Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Mereka yang Berdaya di Atas Jalur Patahan

Homepage

Mereka yang Berdaya di Atas Jalur Patahan

Sabtu, 18-04-2020
Dibaca: 96

Oleh: A'n Ardianto

Gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi yang terjadi di Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 silam, telah menampakkan wajah asli bentang alam area Kota Palu dan sekitarnya. Area yang awalnya jalur patahan kembali merekah, dan yang awalnya rawa kembali berlumpur. Di sepanjang pesisir Pantai Talise, Kota Palu, alam kembali menunjukkan jati dirinya. Proyek relamasi yang dilakukan untuk memperluas daratan porak-poranda, bahkan dermaga tua bangunan Belanda yang tertimbun kembali muncul, tiang besi yang selama ini terkubur, bangkit dan menyembul dari dasar laut.

Sedangkan wilayah tempat terjadinya likuifaksi, misalnya di Kelurahan Petobo yang awalnya masih masuk kawasan Kecamatan Biromaru, lalu kemudian pisah tahun 1978. Areal ini dahulunya merupakan kawasan bekas rawa. Nama Biromaru sendiri artinya rumput di rawa yang membusuk. Kawasan lainnya yang terjadi likuifaksi adalah Perumahan Nasional (Perumnas) di Kelurahan Balaroa. Kawasan ini mulai banyak pemukiman sekitar tahun 1970-an, sebelum menjadi Balaroa, kawasan ini dahulunya bernama Tagari Lonjo atau tempat terbenam lumpur pekat. Namun sejak terjadinya pertambahan penduduk, kawasan tersebut dialih fungsikan sebagai kawasan pemukiman. Padahal dahulunya kawasan tersebut adalah kubangan untuk menggembala kerbau.

Gempa yang terjadi September 2018 silam, menciptakan rekahan yang membentang dari utara Kota Palu sampai ke Kulawi dan Kabupaten Sigi di arah selatan. Tanah-tanah di kawasan ini kembali terbelah, dengan rata-rata pegeseran tiga meter dan penurunan hingga satu meter. Meski tidak terjadi kerusakan yang parah, Kampung Langaleso, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi yang dihuni mayoritas petani bawang turut merasakan dampaknya. Yakni terganggunya pasokan air ke lahan mereka akibat jebolnya waduk yang selama ini menjadi sumber pengairan tanaman bawang.

Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Muhamadiyah (LazisMu), Majelis Pemberdayaan Masayrakat (MPM), dan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) bergerak cepat. Elemen Muhammadiyah tersebut bergabung membentuk Tim Rehabilitasi dan Rekonstruksi (TRR) PP Muhammadiyah untuk Gempa Palu. Pasca penanganan tanggap bencana oleh MDMC, Muhammadiyah tidak kemudian berpangku tangan. Mereka membersamai penyitas dengan program-program untuk memicu keberdayaan bagi mereka. Kolaborasi antar elemen Muhammadiyah langgeng membersamai penyitas, sampai catatan ini ditulis.

Rektor Universitas Muhammadiyah Palu, Rajindra Rum merasa heran dengan kesigapan yang dimiliki oleh relawan Muhammadiyah untuk menciptakan rasa aman ditengah-tengah masyarakat. Menginggat waktu itu, banyak terjadi penjarahan yang dilakukan oleh penyitas. Namun dalam kekacauan seperti itu, Muhammadiyah jeli untuk membalikkan keadaan. Selangkah lebih maju dari respon yang diberikan oleh Pemerintah, Muhammadiyah bergegas meluncurkan program/kegiatan untuk pengaman sosial dan pangan bagi para penyitas. Alhasil, keberadaan Muhammadiyah di lokasi bencana mampu menekan angka tindak kriminal dalam bentuk penjarahan.

Saat ini, dua tahun setelah kejadian tak terlupakan itu, manusia-manusia tangguh yang berdaya diatas jalur patahan menunjukkan geliatnya. Meskipun tidak berjumlah mayoritas, Komunitas Muhammadiyah di Kabupaten Sigi mampu bertahan, bahkan memberi. Penyitas yang dulu tertatih kini bangkit dan mampu membalikkan keadaan. Meminjam pendapat A.J. Toynbee, Komunitas Muhammadiyah di Kabupaten Sigi masuk dalam kategori “komunitas kecil kreatif”, karena kelompok kecil kreatif inilah yang tangguh dalam menghadapi segala tantangan. Saat dunia, khususnya Indonesia dilanda wabah covid-19 sel-sel mujahid dakwah Muhammadiyah disini menebalkan rasa kemanusiaannya, guna memperbanyak aksi untuk membantu sesama.

Memang dari segi jumlah tidaklah mencolok, namun usaha berdaya yang mereka amalkan dan salurkan patut mendapat apresiasi. LazisMu Kabupaten Sigi yang baru seumur jagung berderap dan merngurita dalam aksi. Diisi dan dijalankan oleh anak-anak muda lokal dan perantauan, LazisMu Kabupaten Sigi menjadi kepanjangan tangan Muhammadiyah yang sejak awal memang dikenal memiliki concernt gerakkan filantropi. Mereka saling bergandeng tangan dengan tim Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), anak-anak muda ini “tidak mau diam”, mereka berdakwah melalui tabung disinfektan, paket sembako, masker dan penyuluhan dari kampung ke kampung.

Kegiatan serupa juga banyak digalakkan oleh Pimpinan Muhammadiyah di banyak tempat. Namun derap Muhammadiyah Kabupaten Sigi dalam penanganan covid-19 terbilang unik. Rata-rata mereka baru mengenal Muhammadiyah pasca bencana, namun rasa cinta mereka kepada kemanusiaan semakin meluap-luap tatkala dihimpun dalam Persyarikatan. Mereka menyebut dirinya Alumni 7,4 SR, sebagai penginggat bahwa mereka pernah diingatkan oleh Sang Pencipta dengan gempa berkekuatan 7,4 SR. Kali ini mereka benar membuktikannya melalui aksi nyata. Tak kurang puluhan fasilitas umum dijamah dan diamankan dari virus, termasuk tempat beribadah seperti masjid, gereja, sekolahan, balai pertemuan, kantor pemerintahan, dll.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website