Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Memaknai Hak Asasi Manusia dengan Pandangan Berkemajuan

Homepage

Memaknai Hak Asasi Manusia dengan Pandangan Berkemajuan

Selasa, 11-02-2020
Dibaca: 173

MUHAMMADIYAH.ID, MALANG - Siti Ruhaini Dzulhayatin, Tenaga Ahli Utama Kantor StaffKepresiden, berbicara tentang persoalan manhaj Islam berkemajuan dan hak asasi manusia(HAM) dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah  yang bertajuk Islam Berkemajuan: Manhaj, Implementasi dan Internasionalisasi, yang berlangsung di aula GKB IV Universitas Muhammadiyah Malang, pada Sabtu (8/2) siang.

Ada proses modernisasi Islam di Indonesia yang melahirkan dua organisasi besar Islam, Muhammadiyah dan Nahdlathul Ulama.

“Kita berterima kasih karena memiliki dua organisasi  ini, karena mereka  melakukan proses transformasi, sebab Islam itu mengakar di dalam sesuatu yang disebut  etno religius sentrisme. Jadi dia mengakar satu nilai-nilai etno religius tersebut, di negara-negara muslim. Melalui etno religius memunculkan pemimpin-pemimpin yang karismatik dan populis. Hal ini terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Jika membaca sejarah wali songo, ini adalah gambaran etno religius yang memuncul pemimpin yang kharismatik,” jelasnya.

Di indonesia,lanjut Ruhaini,ketika berada dalam satu proses, menuju masyarakat modern yang masih dalam kolonialisasi, ada politik etnis disitu, maka Islam mengalami suatu proses transformasi.

“Muhammadiyah lahir,  kemudian Nahdlathul Ulama lahir, ini di dalam satu proses untuk  proses mentransformasi etno religius sentrisme yang basisnya adalah populisme menjadi satu Islam yang modern, selanjutnya ini menjadi landasan tentang apa yang disebut nation state,” lanjutnya.

Menurutnya,  organisasi yang dikelola secara modern, ini sebetulnya mentransformasi solidaritas organik di dalam etno religi sentrisme menjadi solidaritas organik, kemudian ini  menjadi basis citizenship.

“Jadi proses-proses inilah kita merasa sangat mendapatkan rahmat, ada transformasi nilai-nilai populisme yang berbasis etno religius sentrisme, menjadi etika-etika publik.  Bahasanya Ibnu Khaldun, adalahsatu proses asobiyah menjadi madaniyah,” terangnya.

Pada akhir pemaparannya,  Ruhaini mengungkapkanbahwasannya, proses-proses memaknai islamic universal declaration of human right , tidak harus bertentangan dengan universal.

“Yang harus kita lakukan sekarang adalah mengisi syariah, dengan pandangan-pandangan berkemajuan,” pungkasnya.

Kontributor: Muhammad Fathi Djunaedy


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website