Di UMS Seminar Pra-Tanwir Muhammadiyah Soroti Keadilan Ekonomi
Dibaca: 304
MUHAMMADIYAH.ID, SURAKARTA — Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) selengarakan Seminar Pra-Tanwir Muhammadiyah ‘Beragama dan Penegakan Keadilan Ekonomi yang Mencerahkan’ pada Rabu (6/2) di Gedung Siti Walidah, UM Surakarta.
Dalam sambutannya, Sofyan Anif Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), mengatakan bahwa seminar pra-Tanwir yang dilaksanakan ini merupakan pengkayaan bahan yang akan dibahas dalam Tanwir Muhammadiyah yang akan dilaksanakan pada 15-17 Februari 2019 mendatang di Bengkulu.
“Hasil dari seminar ini akan dijadikan buku yang kemudian dibahas dalam Tanwir,” ungkap Sofyan.
Sehingga, ramuan strategi tentang mencerahkan ekonomi Indonesia yang dilakukan oleh Muhammadiyah melalui seminar ini bisa direplikasikan ke seluruh Indonesia.
Seminar yang diadakan sebagai rangka pemanasan menuju Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu ini menghadirkan para ekonom, seperti Mudrajad Kuncoro (Ekonom Universitas Gajah Mada), Enny Sri Hartati (Direktur Institute for Departement Economics and Finance), Gancar Candra Premananto (Head Manager Management FEB Uniar), dan Bambang Setiaji (Ekonom UMS dan Rektor Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur)
Didapuk sebagai pembicara pertama, Mudrajad Kuncoro memaparkan fakta bahwa, meskipun terjadi peningkatan pendapatan tapi ketimpangan yang terjadi antara sesama masyarakat semakin dalam. Hal ini terjadi lantaran, lahan luas ekonomi dikuasi sebagian pihak saja (kelompok capital). Sementara, sisa lahan sempit ekonomi lain diperebutkan mayoritas (rakyat biasa).
“Jadi, meskipun trend ekonomi kita meninggkat. Tapi ketimpangan juga terjadi semakin dalam.” Tambahnya.
Strategi dalam mengentaskan persoalan tersebut menurut Mudrajad salah satunya adalah ‘Mengawinkan’ pembangunan antara pedesaan dan perkotaan. Ia menganggap hal ini setidaknya akan memangkas jarak ketimpangan antara capital dan proletar.
Menambahkan yang disampaikan Mudrajad, Enny Sri Hartati mengatakan bahwa Disparitas kemiskinan di desa sangat tingi. Meski sudah ada upaya pemerintah terkait hal itu, seperti adanya Dana Desa. Namun, belum berdampak signifikan karena banyak terjadi kekacauan dalam sistem pengelolaan.
“Karena ketergantungan masyarakat desa masih tingi kepada sosok yang mengelola, bukan pada sistem. Hal ini menjadi celah yang lebar terjadinya kecurangan, bahkan tindakan korupsi.” Ucap Enny.
Enny menegaskan bahwa, kuatnya sistem menjadi salah satu pemicu kelancaran aktifitas perekonomian. Maka, pokok-pokok pikiran Muhammadiyah yang diramu melalui seminar ini harus bisa masuk ke pemerintahan. Sehingga ekonomi Indonesia bisa terselamatkan.
EKONOMI BERBASIS QUR’ANOMIC
Kita butuh tawaran ‘mahdzab’ ekonomi baru, selain yang sudah mapan, liberal dan komunisme. Alternative jalan tengah itu adalah ‘mahdzab’ ekonomi yang bersumber dari al Qur’an. Seperti yang disampaikan oleh Gancar Candra Premananto.
“Era disrupsi saat seperti banjir bandang yang terjadi di zaman Nabi Nuh, maka dibutuhkan kreatifitas dan panduan dalam menghadapainya.” Buka Gancar.
Maka dibutuhkan kebijaksanaan dalam memandang al Qur’an sebagai huda (petunjuk), sehingga umat muslim dalam memperlakukan al Qur’an bukan hanya sebagai alat mendulang pahala.
Memetik hikmah kisah Nabi Nuh, Gancar mengisyaratkan dalam menghadapi tantangan zaman kedepan di bidang ekonomi ada tiga pokok. Pertama, kreatifitas, teknologi, dan kemurnian niat.
“Design kapal Nabi Nuh merupakan original, belum ada contoh sebelumnya. Ini sebagai bukti kreatifitas,” jelas Gancar.
Maka, tiga pokok itu bisa dijadikan prinsip dalam menghadapai persoalan eknomi di masa yang akan datang.
Sementara itu, Bambang Setiaji mengatakan, perasan dari al Qur’an jika dituliskan kedalam langkah kongkrit ialah Undang-undang Dasar ’45. Ia menyoroti hal ini lantaran kesesuaian pandangan yang ditawarkan oleh UUD ’45 meyoritas berkesesuaian dengan al Qur’an.
“hal ini bisa kita pakai untuk menarik ke tengah bandul ekonomi liberal,” ungkapnya.
Alternative Jalan tengah ekonomi yang saat ini memungkinkan untuk dijalankan adalah ekonomi Islam, tapi memang masih perlu untuk dilakukan transformasi dari ranah teoritis ke arah yang lebih kongkrit. (aan)
Tags:
Arsip Berita