan hidup perlu disinergikan. Sehingga diperlukan kerjasama agar bisa saling berbagi terkait dengan kebijakan negara, terutama dalam konteks pengelolaan dan pengembangan lingkungan hidup dan hutan. (afandi)


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website