Pentingnya Tolok Ukur dalam Pemberlakuan New Normal
Dibaca: 277
MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Presiden telah menginstruksikan Pemerintahan untuk memasimalkan sosialisasi new normal. Dalam masyarakat pun terjadi banyak perdebatan. Ada yang menganggap bahwa keputusan ini terburu-buru. Namun juga ada anggapan bahwa ini perlu dilakukan.
dr. Ahmad Alim, Wakil Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) mengatakan bahwa new normal ini nantinya akan didefinisikan seperti apa. Jika new normal dianggap sebagai isu atau konsep pelonggaran harus didasari kajian epidemologis yang baik.
“Jadi tolok ukurnya itu, misalnya, angka penularan turun, angka kematian turun, atau trend PDP dan trend positifnya turun. Jika ada pelonggaran itu bisa rasional, kalau tanpa itu menjadi pelonggaran yang tidak rasional dan ilmiah dan itu beresiko,” kata dia saat dihubungi redaksi Muhammadiyah.id, Rabu (27/5).
Sedangkan, jika new normal itu diartikan dengan menjalani hidup dengan cara baru dan terus berjuang sampai target-target epidemologis itu tercapai. Perlu diadakan perumusan target-target dan protokol yang jelas dan benar. Sayangnya, isu ini masih berkembang simpang siur di masyarakat.
“Prinsipnya sih kita akan menyesuaikan kondisi yang ada dan tidak bisa dipaksa-paksa. Sebaiknya begitu,” tegas Alim.
Semua keputusan dan tindakan yang diambil harus berbasis data dan target yang ditetapkan. Dalam hal ini, Alim menegaskan bahwa target tersebut haruslah dari Pemerintah sendiri. Jika memang benar telah yakin memenuhi target, bisa dilakukan new normal berdasarkan itu.
Pemerintah sendiri menargetkan bahwa bulan Juni nanti akan dicoba untuk pemberlakuan new normal.
“Sekarang data tiap area wilayah itu berbeda maka sebaiknya perlakuannya juga tergantung kondisi wilayahnya masing-masing. Sehingga dapat mengetahui trend tiap wilayah, misalnya nih Jawa Tengah trendnya sudah menurun tapi nyatanya Gubernurnya belum siap untuk new normal, apalagi trend Jawa Timur yang berbeda, sehingga tidak dapat dipaksakan untuk memberlakukan new normal,” jelasnya.
“Sekarang lebih penting mengumpulkan fakta dan alasan mengapa harus memberlakukan new normal. Sekarang kalau new normal, missal sekolah aktif, perusahaan aktif, hampir semua sektor aktif, maka harus memperhatikan protokol kesehatannya. Karena keselamatan tetap penting,” imbuhnya.
Alim mengungkapkan, dalam menentukan parameter menjadi penting. Bisa jadi target dan parameter tiap provinsi itu berbeda. Yang jelas, lanjut Alim, apapun itu jangan sampai ingin menyelamatkan ekonomi tetapi masyarakat tidak terselamatkan.
Ditanya soal protokol kesehatan di era new normal, Alim mengatakan bahwa protokolnya tidak sesederhana itu.
“Protokol kesehatan ketika memang benar-benar memasuki new normal tidak sesederhana itu, tidak hanya secara standar, physical distancing, menggunakan masker ataupun cuci tangan dengan benar. Banyak hal diantaranya, misal, pengurangan jam belajar di sekolah, atau pengurangan jumlah anak tiap kelas, mensosialisikan etika batuk dengan benar, dan lainnya. Tiap lini juga akan berbeda, belum lagi nanti di perusahaan, mall, dan tempat lainnya,” papar Alim.
Untuk memberlakukan new normal ini harus dipersiapkan jauh-jauh hari, Alim mengatakan misalnya dua bulan sebelumnya, kemudian dilakukan simulasi, dan bersiap-siap jika trend angkanya naik lagi maka perlu meliburkan lagi, dan lain sebagainya. Sebaiknya aturan menjadi dinamis, karena kurva kita tidak mulus, kalau ternyata kurvanya bergelombang, maka harus mengikuti aturan yang dinamis itu.
“Resiko yang dikhawatirkan adalah lonjakan pasien, kalau lonjakan terlalu tinggi melebihi kapasitas layanan kesehatan yang ada. Sekarang kalau melebihi kapasitas akhirnya rumah sakit menutup UGD dan itu bisa terjadi di banyak tempat sehingga layanan kesehatan terhadap masyarakat menjadi tidak optimal. Jadi angka kematiannya bisa tinggi,” paparnya lagi.
Kalau memang harus dan terpaksa, maka, kata Alim, Pemerintah harus bertanggung jawab untuk mengadakan fasilitas kesehatan yang mumpuni dan cukup dalam arti kapasitas dan kapabilitas.
Alim berpesan bahwa prinsipnya masyarakat itu pejuang paling depan, karena tenaga medis adalah penjaga gawang di RS.
“Jangan tertular dan jangan menularkan, maka lakukan physical distancing, cuci tangan yang baik, menggunakan masker, jangan berkerumun, sedapat mungkin ketika keluar rumah prinsip kesehatan harus diperhatikan,” lanjutnya.
Tak hanya itu, menurutnya bagi industri dimohon juga harus menyiapkan dengan baik. Kalau memang harus terus bekerja, protokol kesehatan harus diperketat, buat apa bekerja juga kalau tidak selamat.
“Covid-19 sekarang angka kematian cukup tinggi ditambah kita juga tidak tau usia berapa yang pasti selamat dan pasti meninggal. Masih banyak misteri yang perlu diungkap terus oleh ilmuan medis. Sehingga kewaspadaan untuk melakukan protokol kesehatan harus terus dilakukan,” tutup Alim. (Syifa)
Tags:
Arsip Berita