Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Kenapa Fatwa Majelis Tarjih Tidak Mengenal Zonasi ?

Homepage

Kenapa Fatwa Majelis Tarjih Tidak Mengenal Zonasi ?

Kamis, 11-06-2020
Dibaca: 133

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA—Terkait banyaknya pertanyaan beberapa waktu lalu tentang Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah tidak mengunakan zonasi. Prof. Wawan Gunawan Abdul Wahid menjawab melalui forum Pengajian Tarjih pada (6/10) yang diselengarakan secara online.

“Kalimat tidak ada penzonaan didasarkan pada asumsi yang kuat yang merujuk pada ijtihad burhani di lapangan yang diperoleh dari kawan-kawan yang tergabung dalam MCCC,"kata dia. 

Ketika wabah covid-19 dinyatakan sebagai pandemi global, maka itu bermakna bahwa virus tersebut telah masuk ke setiap Negara. Artinya virus covid-19 hidup disekitar dan bersama masyarakat. Dari informasi ini kemudian MTT PP Muhammadiyah memakai qaidah fikih, sadd adz-dzari’ah.

Pengunaan qaidah ini dimaksudkan sebagai cara untuk ‘menyumbat’ atau mengantisipasi peluang tersebarnya virus atau wabah. Mengingat virus ini tidak Nampak dengan kasat mata, maka kehati-hatian menjadi yang utama. Perlu diketahui, sekarang ini juga ada Orang Tanpa Gejala (OTG), yakni seorang atau kerumunan merasa sehat tapi mereka membawa (carrier) virus.

“Mereka yang berkerumun di suatu tempat, bahkan tempat ibadah itu bisa meularkan kepada yang lain. Nah, peluang itu harus ditutup. Peluang namanya dzari’ah, menutup artinya sadd,"uraianya

Oleh karena itu, muncullah sebuah poin besar di mana sejak tangal 24 Maret 2020 bahwa, menunaikan ibadah yang idealnya di Masjid dipindahkan ke rumah masing-masing. Sholat ibadah di Masjid memang menjadi keutamaan, namun apabila dengan berjamaah menjadi wasilah tersebarnya virus, menolak ke-mafsadatan harus lebih didahulukan dari pada menarik kemanfaatan (maslahat).

Termasuk Salat Jum’at juga dilakukan di rumah, menurut Prof. Wawan ini yang menjadi cobaan terberat bagi kaum muslimin. Akan tetapi jangan menganggap karena ada fatwa tersebut, maka tidak ada Salat Jum’at. Namun yang dilakukan adalah menganti Salat Jum’at. Terkait putusan ini merujuk kepada dalil, ketika hukum pokok tuntunan aslinya Salat Jum’at tidak bisa dikerjakan maka beralih pada pengantinya.

Merujuk kepada Fatwa, maka pengantinya adalah dengan Salat Dhuhur. Seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika beliau dalam keadaan safar untuk menunaikan ibadah haji. Beliau mengantinya dengan Salat Dhuhur dua raka’at, karena dalam keadaan musyafir. Bahkan beliau tarik waktu Salat Asarnya ke waktu dhuhur.

Alasan lainnya tentang mengalihkan Salat Jum’at menjadi Salat Dhuhur adalah dikarenakan wabah atau hujan virus. Karena istilah wabah itu sama dengan hujan. Pengalihan salat ke rumah juga terjadi ketika masa Rasulullah, di mana waktu itu karena terjadi hujan, adzan yang biasanya dilafadzkan dengan “khayya ala sholah” diganti menjadi “sholli fi buyutikum”.

“Itu alasan hujan air, sekarang hujan virus. Maka itu lebih kuat alasannya kita menunaikan Salat Jum’at di rumah," tuturnya.

Sementara pertanyaan terkait kapan waktu berakhirnya masa darurat covid-19, Prof Wawan mengatakan, pencabutan masa darurat merujuk kepada para ahli. Di mana jumlah pengidap atau orang terpapar virus sudah melandai, atau bahkan sampai tuntas. Di saat itu nanti bisa menunaikan salat kembali pada format hukum semula.


Tags: MTT, Majelis Tarjih dan Tajdid, Putusan, Fatwa
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: daerah



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website