Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Mengenal Tuhan Melalui Karya Sastra

Homepage

Mengenal Tuhan Melalui Karya Sastra

Rabu, 29-04-2020
Dibaca: 220

Oleh: A’n Ardianto

Dalam bersastra memiliki sumber inspirasi meliputi tigal hal, yakni alam sebagai tempat hidup, kebudayaan atau kehidupan masyarakat seperti cara berfikirnya dan segala macamnya, serta sumber inspirasiyangberasal dari Firman Tuhan, karena manusia tidak bisa menjalankan hidup tanpa petunjuk Tuhan.

Hal tersebut diungkap Prof. Abdul Hadi Wiji Muthari, mantan ketua Majelis Kebudayaan PP Muhammadiyah dan salah satu pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tahun 1964. Pengkristalan puisi dalam jiwanya terbentuk karena lingkungan yang saat itudijalaninya, di mana saat itu berada pada lingkungan yangmemiliki budaya membaca yang kuat. Kekuatan membaca tersebut didapatkan dari paman dan ayahnya.

Di masa kecil, budayawan kelahiran Sumenep, 24 Juni 1946 ini sudah terbiasa dengan buku-buku babon karya pemikir Islam, seperti bukunya Al Ghozali, serta buku karya pemikir Islam kontemporer, Muhamad Iqbal dan Buya Hamka. Sementara buku puisi yang awal mula di bacanyaadalah buku-buku karya Sastrawan asal Kolkata, India, Rabindranath Tagor.

“Seperti buku roman-roman karya Salah Aswan, Siti Nurbaya kita sudah baca waktu SMP. Karena memang waktu itu pelajaran kesustraan sangat bagus. Waktu SMP kita harus belajar kesustraan daerah atau Madura, Nasional Indonesia dan Melayu, dan waktu SMA belajar kesastraan Jawa,” ungkapnyadalamwawancara yang dirilisChannel PKJ Taman Ismail Marzuki, pada 2 Agustus 2013.

Sementara terkait ciri khas puisinya yang bersuasana hati, kesepian dan kematian, Ia menjelaskan bahwa karya yang diciptakannya tersebut bersumber daripengalaman pribadi. Di mana pada waktu muda, Ia melihat kematian adik-adiknya yang meninggal sebanyak empat orang secara beruntun dan ditambah kakaknya yang meninggal satu orang.

Sedangkan untuk penyebutan dirinya sebagai Penyair Sufi lebih dipengaruhi latarbelakang lingkungannya yang religius. Di mana tempat tinggalnya di Madura, yang budaya masyarakatnya berkaitan erat dengan agama. Ditambah ketika menempuh pendidikan Strata 1 (S1) di Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta beliau mengambil Jurusan Sastra Timur, pada saat inilah pengaruh mistik sufi semakin kuat dalam dirinya.

Baginya, meskipun identikdengan Islam namun Sufi tidak bisa dipandang sebagai dogma agama saja. Sebab Islam sebagai agama yang universal, karenanya dalam melihat sastra sufisme juga sebagai kebudayaan yang universal baik dari segi peradaban, kebudayaan, dan estetika. Ia juga menekankan bahwa, ketika membicarakan sastra Islam itu tidak bisa dilihat dari kebudayaan Arab saja. Menurutnya, kebudayaan Islam juga milik orang Melayu, Turki, Persia, Urdu dan lainnya.

Sastra dalam hidupnya sebagai penyalur religiusitas yang ada dalam dirinya, sejalan dengan itu karya sastra bukan hanya bisa dinikmati dari nilai estetikanya saja, melainkan penikmatnya bisa juga mengingat Tuhan sekaligus menikmati sastra. Terkait lesu dan minimnya penyair modern yang berkualitas dalam penghayatan saat ini, karena memang penyair itu tidak diciptakan, tapi penyair itu dilahirkan.

Terkait lemahnya penghayatan penyair modern terhadap jiwa puitik, Abdul Hadi menyebut disebabkan karena banyak penyair sekarang melihat dunia tidak mengunakan dirinya sendiri, namun mereka melihat dunia dengan teropong diluar dirinya. Jiwa mereka terlepas dari dirinya, tercerabut dari akar sosial, akar budaya, akar agama dan akar sejarah. Mondialitas yang terjadi saat ini juga berpengaruh besar terhadap cara manusia modern dalam melihat realitas atau dunia yang mereka huni/tempati.

Sedangkan untuk menyalurkan minat terhadap dunia pendidikan, Abdul Hadi WM juga menulis tentang cerita-cerita anak sebanyak delapan buah. Selain itu, Abul Hadi WM juga membukukan karyanya, diantaranya Laut Belum Pasang (1971), Potret Panjang Penghujung Pantai Sanur (1975), Meditasi (1976), Tergantung Pada Angin (1977), Anak Laut Anak Angin (1983), Modin Karok; Cerita Rakyat Madura (1983), Rumi; Sufi dan Penyair (1985), Hamzah Fansuri; Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya (1995), dan masih banyak lagi yang lain bukunya yang diterbitkan diatas tahun 2000.

Sumber : MPI PP Muhammadiyah, Percik Pemikiran Tokoh Muhammadiyah untuk Indonesia Berkemajuan, Yogyakarta; Gramasurya, 2018


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website