Bung Karno, Muhammadiyah dan Peran Kebangsaan
Dibaca: 97
MUHAMMADIYAH.ID, BANTUL - Indonesia merupakan negara demokrasi yang menggunakan ideologi Pancasila dalam menjalankan kehidupan bernegara. Dewasa ini banyak kalangan yang kembali mempertanyakan kebeneran ideologi negara Indonesia dan sejarah kenapa ideologi tersebut bisa terbentuk, atas dasar apa, apakah ideologi Pancasila berasaskan Islam karena banyaknya tokoh ulama yang berperan dalam kemerdekaan.
Hal tersebut menjadi banyak pertanyaan rakyat Indonesia karena dirasa dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah saat ini semakin tidak mencerminkan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Semakin banyak rakyat Indonesia yang tidak merasakan keadilan kebijakan pemerintah. Masih banyak daerah di Indonesia yang belum tersentuh oleh pemerintah. Ini yang seharusnya menjadi fokus pemerintah dalam menjaga keutuhan wilayah Indonesia.
Guna membuat masyarakat publik tercerahkan dengan mengetahui informasi sejarah ideologi bangsa Indonesia yang benar. Program Doktor Politik Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan seminar tentang Kemuhammadiyahan dan Kebangsaan : Bung Karno, Api Islam dan Muhammadiyah. Acara ini menghadirkan tokoh yang ahli dalam bidangnya yaitu Prof. Ahmad Syafii Ma’arif, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1998-2005, Yudi Latief, Kepala UKP-PIP 2017-2018, Prof. Bambang Purwanto, Guru Besar FIB UGM, dan Zuly Qadir, Ketua Prodi Doktor Politik Islam-Ilmu Politik UMY.
Bambang Purwanto, menyampaikan bahwa demokrasi membuat pancasila berada pada titik terendah.
“Demokrasi merupakan hasil sistem pemerintahan barat dan merusak nilai nilai Pancasila,“ ungkapnya.
Sementara Yudi Latief, mengungkapkan bahwa dalam perjalanan Soekarno mencari ilmu tentang Islam, sangatlah berlika liku karena latar belakang keluarganya beragam. Ada yang kejawen, teosofi dan Islam hingga suatu saat Soekarno mengenal Muhammadiyah dan menjadi anggota Muhammadiyah.
“Bung Karno pernah mengucapkan kata-kata yang melegenda di kalangan Muhammadiyah “Sekali Muhammadiyah tetap Muhammadiyah”. Kata kata ini bukan untuk Muhammadiyah saja, tapi juga untuk saya. Saya berharap kalau dibaca lagi nama-nama anggota Muhammadiyah yang 175.000 orang banyaknya, nama saya masih tercantum di dalamnya. Saya berharap nama saya tidak dicoret dari daftar keanggotaan Muhammadiyah,” ungkapnya.
Yudi Latief kembali menambahkan, kemajuan suatu bangsa tanpa adanya dorongan spiritual agama itu sangatlah mustahil. “Kita lihat bangsa bangsa barat semangatnya melemah karena tidak mempunyai dorongan spiritual agama, karena hanya Islam yang mampu menjadikan ghiroh manusia menjadi membara,“ imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Zuly Qadir, yang memaparkan bahwa Soekarno pernah mengatakan umat Islam di Indonesia itu Sontoloyo.
“Mendengar pernyataan tersebut seakan akan Soekarno menghina umat Islam. Namun yang dimaksud Sontoloyo di sini adalah ditujukan kepada umat Islam yang tidak mau menyedekahkan hartanya untuk anak yatim, tidak mempunyai perhatian kepada orang miskin dan mereka yang merampas harta saudara sesama muslim sendiri,“paparnya.
“Memahami Islam itu tidak hanya secara kontekstual saja akan tetapi juga ritual. Seperti yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan, jika kita lihat di dalam Al qur’an dan Hadits tidak ada perintah untuk membuat gerakan Islam, sekolah Islam, maupun rumah sakit Islam. Namun KH. Ahmad Dahlan membuat hal itu semua dan mempunyai manfaat yang sangat besar bagi umat Islam di Indonesia. Itu artinya beliau menerapkan Islam bukan secara kontekstual tetapi ritual,“ imbuhnya.
Sumber: (BHP UMY/Ads)
Tags:
Arsip Berita