Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Haedar: Muhammadiyah Tidak Pernah Alergi Terhadap Kebudayaan

Homepage

Haedar: Muhammadiyah Tidak Pernah Alergi Terhadap Kebudayaan

Senin, 02-07-2018
Dibaca: 436

MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan bahwa di tengah masyarakat kerap terdengar bahwa Muhammadiyah merupakan organisasi yang anti, dan bahkan alergi terhadap budaya. 
 
Ditegaskan Haedar, anggapan tersebut merupakan sebuah pandangan yang salah, dan bahkan Muhammadiyah pada awal berdirinya telah melakukan kerja-kerja kebudayaan.
 
Hal tersebut disampaikan Haedar dalam Seminar dan Diskusi Kebudayaan yang digelar di Grha Suara Muhammadiyah pada Senin (2/7).
 
Dalam kesempatan tersebut, Haedar turut memaparkan bahwa Muhammadiyah ketika mendirikan Suara Muhammadiyah pada tahun 1915, merupakan salah satu wujud dari aktualisasi kebudayaan. 
 
"Awalnya, Suara Muhammadiyah berbahasa Jawa dan sejak 1923 mengembangkan bahasa Melayu. Ini bentuk kebudayaan. Kongres Pemuda (yang dianggap tonggak menjadikan bahasa Melayu/Indonesia sebagai bahasa persatuan) itu pada 1928, jauh sebelum itu, Suara Muhammadiyah memulai,” papar Haedar. 
 
Haedar juga menjelaskan, bahwa sejak 1912, KH Ahmad Dahlan mempelopori pendidikan modern yang juga merupakan kerja kebudayaan. 
 
“Ketika mendirikan Aisyiyah pada 1917 dan Aisyiyah menjadi pelopor Kongres Perempuan juga merupakan kegiatan kebudayaan,” imbuh Haedar. 
 
“Muhammadiyah dalam urusan akidah dan ibadah sesuai dengan yang digariskan oleh Quran dan Hadis,” ungkapnya. Sementara di luar itu, maka Muhammadiyah melakukan kreativitas dan dinamisasi. Di sinilah pentingnya memilah antara wilayah yang harus paten dan wilayah yang butuh dinamisasi. “Wilayah kebudayaan jangan dicampur aduk dengan urusan keagamaan,” ujarnya.
 
Diakhir, Haedar turut memberikan catatan bahwa Muhammadiyah juga perlu menyerap perubahan budaya yang begitu cepat, salah satunya penyebaran yang disebabkan realitas kemajuan teknologi dan media sosial. 
 
"Kita mengalami digitalisasi. Alat-alat komunikasi menguasai kita, menjadikan kita seperti the modular man. Kita jangan sampai terserap atau tercerabut akar budaya dan habitat asli manusia oleh teknologi," pungkas Haedar. (adam

Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website