Terkait Isu Gempa Megatrust, Belum Ada Teknologi Prediksi yang Tepat
Dibaca: 321
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA - “Sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa”. Kutipan tersebut disampaikan oleh Sri Atmadja P. Rosyidi, Direktur Direktorat Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam menaggapi pesan berantai yang beredar di masyarakat tetang prediksi gempa besar, megathrust dengan skala 8.9 skala Ricther (SR), pada Rabu (3/10) lalu.
Sri Atmaja juga menyampaikan bahwa wilayah selatan Indonesia hingga ke arah Sulawesi dan sebagian Papua serta Ambon merupakan wilayah perbatasan antar lempeng. Maka risiko terjadinya gempa sangat tinggi (high level risk).
Ada sebagian wilayah Indonesia yang memiliki sesar-sesar besar seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan beberapa wilayah lain. Hal ini berpotensi bergerak sesuai dengan mekanisme alam untuk pelepasan energi.
“Setiap lokasi atau area bisa memberikan respon yg berbeda terhadap gempa yang terjadi. Ini dinamakan respon tanah” tegasnya.
Sri mengatakan bahwa Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KEMENPUPR) telah memetakan dan memodelkan kondisi kegeologian dan gempa yang terjadi. Semua itu adalah upaya untuk mendeteksi lebih awal dampak yang mungkin terjadi akibat gempa.
Masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dengan memperbarui informasi yang disampaikan oleh otoritas terkait dan lembaga yang kredibel.
“Dalam hal ini adalah Badan Metreologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang memiliki alat monitoring kegempaan dan geofisika,” ujar Sri.
Direktur Pusat Studi Pengelolaan Energi Regional UMY ini berpesan agar masyarakat memperhatikan sumber berita dan melakukan crosscheck sebelum menyebarkan informasi ke media sosial. “Keluarga bisa belajar dari cara-cara penyelamatan diri ketika terjadi tsunami dan gempa yang dikeluarkan oleh BNPB atau lembaga-lembaga lain yang kredibel,” imbuhnya.
Sri menyampaikan beberapa hal terkait kesiapsiagaan bencana. Upaya tersebut seperti mengenali lingkungan sekitar dan rumah kita. “Jika tinggal di daerah lereng maka perlu melihat tanda-tanda alam dan kondisi lereng karena dapat beresiko longsor jika terjadi hujan maupun gempa,” ungkapnya.
Lebih lanjut lagi, perlu tindakan penyelamatan lingkungan dengan menjaga alam, penghijauan, tidak membuang sampah sembarangan, dan memastikan saluran drainase di lingkungan kita dalam kondisi baik.
“Untuk menghindari korban dalam bencana gempa, kenali rumah tinggal. Pastikan tidak ada interior atau bagian rumah yang menghalangi jalan keluar,” ungkapnya.
Peningkatan kekuatan bangunan dengan memastikan bangunan yang kita tinggali telah direncanakan untuk resistans terhadap gempa. “Jika belum maka mulai dilakukan perbaikan rumah agar lebih baik dan kokoh,” tutupnya. (Fauzi)
Tags:
Arsip Berita