Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Zakat dan Sinergi Jamaah Menciptakan Ketahanan Pangan di Era Pandemi Covid-19

Homepage

Zakat dan Sinergi Jamaah Menciptakan Ketahanan Pangan di Era Pandemi Covid-19

Senin, 13-04-2020
Dibaca: 149

 

Oleh: Irvan Shaifullah  (Manajer Lazismu Lamongan)

Belum selesai dalam benak kita tentang penolakan jenazah positif covid-19, kekurangan APD untuk nakes, harga harga yang melambung tinggi juga ancaman ‘keos’ di beberapa wilayah jawa, nilai rupiah yang semakin surut dan berbagai masalah lain akibat pandemi covid -19 ini. Salah satu yang juga ‘menunggu’ dan menjadi pekerjaan rumah baru adalah ancaman ketahanan pangan dalam masa tanggap darurat covid-19 yang di perpanjang bahkan sampai mei 2020. Bisa jadi itu akan bertambah lama, sebab penyebaran penyakit ini sulit diprediksi dan bisa mengancam siapa saja.

Efek physical distancing yang sudah sebulan berjalan, memberi dampak yang paling luar biasa bagi pendapatan masyarakat. Utamanya pedagang kecil yang biasa menjual makanan di pinggir jalan, di sekolahan dll. Mayoritas mereka mau tidak mau harus tutup dan beberapa harus gulung tikar karena masyarakat memilih menyediakan stok makanan mentah dirumah daripadqa harus membeli makanan di luar rumah.

Naiknya beberapa bahan pokok menjadi indikator yang serius bahwa kita seharusnya sudah bersiap dan waspada untuk menghadapi krisis. Bahan pokok yang naik akan mengakibatkan daya beli masyarakat turun. Kelas menengah keatas mungkin akan bisa menjangkaunya, tapi bagi mereka yang kondisi finansialnya jauh menengah kebawah akan semakin kesulitan dalam mengakses kebutuhan pokok tersebut.

Zakat dan sinergi jamaah

Salah satu bagian terpenting dalam prinsip menjalankan islam diantaranya adalah membayar zakat bagi yang berkewajiban/sudah mencapai nishab. Dalam bukunya ESQ, Ary Ginajar membahas secara khusus perihal pentingnya zakat dalam sinergitas di masyarakat/ jamaah. Zakat adalah metode pembelajaran agar seseorang memilki kesadaran diri sebagai salah satu bagian dari lingkungan sosial yang memiliki tugas untuk menjalankan misiNya sebagai rahmatan lil ‘alamin. Disamping tujuan utamanya adalah sebagai bentuk tanggungjawab sosial, zakat mengajarkan manusia untuk selalu melakukan kolaborasi dengan lingkungannya, sehingga tugas sebagai khalifah bisa berjalan lebih efektif dan efisien.

Masih menurut Ary Ginanjar, makna zakat dalam rukun iman dibagi menjadi enam. Diantaranya, zakat dalam prinsip bintang. Ary ginanjar menjelaskan lebih rinci dan menyebutnya sebagai ‘zakat sanubari’ yaitu kesadaran yang lahir untuk membayar zakat karena mengetahui serta memahami, ‘apa tangisan dan impian orang lain’. Termasuk dalam hal ini kita mengerti, mengetahui dan memahami bahwa ada banyak orang yang saat ini menangis karena dapurnya tidak lagi mengepul, kehilangan pekerjaan/PHK Massal, anaknya bahkan mungkin tidak lagi dapat membeli paket data untuk BDR di rumah, tidak bisa membayar cicilan atau kebutuhan lain yang memaksa mereka menjadi mustahiq (penerima zakat) di era pandemi seperti ini. Dan zakat menjadi salah satu bagian dari cara cara yang lain untuk menolong mereka.

Tentu bagi siapapun, dalam kondisi seperti ini akan sangat sulit untuk memikirkan hal ini. Akan lebih banyak orang yang ‘berhemat’ untuk berinfaq apalagi membayar zakat.  Tapi sabda rasulullah saw tentulah kita ingat betul, bahwa sebaik baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain.  Untuk menghadapi pandemi ini, diperlukan sinergitas dan sikap (taawun) tolong menolong sebagai mana dalam surat edaran dan Fatwa Tarjih PP Muhammadiyah Nomor 02/Edr/I.0/E/2020  terkait tuntunan Ibadah dalam kondisi darurat covid-19. Bahwa diantara poin pentingnya adalah kita diminta untuk tetap berbuat baik, lebih banyak bersedekah dan melapangkan urusan orang lain

Pentingnya membangun kesadaran zakat dan sinergitas jamaah  ini juga diungkapkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya working with emotional intelligence tentang studinya terhadap enam puluh tim kerja di sebuah perusahaan jasa keuangan yang menemukan bahwa unsur utama yang paling berperan adalah unsur manusia-bagaimana anggota anggota tim berinteraksi, baik dengan sesama mereka maupun dengan pihak yang berhubungan dengan kelompok tersebut.

