Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Keadilan Hanya Bisa Ditegakkan dengan Kejujuran

Homepage

Keadilan Hanya Bisa Ditegakkan dengan Kejujuran

Jum'at, 01-05-2020
Dibaca: 925

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Situasi serba tidak menentu dalam bulan Ramadan di masa wabah Covid-19 memberikan banyak renungan dan pelajaran berharga tentang kemanusiaan dan keadilan, demikian jelas Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas dalam seri pengajian Ramadan di Rumah, Kamis (30/4).

“Karakter Islam yang penuh poin konstruktif itu jika ditarik ke keadilan maka tidak bisa dipisahkan sama sekali dengan kejujuran. Keadilan hanya bisa ditegakkan oleh orang-orang yang jujur saja. Orang yang tidak jujur atau pura-pura jujur tidak mungkin bisa menegakkan keadilan yang tulus ikhlas. Kemanusiaan perlu ketulusan ikhlas tanpa ada pamrih duniawiyah,” ungkap Busyro.

Menurutnya, kesejahteraan adalah buah dari keadilan sehingga kejujuran sebagai hulu dari keadilan patut diasah dalam bulan suci Ramadan.

“Bulan Ramadan penuh berkah, rahmat dan ampunan. Tiga hal ini adalah kebutuhan mendasar fitrah manusia baik secara individu atau kelompok. Dengan unsur itu Ramadan disempurnakan dengan ajaran dan dorongan untuk beramal secara konkrit melalui sedekah, zakat, sampai takjil. Itu semua tradisi yang hidup dan berakar di Indonesia,” terang Busyro bahwa Islam selain mengajarkan ilmu juga menuntut pengamalan nyata.

“Bulan Ramadan adalah momentum yang sangat menarik untuk menegakkan keadilan pada diri sendiri terlebih dahulu dan masyarakat. Bagi warga Muhammadiyah, karakter yang selalu diajarkan adalah memberi lebih mulia daripada menerima,” imbuh Busyro memuji kedermawanan warga Muhammadiyah di masa sulit pandemi Covid-19.

“Kita juga mengajak masyarakat luas mengambil hikmah sebesar-besarnya. Perlu kesabaran, kedewasaan, tolong menolong dan penanaman sifat keadilan dalam keluarga,” imbuh Busyro.

Nasihat untuk Pemerintah

Dalam pengajian bertajuk “Ramadan dan Keadilan Hukum di Era Pandemi Covid-19” tersebut, Busyro juga berharap pemerintah mengambil banyak renungan dalam bulan suci Ramadan di masa pandemi, terutama menimbang perundang-undangan yang kontroversial di tengah masyarakat.

“Syukur-syukur (pemerintah) yang diberi amanat itu lebih sempurna mendengarkan ahli, mewujudkan kebijakan yang tegas, konsisten, dengan tujuan memanusiakan manusia. Itu yang dimaksud ajaran Islam. Ramadan kita dididik kejujuran dalam arti batin, lahir, dan sikap. Kalau itu dikembangkan dalam wilayah (kebijakan) publik, itu luar biasa,” pesan Busyro.

Setahun terakhir, DPR RI membahas sejumlah RUU yang kontroversial dan mendapatkan penolakan oleh masyarakat kecil terkait. Demi terciptanya kesejahteraan dan keadilan di tengah masyarakat, Busyro berpesan agar DPR menimbang ulang pengesahan RUU yang bermasalah.

“Dalam konteks yuridis pertimbangan hukum, teori internasional sepakat bahwa pertimbangan hukum dan hukum itu tidak bisa lepas dari pertimbangan moral. Jadi tidak ada hukum yang tandus moralnya. Undang-Undang yang baik mengandung tiga unsur, kaitan hukum, moral dan agama. Kalau ada RUU termasuk Omnibus Law ini ada bagian moralitas mendasar yang lemah, bahkan mengarah pada liberalisasi ekonomi, maka harus kembali ke moralitas konstitusi,” imbuh Busyro berharap Presiden membatalkan pembahasan RUU tersebut. (afn)


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website