Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Bagi Muslim, Ilmu adalah Etos yang Bersifat Transenden dan Misi Kenabian

Homepage

Bagi Muslim, Ilmu adalah Etos yang Bersifat Transenden dan Misi Kenabian

Senin, 04-05-2020
Dibaca: 133

MUHAMMADIYAH.ID, REDAKSI -- Dalam Al Qur’an akal disebut sebanyak 49 kali, semua kata akal disebut dalam bentuk kata kerja (fi’il). Menyikapi dari banyaknya penyebutan akal dalam Al Qur’an, artinya sebagai seorang muslim dilarang berhenti berfikir. Karena berfikir adalah tugas yang ‘mengakar’ bagi muslim dalam setiap zaman.

Menjadikan Al Qur’an sebagai sumber inspirasi berfikir dan berkarya bagi seorang muslim, maka bahasa Arab sebagai bahasa Al Qur’an menjadi suatu keharusan untuk dikuasai bagi setiap muslim. Aspek bahasa menurut Agus Purwanto, memegang peranan vital, karena bahasa Arab merupakan jati diri bagi seorang yang mengaku muslim.

Penulis buku ayat-ayat semesta ini menguraikan, memahami Al Qur’an akan memberikan pengaruh besar terhadap peradaban umat Islam. Di mana selain sebagai kitab suci yang disetiap membacanya terhitung pahala, Al Qur’an di sisi lain juga mengandung etos keilmuan yang luas. Didalamnya, Allah mengajarkan manusia tentang banyak hal, termasuk ilmu-ilmu kesemestaan.

Misalkan, dalam Al Qur’an menjelaskan tentang jenis-jenis tanah. Memahami jenis-jenis tanah bagi seorang muslim menjadi suatu keharusan, karena menyangkut kebutuhan mendasar mengenai pangan. Menurutnya, umat Islam harus memahami makna yang terkandung dalam ayat-ayat semesta. Penguasaan ilmu pengetahuan bagi seorang muslim adalah langkah untuk memperbaiki peradaban, serta mengembalikan era emas agama Islam.

Dalam ilmu perkapalan, Agus menjelaskan bahwa ilmu bidang ini jangan dianggap ilmunya orang kafir. Karena ilmu perkapalan adalah warisan dari Nabi Nuh as, yang mana ilmu perkapalan adalah ilmu yang diajarkan Allah kepada Nabi Nuh sebelum terjadinya banjri bandang. Termasuk dalam ilmu logam, yang dalam perspektifnya adalah warisan ilmu dari Nabi Daud as.

Etos dan kerja keilmuan bagi seorang muslim adalah suatu proses yang melibatkan transendensi dan misi kenabian, bukan kerja material. Aspek transenden bagi seorang muslim adalah suatu usaha untuk merdeka dari belenggu dan ketergantungan terhadap sesama mahluk.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, usaha merdeka harus menjadi landasan filosofis dari adanya institusi atau lembaga pendidikan yang melahirkan ilmuan dan generasi masa depan. Sehingga lembaga/institusi pendidikan yang ada di Indonesia bukan hanya melahirkan atau membuat cetakan baru yang out put-nya hanya menjadi kuli.

Anggota Majelis Tarjih Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini melanjutkan, Al Qur’an ketika berbicara tentang alam itu dengan tiga pola. Yakni eksplisit, implisit, dan pola simbolik. Untuk memahami makna yang terkandung didalamnya dibutuhkan perangkat ilmu pengetahuan, dan sebagai dasar adalah kemampuan dalam berbahasa Arab.

Dalam pola eksplisit, Al Qur’an menyampaikan suatu perkara yang bisa dengan mudah dipahami oleh manusia secara umum. Namun dalam pola implisit, dibutuhkan perangkat yang lebih rijit untuk memahaminya. Karena dalam pola ini, Al Qur’an akan menceritakan suatu perkara di mana manusia akan membutuhkan keahlian untuk memahaminya. Misalnya perangkat dalam aspek bahasa.

Sementara untuk pola simbolik, pembaca membutuhkan perangkat untuk menganalisis simbol-simbol yang tersebar dalam Al Qur’an. Terkait pola simbolik, Agus mengatakan bahwa, cirinya adalah pada rapinya dan simetrisnya tatanan huruf dalam ayat AL Qur’an.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website