Quo Vadis Kompetisi Sepakbola di Tengah Pendemi
Dibaca: 104
MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Persinggungan Muhammadiyah dan sepak bola tidak bisa diambil sebelah mata lebih-lebih selain persinggungan sejarah yang kuat saat ini beberapa club juga mempunyai hubungan yang dekat dengan Muhammadiyah. Misalnya kembalinya PS Hizbul Wathan yang berkompetisi di Liga 2, UAD FC dan PS HW UMY yang berkompetisi di Liga 3 PSSI dan beberapa perguruan tinggi menjadi sponsor utama Club seperti UM Surabaya yang menjadi sponsor Klub Persebaya Surabaya.
Kondisi ini tentu berubah ketika adanya Pandemi Covid-19 dan semua pertandingan di bawah PSSI dihentikan sementara. Affan Kurniawan, Manajer UAD FC (Klub Liga 3 PSSI) memandang kondisi ini cukup menyulitkannya sebagai manajer klub yang berlaga di Liga 3 PSSI.
“Walaupun Liga 3 lebih ke arah pembinaan, terlebih UAD FC adalah basis perguruan tinggi dimana pemainnya adalah kebanyakan dari mahasiswa. Kondisi seperti ini memang menjadi sangat sulit lebih-lebih banyak pemain yang pulang kampung,” jelas Affan dalam Covid-19 Talk On TV, pada Rabu (5/4)
Kondisi itu kata Affan, membuat pelatih kehilangan progam yang tidak berjalan. Namun ada antisipasinya dalam menghadapi kondisi Pandmi Covid-19 bagi pemain sepab bola khususnya UAD FC yaitu melakukan progam pelatihan secara daring berdasarkan video tutorial pendek yang dibuat oleh pelatih.
Sementara itu, Sukadiono Pemerhati Sepakbola dalam mengurai Quo Vadis Kompetisi Sepakbola di Tengah Pandemi memandang kondisi ini cukup menyulitkan klub karena kehilangan fans equality.
Mengingat kata Sukadiono, klub sepakbola dikatakan profesional kalau punya tiga equity, yaitu fans equity, sosial equity dan away equity.
Fans equityadalah seberapa banyak sporter yang dimiliki oleh sebuah klub yang itu bisa menjadi pendorong sekaligus resorsies yang akan memberikan nilai lebih untuk sebuah club. Begitu juga dengan sosial equity saya kira seberapa banyak eksposure yang dimiliki oleh klub untuk bisa dikenal di kalangan pecinta sepak bola tidak hanya dilevel negaranya namun juga diseluruh dunia.
Sedangkan away equity seberapa besar klub memberikan manfaat untuk ketika tiap bertanding di kandang lawan. Nah ini nanti akan mengundang sporter yang banyak dan akan memberikan manfaat dari sisi pemasukan dari kandang lawan
“Nah saya kira ketika ada kondisi Pandemi Covid-19 maka otomatis dari pertandingan menjadi tidak ada sehingga ini menjadi kendala untuk hidup dan matinya sebuah club. Kita tahu bahwa pemasukan sebuah klub itu pertama dari sponsor, subsidi liga hak siar yang saya kira ini tidak bisa dipresiksi diberikan atau tidak, pemasukan dari pertandingan,” kata Sukadiono.
Masa Pandemi Covid-19 juga telah membuat sepakbola Indonesia serba dilematis. Hal ini disampaikan Dhimam Abror, CEO PS Hizbul Wathan yang memandang klub saat ini menghadapi dua realitas yaitu realitas psikologis dan realitas sosiologis.
“Realitas psikologisnya, kita ingin kompetisi dilanjutkan apalagi Indonesia akan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 pada tahun 2021 mendatang, tentu kita akan jadi sorotan dunia, “kata Dhimam
Selain realitas psikologis, kata Dhimam ada realtias sosiologis yang harus dihadapi yaitu tidak memungkinkannya melanjutkan kompetisi karena kondisi ekonomi yang sangat berat. Belum lagi kondisi kesehatan di masa Pandemi Covid-19 yang kedepan belum tahu.
“Realitas sosiologis yang paling penting berkaitan dengan protokol kesehatan, kenapa pertandingan tidak dilaksanakan karena beberapa zona merah bahkan Surabaya sudah hitam zonanya sehingga kemudian kita sangat khawatir meskipun kembali bergulirnya Liga 1 masih 4 bulan justru yang kita khawairkan adalah kemunculan gelombang kembali wabah Covid-19, kata Dhimam.
Dhimam juga menyampaikan bahwa PSSI telah memutuskan dimulainya kembali kompetisi Liga 1 pada September 2020 dan Liga 2 pada Oktober 2020. (Andi)
Tags:
Arsip Berita