Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Memahami Kembali Ideologi Muhammadiyah dalam Konteks Kekinian

Homepage

Memahami Kembali Ideologi Muhammadiyah dalam Konteks Kekinian

Selasa, 05-05-2020
Dibaca: 6594

MUHAMMADIYAH.ID, SAMARINDA- Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur mengadakan Pengajian Ramadan Online bersama Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir pada Senin (4/5). Pengajian ini merupakan suatu ikhtiar untuk mempelajari kembali pikiran-pikiran resmi Muhammadiyah. Sebagai pemateri, Haedar menjelaskan tentang penting memahami kembali ideologi Muhammadiyah dalam konteks pandemi global covid-19.
 
“Ideologi adalah sistem keyakinan dan paham untuk mewujudkan cita-cita Muhammadiyah. Tiga hal dalam ideologi Muhammadiyah: pertama, tentang paham Agama dalam Muhammadiyah; kedua, prinsip-prinsip pemikiran Muhammadiyah sebagai paradigma; Ketiga strategi perjuangan menyangkut Muhammadiyah,” jelas Haedar.
 
Ideologi Muhammadiyah secara substantif terdapat dalam Muqaddimah Anggaran Dasar dan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Haedar menegaskan bahwa upaya memperkuat basis ideologi dan identitas gerakan amatlah diperlukan, selain karena dalam pusaran berbagai ideologi (termasuk transnasional) dan proses perubahan demografi besar-besaran, juga dalam kondisi pandemi global seperti sekarang ini. 
 
“Dalam situasi sekarang kita semakin punya bukti bahwa organisasi kita harus memiliki prinsip-prinsip gerakan yang disebut dengan paham agama dan pemikiran Muhammadiyah. Terbukti ketika kita sekarang memahami dan menghadapi wabah pandemi covid-19 yang begitu dahsyat, ada sebagian pimpinan dan kader Muhammadiyah yang belum memahami pemikiran pemahaman keislaman yang dibangun Muhammadiyah, bahkan tidak mengikuti pedoman yang jadi kebijakan  PP Muhammadiyah yang dasarnya dari Tarjih. Ini satu contoh,” tutur Haedar.
 
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini juga turut prihatin dengan anjuran untuk tetap beribadah di rumah, kemudian tak diindahkan oleh sebagian warga Muhammadiyah. Haedar menyebut hal tersebut sebagai fenemona keagamaan yang kehilangan aspek spirit jiwa tauhidnya.
 
“Ada yang bilang jangan takut corona takutlah kepada Allah. Pandangan ini boleh jadi mengutip al-Quran dan Hadis, tetapi Quran yang dipahami sendiri, tidak dalam konteks tarjih, konteks Muhammadiyah. Ketika Tarjih telah memutuskan dan ditanfidz oleh PP Muhammadiyah, pemikiran keislaman itu kokoh secara prinsip ‘kembali ke al-Quran dan al-Sunnah’ yang ditambah dengan al-ijtihad. Jadi bukan prinsip yang sembarangan,” tegas Haedar.
 
Padahal, kata Haedar, Muhammadiyah mengeluarkan surat edaran tertanggal 24 Maret 2020 mengenai Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19. Melalui surat tersebut, disampaikan sejumlah tuntunan ibadah di tengah wabah sesuai dengan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Tuntutan ibadah ini termasuk mengenai ibadah puasa, shalat tarawih, dan shalat ied, jika wabah virus corona belum mereda saat memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
 
“Muhammadiyah mengambil keputusan seperti ini merupakan solusi Islam yang dipahami Muhammadiyah menghadapi situasi saat ini yang sangat darurat. Sehingga baik warga Muhammadiyah maupun umat Islam, memperoleh guidance keagamaan. Tetapi kalau masih tetap pada pendapat sebagian kecil di tubuh umat Islam, tidak ada solusi yang mereka tawarkan. Ini merupakan bukti pemahaman keagamaan Muhammadiyah itu punya dasar,” kata Haedar.
 
Dasar paham keagamaan Muhammadiyah tidak hanya terbatas pada aspek bayani, tetapi dilengkapi dengan burhani dan irfani. Dalam Manhaj Tarjih dijelaskan bahwa pendekatan bayani, burhani, dan irfani harus dijalin  berkelindan, saling melengkapi, dan fungsional sehingga hubungannya bersifat spiral sirkular. Bagi Haedar, pemahaman keagamaan yang hanya bersumber dari bayani semata akan mengakibatkan ketimpangan dalam berislam.
 
“Mereka yang berbeda pandangan dengan Muhammadiyah itu hanya bayani semata, lupa konteksnya. Juga tidak didukung dengan dasar keilmuan. Karena itu poin pentingnya adalah seluruh anggota, pimpinan, dan kader Muhammadiyah, mari memahami kembali prinsip-prinsip paham agama dalam Muhammadiyah,” ajak Haedar.
 
Selain pentingnya fungsi pendekatan bayani, burhani, dan irfani, Haedar juga menuturkan bahwa Tajdid dalam Muhammadiyah juga perlu untuk dipahami. Uraian detail tentang makna tajdid menurut Muhammadiyah terdapat dalam rumusan Muktamar Tarjih ke XXII di Malang pada tahun 1989. Secara bahasa, tajdid menurut Muhammadiyah adalah pembaharuan. Sementara itu, menurut istilah, tajdid memiliki dua arti: pertama, bermakna purifikasi; kedua, bermakna dinamisasi.
 
“Di anggaran dasar tahun 2005 kita rumuskan identitas Muhammadiyah itu sebagai gerakan Islam dakwa amar makruf nahi mungkar dan tajdid. Tajdidnya sering kelewat yang sering kali hanya dimaknai sebagai pemurnian. Mereka yang tetap berjamaah di masjid di saat pandemi global telah melupakan aspek lain dari tajdid yaitu dinamisasi,” ujar Haedar. (ilham)

Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website