Pembayaran zakat yang mungkin bisa kita ‘andalkan’ bersama selain zakat maal  dalam penanganan covid-19 ini adalah zakat pertanian. Yang sebagian beberapa di wilayah jawa dan wilayah lain sedang memulai musim panen padi. Walaupun memang secara garis besar FOZ  (Forum Organisasi Zakat) dalam berita republika, tertanggal 01 Juni 2018 menyebutkan bahwa masalah pertanian di indonesia sungguh sangat ironis, mengutip penelitian Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), bahwa banyak terjadi kesejangan di dunia pertanian. Salah satu yang paling kompleks adalah kepemilikan dan distribusi lahan terkosentrasi oleh elit dan bahkan di beberapa wilayah terjadi penurunan kantong kantong pertanian. Dan itu sangat jelas berdampak pada hasil pertanian termasuk padi.

Tapi baiklah terlepas dari itu semua. Yang punya kewajiban membayar zakat adalah mereka yang sudah mencapai nishab, yaitu mereka yang sudah mencapai panen sekitar 653-700 kg setiap kali panen. Dengan tarif 5 % bagi mereka yang mengeluarkan biaya seperti irigasi air, dll dan 10 % bagi mereka yang tadah hujan atau tidak berbiaya. Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, bahwa nabi bersabda,

“ Terhadap tanaman yang disirami hujan dari langit dan mata air atau yang digenangi air selokan, dikeluarkan zakatnya sepersepuluhnya, sedangkan terhadap tanaman yang diairi dengan sarana pengairan seperduapuluyhnya,” (HR Al Bukhari dan Ahmad).

Untuk hitung dan layanan konsultasi zakat pertanian. Bapak ibu bisa menghubungi lebih lanjut layanan hitung zakat yang bapak ibu percaya.

Masjid menjadi pusat ketahanan pangan

Anjuran PP Muhammadiyah tentang aktifitas ibadah di masjid sudah sangat jelas dan menyeluruh. Dan tentunya sudah sampai ke tingkat ranting, karena begitu massifnya anjuran ini disosialisasikan oleh tim MCCC (Muhammadiyah Covid-19 Command Center) pusat, juga wilayah, daerah dan cabang. Lazismu sendiri yang diamanahi untuk menjadi bagian dari proses pengawalan kesiapsiagaan ketahanan pangan ini sudah dimulai di beberapa wilayah. Diantara adalah lazismu jawa timur yang menggerakkan seluruh lazismu daerah untuk mempersiapkan gerakan lumbung pangan berbasis masjid dan itu dikonfirmasi oleh Ust Zainul Muslimin, Ketua Lazismu Jawa Timur yang kami kutip di laman berita lazismu.org tertanggal (08/04). Tepatnya saat rapat online bersama dengan lazismu daerah se jawa timur dan penulis ikut terlibat dalam pembahasan itu.

Mengapa masjid? Sebab masjid berada di garis depan dalam kehidupan umat dan yang sangat mengerti tentang kebutuhan umat di tingkatan paling depan, terutama mereka yang tedampak. Lazismu lamongan misalkan, sembakonya di prioritaskan sesuai asnaf zakat. Dan dibagi lagi menjadi kriteria urutan prioritas kebutuhannya adalah mereka keluarga pasien yang positif covid-19 yang melakukan karantina, keluarga PDP dan ODP yang melakukan karantina, pedagang dan difabel yang terdampak, lansia, guru ngaji, dhuafa, gharim yang harus membayar cicilan juga masyarakat fakir miskin yang terdampak lainnya. Data valid tersebut, selain dimiliki oleh LAZ tingkat daerah sebagai laporan, tentunya masjid sebagai garda pelayan umat terdepan harus memiliki data tersebut dan diajukan kepada lembaga lembaga LAZ terkait, terutama Lazismu.  Ikut melakukan penggalangan dan sosialisasi, membuka layanan, memfasilitasi tempat/ ruangan khusus lumbung pangan, ikut terlibat aktif menyalurkan (distribusi) kepada yang berhak dan itu sebagai penerapan sikap taawun (saling tolong menolong antar sesama) sebagaimana anjuran PP Muhammadiyah.

Inilah saatnya, masjid melakukan tugas sosial lainnya. Berjamaah dalam ibadah, bersama menolong sesama.

Sumber Gambar: Republika


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website