Hidupkan Kembali Sejarah Perjuangan Muhammadiyah, AMM Selenggarakan Liga Hizbul Wathan Nasional
Dibaca: 434
MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Dalam usaha perjuangan kemerdekaan Indonesia, sepakbola adalah salah satu metode perjuangan yang digunakan. Lahirnya PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) pada 1930 adalah tonggak berdikarinya kaum pribumi terhadap para penjajah dan di sisi lain sebagai perlawanan terhadap federasi sepakbola Hindia Belanda, NIVU (Nederlandsch Indische Voetbal Unie) yang kerap diskriminatif terhadap pesepakbola pribumi.
Meskipun sering dilupakan, Muhammadiyah tercatat memiliki andil dalam perjuangan kemerdekaan melalui sepakbola dan lebih jauh bahkan ikut mewarnai pendirian PSSI melalui para kadernya seperti Ir. Soeratin (Ketua PSSI pertama), Abdul Hamid BKN, Dasron Hamid, dan Djamiat Dalhar.
Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Thohari pada kesempatan lampau (8/3/2019) bahkan menyinggung Muhammadiyah pada sekira 1918 (tahun lahirnya PS HW) hingga 1930 telah memiliki lapangan sepakbola pribumi pertama (lapangan ASRI Yogyakarta).
Atas alasan ideologis tersebut, Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) sedianya telah matang dan siap menggelar Liga Hizbul Wathan (HW) Nasional 2019.
“Pelaksanaan ini adalah untuk menghidupkan kembali spirit nilai-nilai perjuangan yang sudah lama tidak dilakukan lagi oleh Muhammadiyah. Bagi kami, satu hal penting yang diharapkan adalah nilai-nilai Muhammadiyah mewarnai sepakbola. Sekaligus Muhammadiyah juga punya peran dalam kemajuan sepakbola nasional,” ungkap Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto mewakili AMM dalam konferensi pers Launching Liga Hizbul Wathan I Tahun 2019/2020 di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Kamis (9/8).
“Kick Off dilakukan awal bulan September. Kenapa dinamakan Liga HW Nasional ya karena PS HW ini adalah cikal bakal terbentuknya PSSI pada 1930 dengan perantara Ir. Soeratin, Abdul Hamid, dan lainnya. Kita harapkan seperti pada mulanya Liga HW ini kita konsep sebagai bagian dakwah kultural Muhammadiyah di lapangan hijau,” imbuh Ketua Pelaksana Liga HW 2019 Rahmatullah Bagja.
Mimpi Besar Muhammadiyah
Selain latar belakang sejarah, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto tidak menampik ada keinginan besar agar Muhammadiyah suatu saat mampu memiliki klub profesional yang komponennya disaring dari bagian terbaik Liga HW. Untuk kepentingan yang lebih luas, pelaksanaan liga HW sekaligus mendukung Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional disamping sebagai penyambut Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo.
Sunanto melihat banyak kader-kader Muhammadiyah yang bakatnya tidak cukup tersalurkan sehingga Liga HW diharapkan juga menjadi tempat penyaringan bakat-bakat sepakbola dari Muhammadiyah.
“Ini adalah embrio awal untuk menghidupkan klub-klub HW di setiap daerah yang ada Muhammadiyahnya dan potensi besar mensyiarkan nilai-nilai Islam Muhammadiyah melalui sepakbola. Kenapa penting, harapannya memberi warna sendiri. Kami tidak hanya mempersiapkan pemain, tapi juga instrumen pelatih, wasit, dan pengamanan. Semuanya harus punya lisensi. Jika liga ini berjalan, saya kira semua instrumen Muhammadiyah dari KOKAM, maupun ortom atau majelisnya dapat terlibat semua,” imbuh Sunanto.
Bukan Liga Ala Kadarnya
Menyambung Sunanto Steering Comitte Liga HW, Makruf menyampaikan bahwa pengelolaan di tahun pertama ini sudah dikonsep secara profesional.
“Standar lisensinya kita pakai regulasi liga 3. Karena ini bukan hanya main sepakbola lalu selesai, tapi tujuannya bagaimana nanti Muhammadiyah punya tim di Liga Indonesia. Dari kompetisi perdana ini diharapkan di masing-masing zona ada tim yang harus kita endorse di liga 3 Nasional PSSI seperti PS HW UAD, dan PS HW UMY,” terang Makruf.
Pada gelaran pertama Liga HW Nasional, menurut Makruf kompetisi diadakan dalam 5 zona yaitu zona DKI Jakarta-Banten dengan 15 tim, zona Jawa Barat dengan 7 tim, Jawa Timur dengan 10 tim, Jawa Tengah 10 tim, dan zona DIY dengan 5 tim.
“Setiap zona dipertandingkan, setengah kompetisi. Kalah langsung gugur. Setelah tahap zona selesai, dirampingkan lagi menjadi 15 tim. Jadi setiap zona hanya 3 tim yang menuju 6 besar. Laga final ditandingkan di Solo sekitar Maret atau April 2020. Kita punya regulasi bahwa usia maksimal 35 tahun dan mewajibkan setiap tim memiliki dua pemain di bawah 23 tahun. Selengkapnya silahkan cek di www.ligahw.com, ada regulasi, teknis, persyaratan, dan lainnya,” tambah Makruf.
Terakhir, Makruf menyatakan bahwa utamanya nilai-nilai Muhammadiyah diharapkan bisa mewarnai sepakbola nasional.
“Nilai yang kami maksud adalah seperti saat Ahmad Dahlan dulu benturan dalam bermain bola, dia tidak marah tapi merangkul musuhnya. Ada nilai-nilai sportivitas. Kita ingin ini menjalar di HW seluruh Indonesia. Untuk Trofi Juara, kami namai trofi Abdul Hamid, mantan bendahara PSSI. Untuk trofi Penghargaan Topskor kami namai trofi Muhammad jamiat, mantan timnas Indonesia dan pelatih timnas, ini bukan soal materi, tapi soal bagaimana menghargai sejarah,” tutup Makruf. (Afandi)
Tags:
Arsip Berita