Hari Disabilitas Intenasional, Wujudkan Masyarakat Tanpa Sekat
Dibaca: 217
MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA—Data yang dirilis Internatioanl Labour Organization (ILO) Pada 2016, difabel tergolong kelompok yang rentan terhadap kemiskinan disetiap Negara. Diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB), serta kehidupan kelompok difabel seringnya masih berada di bawah standar aspek pendidikan, kesehatan, dan kondisi kehidupan lainnya. Sedangkan untuk anak difabel, labih dari 90 persen tidak bersekolah, dan hanya 1 persen perempuan difabel yang bisa membaca.
Tergolong sebagai kelompok mustadh’afin, difabel masuk ke dalam kelompok yang wajib ditolong. Muhammadiyah melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), yang dahulunya sebagai Lembaga Buruh, Tani dan Nelayan ini telah menegaskan kiprahnya sebagai kepanjangan tangan Muhammadiyah sebagai Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Keberadaannya sangat dirasakan oleh kelompok tertindas atau marjinal.
MPM PP Muhammadiyah memberdayakan kelompok difabel pada sektor ekonomi melalui peluncuran Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bangun Akses Kemandirian (Bank) Difabel pada tahun 2016. Sedangkan keberadaan KSP Bank DIfabel sebenarnya sudah ada sejak 21 Juni 2015. Pendampingan yang dilakukan oleh MPM PP mulai berbuah manis, KSP yang pada awal peresmiannya memiliki anggota 33 dan asset Rp 150 juta. Kini sudah memiliki 64 anggota dan asset lebih dari Rp 250 juta.
Sajimin, ketua KSP Bank Difabel menerangkan, terkait keanggotaan dan nasabah terdiri dari penyandang disabilitas dan setidaknya memiliki usaha yang siap untuk maju. Menurutnya, usaha yang dikelola oleh difabel tersebut akan ikut mendorong perekonomian keluarga difabel. Sehingga difabel tidak lagi mengantungkan diri kepada orang lain, serta usaha mandiri yang mereka lakukan sebagai upaya berdaya ditengah penolakan yang mereka dapatkan.
Selain langkah konkrit melalu pemberdayaan ekonomi, MPM PP Muhammadiyah juga melakukan upaya advokasi kebijakan. Khususnya di empat Kabupaten di Profinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Meliputi Gunungkidul, Kulonprogo, Sleman dan Bantul. Advokasi kebijakan yang dilakukan oleh MPM linier dengan program Sustainable Development Goal’s (SDG’s) yang dicanangkan oleh PBB.
Dalam pandangan MPM, pembangunan berkelanjutan memiliki relevansi dengan isu perlindungan dan pemenuhan hak-hak difabel. Mengingat kekerasan dan tidak terpenuhinya hak yang masih sering diraskan difabel tergolong banyak, dan kasusnya jarang sampai tuntas.
Di Yogykarta, menurut data yang dihimpun oleh Center for Improving Qualified Activity in Live of People with Disabilities (CIQAL) dalam lima tahun terakhir menunjukkan fakta miris. Terdapat sebanyak 114 kasus kekerasan terhadap perempuan difabel terjadi di Yogyakarta. Meliputi 102 kekerasan seksual, 36 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan 6 kekerasan pada anak.
Pada Hari Disabilitas Internasional (HDI) tahun 2019 ini Pemerintah Indonesia melalui kementrian terkait mengambil tema “Indonesia Inklusi, Difabel Unggul. Wuri Rahmawati, Koordinator Divisi Masyarkat Miskin Kota MPM PP Muhammadiyah berharap bisa menjadi momentum untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusi, serta peringatan yang membekas dan berdampak pada terciptanya masyarakat yang tanpa sekat. Dan mampu mendorong keluarnya kebijakan oleh Pemerintah yang berpihak kepada kelompok rentan, termasuk difabel.
“Selain kebijakan, masyarkat luas juga hendaknya memandang bahwa disabilitas adalah bagian dari keberagaman yang sama-sama memiliki hak dasar untuk dipenuhi. Serta kepada teman-teman difabel harus semakin yakin dan percaya diri untuk terus berkarya dan berprestasi berdasar potensi diri masing-masing," pungkas Wuri.
Tags:
Arsip Berita