Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Pencerahan Muhammadiyah dalam Konteks Gerakan, Teologis, dan Ideologis Berlandaskan pada Islam sebagai Agama Peradaban

Homepage

Pencerahan Muhammadiyah dalam Konteks Gerakan, Teologis, dan Ideologis Berlandaskan pada Islam sebagai Agama Peradaban

Jum'at, 10-05-2019
Dibaca: 370

MUHAMMADIYAH.ID, BANTUL – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hedar Nashir mengatakan, Muhammadiyah dalam memasuki abad kedua, menitikberatkan pada agenda pencerahan.

“Pencerahan menjadi diksi memulai abad kedua, karena punya dasar dari institusi tanwir, sebagai mata rantai dari apa yang dipelopori KH Ahmad Dahlan yang dulu menggunakan kata kemajuan,” jelas Haedar dalam Pengajian Ramadan 1440 H PP Muhammadiyah pada Kamis (9/5) di Aula Masjid KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Haedar menerangkan bahwa kata pencerahan diambil dari kata tanwir, dikodifikasi dari sidang Tanwir pada tahun 1931 di Banjarmasin. Menurut Haedar, kata ini memiliki makna: (1) nur, dari kata nawwara-yunawwiru-tanwiran, bermakna cahaya, (2) nar, artinya api yang memercikkan cahaya, dan (3) rakyu, bermakna akal pemikiran.

Pencerahan Muhammadiyah dalam konteks gerakan, teologis, dan ideologis memiliki landasan pada Islam sebagai agama peradaban.

“Frase awal disebut Islam sebagai din al-tanwir (agama pencerahan).  Ada 48 kata dalam Al-Qur’an yang mengambil kata dari nur dan turunannya,” ujar Haedar. Dari sini, karya tafsir al-Qur’an Majelis Tarjih dinamakan Tafsir At-Tanwir.

Haedar menekankan bahwa kita punya konteks sejarah ketika Islam dalam perjuangan Rasulullah menghasilkan din al-tanwir, dari masyarakat jahiliah menjadi masyarakat madinah al-munawwarah (kota peradaban yang tercerahkan), disebutkan dalam Qur’an sebagai takhrij min al-dzulumat ila al-nur (mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya).

“Dari jahiliah menjadi bangsa yang berperadaban, dari bangsa yang berniaga secara ribawi menjadi berniaga secara halalan thayyiban, dari masyarakat yang bercerai berai menjadi bangsa yang bersatu,” ulasnya. Tidak hanya itu, Nabi berhasil mengubah pandangan tentang status sosial, bahwa kemuliaan manusia ditentukan oleh faktor takwa, bukan karena alasan kesukuan.

Dari sini muncul kemajuan peradaban Islam hingga berabad lamanya. “Jadi sesungguhnya kita punya sejarah peradaban yang lengkap dan besar, agar tidak melahirkan pribadi yang miopik, yang mengkerangkeng diri. Mentalitas ini penting agar kita menjadi khairu ummah yang bisa hidup di zaman baru,” ungkapnya.

Haedar menyatakan bahwa konteks pencerahan yang diusung Muhammadiyah berbeda dengan pencerahan yang berkembang di Barat. Eropa pernah mengalami masa kelam ketika gereja memasung kemajuan yang dinamakan era kegelapan, semangat perlawanan pada otoritas agama ini melahirkan aufklarung. Pencerahan di Barat lahir dari rasa terbelenggu menuju rasionalisme yang melahirkan gerakan humanisme sekuler. Lalu, agama dianggap sebagai masa lampau dan ditinggalkan, beralih ke ilmu pengetahuan secara ekstrem.

Pencerahan yang terjadi di Barat masih menyisakan masalah dan meluruhkan aspek ketuhanan. Kiai Dahlan mengambil metode dari Barat, namun mengkontekstualisasikan dengan rujukan al-Quran dan Sunnah. Deliar Noer melihat gerakan Islam modern ini mengambil peran penting dalam pembaharuan pemikiran di Indonesia. Charles Kruzman sampai menyebut Kiai Dahlan sebagai pelopor Islam liberal.

Dalam perkembangan mutakhir menjelang reformasi, Haedar melihat gejala tumbuhnya neomodernisme dan neotradisionalisme. Peta dan arus gerakan pemikiran berubah, neotradisionalisme menguasai khazanah tradisi atau turas dan mulai berani berpikir maju yang melampaui kaum modernis. Sementara neomodernisme justru gagap membaca realita dan menjadi kaku, serta mengalami kemandekan dalam pemikiran.

Sisi lain, agenda pencerahan menjadi penting karena masyarakat hari ini mengalami euforia, semangat, dan kerinduan pada agama. Masyarakat haus akan nilai-nilai agama yang meneguhkan.

“Bisakah kita lebih maju lagi dalam menjawab kebutuhan umat yang kembali ke agama yang memberi keteduhan dan sekaligus memberi kepastian atau pencerahan dalam menghadapi masa depan. Dalam konteks ini, kita membutuhkan api pencerahan Kiai Dahlan,” ulas Haedar Nashir.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website