Pergaulan KH Ahmad Dahlan
Dibaca: 826
MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA—Meskipun memiliki semangat purifikasi untuk menjernihkan ajaran Islam dari pengaruh ajaran-ajaran dari luar, yang menyebabkan KH Ahmad Dahlan dianggap sebagai kafir karena sering menyelisihi pendapat-pendapat ulama semasanya. Namun dalam menjalin pergaulan, KH Ahmad Dahlan tetapi cair dan menerima sumbang-saran dan kritik dari pihak luar.
Dalam catatan Riwayat Hidup KH Ahmad Dahlan yang disusun oleh Yunus Anis pada tahun 1968, diterangkan pergaulan yang dilakukan oleh bapak Pendiri Muhammadiyah ini sangat cair. Bukan hanya dengan sesama internal umat Islam, tapi diskusi dan debat untuk mencari kebenaran dan kebaikan juga dilakukan dengan tokoh-tokoh dari agama lain.
Diantara tokoh eksternal Islam yang pernah bertemu dan saling beradu argumen mengenai kebenaran atas agama dan ke-Tuhanan adalah Pastoor Van Lith yang dilakukan hanya sekali karena setelahnya Pastoor tersebut meninggal dunia. Pertemuan dengan Pastoor Van Driesse juga hanya terjadi sekali karena Van Driesse memiliki sikap yang kasar dan tidak bisa diajak dialog dan bertukar fikiran, pertemuan tersebut dilakukan di rumah M Djojosumarto.
Pertemuan yang paling dikenang oleh khalayak adalah ketika pertemuan Kiai Dahlan dengan Domine Bakker yang dilakukan di daerah Jetis. Pertemuan antara keduanya berlangsung berkali-kali, disebabkan Domine Bakker berbelit-belit dalam menyampaikan argumentasi dan enggan mengakui kekalahan atas argumen yang disampaikan oleh Kiai Dahlan. Pada titik tersebut muncul kalimat tantangan yang terkenal oleh KH Ahmad Dahlan, yakni :
“Marilah kita sama-sama keluar dari Agama, kemudian mencari/menyelidiki agama mana yang benar. Kalau ternyata kemudian agama Protestan yang benar, saya sanggup masuk agama Protestan. Akan tetapi sebaliknya, apabila agama Islam yang benar. Domine pun harus masuk agama Islam.”
Namun Domine tidak berani menerima tantangan tersebut, dan memilih kembali ke Belanda. Berkat keberanian Kiai Dahlan, dua orang pengikut Domine dari Klaten akhirnya masuk Islam. Ada juga Pastoor Dr Zwijmer, yang memiliki wilayah kerja untuk menyebarkan agamanya di Asia, Zwijmer dikenal memiliki pemahaman yang luas dalam khutbah yang disampaikan sering menghina agama Islam.
Mendengar kabar Zwijmer akan berkunjung ke Indonesia dan salah satu kota yang dikunjunginya adalah Yogyakarta, Kiai Dahlan menyambutnya dan menyediakan forum untuk tanya jawab dengannya. Namun Zwijmer tidak menemuninya, akan tetapi Kiai Dahlan dalam forum tersebut tetap berkhutbah dan menyampaikan perihal kesempurnaan agama Islam. Karena ketidakhadirannya, Zwijmer oleh Ki Hadjar Dewantoro dianggap kalah dari Kiai Dahlan. Hal ini ditulis oleh Ki Hadjar dalam Surat Kabar Darmo Kondo di Solo.
Tantangan juga datang dari tokoh internal Islam, diantaranya dari Kiai Termas. Ketika Kiai Dahlan menyampaikan maksudnya untuk mendirikan Muhammadiyah, Kiai Termas menyambutnya dengan ucapan “Tunggu dan lihat saja, kalau Muhammadiyah yang digerakkan oleh KH Dahlan itu bisa langsung sampai 5 tahun, adalah betul sungguh-sungguh.” Namun nada sindiran tersebut mampu dijawab oleh Kiai Dahlan dengan bukti Muhammadiyah bisa bertahan sampai sekarang.
Keluesan pergaulan Kiai Dahlan juga pernah dirasakan oleh Kiai dari Jombokan (Kulonprogor) yang tidak disebutkan namanya. Ketika hendak menjalankan sholat Jum’at, Kiai Dahlan bertemu dengan Kiai tersebut dan bertanya, “Bagaimana saja akan ber-Jum’atan, padahal saja tidak membawa jubah yang membikin mantap hati saya, Jum’atan dengan jubah ?” Maka, Kiai Dahlan mengajak ke rumahnya dan membukakan lemarinya kemudian dipersilahkan untuk memilih jubah yang diinginkan.
Ketika Syekh Ahmad Soorkati melakukan perjalanan dengan kereta dari Jakarta menuju Surabaya, melewati Solo dan Yogyakarta. Ditengah perjalanan ia melihat sesorang yang duduk di bangku kereta sambil membaca Kitab Tafsir yang ditulis oleh Muh Abduh. Soorkati tertarik dan ngobrol panjang dengan orang tersebut, dikemudian hari Soorkati mendirikan Al Irsyad dan orang tadi mendirikan Muhammadiyah. Kisah diatas adalah bagian dari potongan kisah pergaulan antara KH Ahmad Dahlan dengan lintas tokoh, dan masih banyak yang lainnya.
Keterbukaan dan cairnya pergaulan yang dimiliki oleh KH Ahmad Dahlan merupakan pengaruh dari profesi yang digelutinya, yakni pedagang. Sebagai seorang pedagang, secara tidak langsung turut mencetak KH Ahmad Dahlan sebagai publik speaker yang mumpuni. Interaksi yang dilakukan sebagai ‘meja-meja pendidikan’ dalam menempa kemampuan berbicaranya. Meskipun demikian, Kiai Dahlan tidak sembarang mengobral pembicaraan. Kebiasaan ini lumrah didapati pada seorang Jawa. (a’n)
Tags:
Arsip Berita