Konsen Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dalam Menciptakan Rumah Tangga Bahagia
Dibaca: 103
MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA — Sebagai ikatan suci dan penyelenggaraannya melalui proses yang sakral, pernikahan yang dilakukan oleh pasangan laki-laki dengan perempuan yang didambakan adalah kebaikan dan merengkuh kebahagiaan.
Namun dalam menjalaninya, acapkali pasangan suami istri baik yang sudah lama menjalin mahligai rumah tangga atau yang baru seumur jagung tidak bisa menghindari badai yang datang yang dirasakan semakin kuat menerjang.
Dalam rangkuman data perceraian oleh Mahkamah Agung, di sepanjang tahun 2018 terjadi sebanyak 419.268 pasangan suami-istri yang melakukan perceraian. Dikutip dari detik.com pada Senin (9/12), inisiatif perceraian didominasi oleh pihak perempuan sebanyak 307.778 dan oleh pihak suami sebanyak 111.490 orang. Data perceraian tersebut merupakan dari pasangan muslim.
Disisi lain, dispensasi nikah yang diberikan oleh Pengadilan Agama untuk anak yang ingin menyelanggarakan pernikahan namun umurnya belum memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang Perkawinan (16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki) sebanyak 13.251 permohonan.
‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Islam tidak berpangku tangan dalam persoalan ini, langkah konkrit sebenarnya telah jauh dilakukan oleh ‘Aisyiyah untuk mengendalikan angka perceraian. Seperti yang dirumuskan dalam rencana kerja ‘Aisyiyah tahun 1959-1962, yaitu untuk melaksanakan terbentuknya rumah tangga bahagia sepanjang kemauan agama Islam.
Dalam rencana yang dirumuskan tersebut, ‘Aisyiyah bukan hanya melaksanakan terbentuknya rumah tangga bahagia. Di dalamnya terdapat program kerja yang mengerakkan kursus yang diberi nama ‘Djama’atul Ummahat, yang secara khusus mengajari ibu-ibu rumah tangga mengenai tanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya.
Di tahun yang sama, dari perumusan materi yang di seminarkan dalam Muktamar Muhammadiyah yang ke 34 tahun 1959 di Yogyakarta, dalam Soalan Pemeliharaan Keluarga Muhammadiyah disebutkan bahwa, dalam rangka pembentukan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dipandang perlu adanya suatu cara untuk memelihara keluarga Muhammadiyah yang sebaik-baiknya.
Turunan dari yang dicitakan tersebut dapat dilakukan melalui enam petunjuk pelaksanaan yang berhasil dirumuskan. Pertama, melanjutkan pembentukan jama’ah di Cabang menurut tuntutan yang telah ada. Kedua, diadakan pengawasan dan pimpinan atas jama’ah.
Ketiga, disetiap Cabang diadakan seorang Koordinator Kepala Jama’ah yang dipilih atau ditunjuk oleh kepala Jama’ah. Keempat,disetiap Cabang diadakan kursus koordinator Jama’ah. Kelima, di Cabang dan Daerah diadakan seorang untuk mengurusi soal Jama’ah. Dan keenam, diusahakan adanya Majelis tersendiri di Pusat dan Daerah, bagian Cabang untuk mengurusi urusan jama’ah.
Kaitan dengan Revitalisasi Cabang dan Ranting penguatan keluarga bahagia/sakinah dijadikan basis gerakan, yaitu sebagai suatu kekuatan di unit terkecil masyarakat yang menjadi pilar penting dan utama dalam pembentukan masyarakat sebagaimana tujuan‘Aisyiyah. Dalam kaitan ini pengembangan model kegiatan dalam penguatan keluarga sakinah sebagai basis revitalisasi Cabang dan Ranting antara lain sebagai berikut:
Pertama, Menjadikan keluarga-keluarga‘Aisyiyah/Muhammadiyah sebagai pelaku gerakan baik dalam pembinaan keluarga sakinah maupun dalam pembinaan Qoryah Thoyyibah dan gerakan ‘Aisyiyah secara keseluruhan. Kedua, Menjadikan keluarga-keluarga ‘Aisyiyah/ Muhammadiyah sebagai pemimpin/ Koordinator Gerakan Qoryah Thoyyibah atau Gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah Muhammadiyah sesuai dengan fungsinya selaku inti jama’ah.
Ketiga, Pembinaan keluarga dalam masyarakat berbasis keluarga sakinah, Qoryah Thoyyibah, gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah yang diintegrasikan secara sinergi dengan gerakan Muhammadiyah di Cabang dan Ranting. Keempat, Pembinaan anak-anak/ putra- putri keluarga Muhammadiyah/’Aisyiyah sebagai pengurus dan pelaku gerakan di tingkat Cabang dan Ranting. (a'n)
Sumber gambar: ilustasi
Tags:
Arsip Berita