Unimus Berikan Bantuan Beasiswa kepada Anak Pejuang Kemanusiaan Nuria Kurniasih
Dibaca: 138
MUHAMMADIYAH.ID, SEMARANG -- Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Prof. Masrukhi, mengatakan bahwa tenaga medis yang gugur setelah merawat pasien covid-19 adalah para mujahid. Sudah sepantasnya mereka diperlakukan dengan adil dan baik.
Menurutnya, tenaga medis yang gugur akibat merawat pasien covid-19 merupakan meninggal dalam keadaan syahid. Pasalnya mereka mengorbankan nyawa untuk membantu merawat pasien. Ini sebagai bentuk rasa kemanusiaan tertinggi yang dilakukan oleh tenaga medis.
“Kita sangat prihatin terhadap Bu Nuriah. Perawat yang berada di garda terdepan dalam penangan covid-19 yang kemudian meninggal. Dia saya anggap sebagai pahlawan kemanusiaan,” ucap Prof. Masrukhi saat dimintai keterangannya oleh tim muhammadiyah.id pada Senin (13/4).
Namun ia menyayangkan, karena ada sebagian masyarakat yang melakukan penolakan terhadap pemakaman Nuriah Kurniasih (38 tahun). Nuria Kurniasih merupakan perawat Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang yang gugur pada Kamis 9 April 2020 ketika melaksanakan tugas merawat pasien Covid-19.
Menyikapi kejadian tersebut, Unimus bergerak cepat. Setelah mengirim utusan untuk menyambung tali asih dengan keluarga almarhum, Unimus kemudian memberikan beasiswa kepada anak pertama almarhum Nuriah yang bernama Diandra Kariena Wibowo.
Diandra, anak pertama pasangan alm Nuriah dengan Joko Wibowo yang saat ini masih duduk di bangku kelas 1 Sekolah Menengah Atas (SMA) ini, mendapat tawaran beasiswa penuh dari Unimus jika melanjutkan kuliah di Unimus.
“Beasiswa ini sebagai salah satu bentuk advokasi kemanusiaan yang bisa kami lakukan,” tegasnya.
Masrukhi mengimbau kepada masyarakat untuk mentaati protokol yang telah dibuat oleh pemerintah. Serta tidak perlu merasa takut berlebihan atas jenazah maupun pasien covid-19. Menurutnya, jangan sampai rasa kemanusiaan dan empati sesama hilang atau tergerus dikarenakan wabah penyakit.
Phobia berlebihan yang dialami oleh masyarakat juga harus dihilangkan. Terkait banyaknya penolakan terhadap jenazah dengan riwayat covid-19, masyarakat harus berlega hati, dan menerima saudara mereka itu untuk dimakamkan di daerahnya, karena sudah melalui standar protokol medis yang tepat.
Ia juga mengajak masyarakat untuk menghormati, memuliakan jenazah tenaga medis yang gugur dalam melaksanakan tugas. Termasuk tenaga medis lain yang masih teguh melaksanakan tugasnya untuk merawat pasien covid-19 supaya tidak dikucilkan dan didiskriminasi.
“Untuk menguatkan kejiwaan keluarga, hari ini Senin (13/4) dari Unimus mengirim dokter keperawatan ahli jiwa untuk berkunjung ke rumah almarhumah untuk melakukan penguatan mental,” tambahnya.
Secara khusus Prof. Masrukhi berpesan kepada keluarga almarhum supaya tidak merasa terpukul karena ulah oknum yang tidak bertanggung jawab, yang menolak pemakaman almarhum.
“Mereka harus bangkit lagi dan semangat dalam menyongsong kehidupan yang masih panjang,” tegasnya.
Selain menyikapi kejadian penolakan pemakaman jenazah almarhum perawat Nuriah, Unimus juga telah melakukan beberapa kegiatan dalam menghadapi wabah covid-19. Diantaranya memberikan tindakan prefentif melalui pembuatan konten edukasi yang disebar melalui media sosial kampus.
Serta tindakan kuratif, seperti memberikan hand sanitizer, masker dan pemberian sembako bagi mahasiswanya yang tidak bisa pulang ke kampung halaman. Kedepan, Unimus rencananya akan melakukan berbagai program untuk membantu meringankan masyarakat secara luas. (a’n)
Tags:
Arsip Berita