Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Membangun Generasi Muslim Berkemajuan

Homepage

Membangun Generasi Muslim Berkemajuan

Jum'at, 03-07-2020
Dibaca: 97

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA –  Solusi membangun kemajuan dan peradaban harus menghadirkan Islam yang inklusif, bukan yang ekslusif dimana muslim sebagai sebuah komunitas atau jamaah sekaligus identitas keislaman tidak hanya untuk diri sendiri tetapi mampu manghadirkan keislaman yang memberi nilai (makna) dan memberi manfaat untuk orang banyak.

Hal itu dipesankan Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Tabligh Akbar yang di selenggarakan Telkom University melalui Daring pada Kamis (2/7).

Nabi Muhammad diutus menjadi panutan sekaligus Islam menjadi agama tidak lain untuk menjadi rahmat, penebar kasih sayang, penebar kebaikan dan penebar keutamaan bagi semesta alam. Baik semesta dalam cangkupan universal maupun semesta dalam lingkungan yang terkecil,” papar Haedar.

Sehingga kata Haedar, kehadiran Islam tidak menjadi ekslusif, tidak vakum dan tidak seperti katak dalam tempurung yang hanya berkutat disekitarnya dan tidak mengkoneksikan diri pada dunia lain. Atau dalam Bahasa Sunda Haedar menyebutnya ‘kurung batokin’. 

Dalam Tabligh Akbar yang betemakan “Membangun Generasi Muslim untuk Indonesia Berkemajuan”, Haedar menyampaikan Islam sebagai agama punya banyak konstruksi (bangunan) yang mempunyai nilai sekaligus punya fungsi tentang sosok generasi muslim, identifikasi muslim dan format generasi muslim.

Pertama,dalam dimensi moralitas akhlak dan  kebaikan disebut sebagai generasi Qurrota A’yun. Hal ini kata Haedar tak terlepas dari do’a sapu jagad dan sering di baca setiap hari di rumah (QS. Al-Furqon ayat 74)

“Nilai dari Qurrota A’yun itu adalah generasi yang dapat memuaskan orangtua, memuaskan tetangga dan masyarakat dalam makna yang dalam,” kata Haedar.

Lebih jauh Haedar menjelaskan, Islam itu luar biasa dimana ajaran berbakti kepada orangtua menjadi hal yang wajib. Secara psikologis dan sosiologis orangtua itu cintanya melampaui samudra, tetapi sering cinta anak kepada orangtua itu tidak sebangun dengan luasanya samudra, selalu ada kendala.

“Adakah kasih sayang anak itu sama seluas samudra kasih sayang kedua orangtuanya? Disitulah maka ajaran birrul walidainperlu ditanamkan sejak dini. Sehingga dimensi Qurrota A’yun akan menjadi penyambung generasi manusia kemasa depan karena pandai merawat bangunan keluarga,” sambung Haedar.

Kedua,dalam Islam ada konsep Ulul Albab yaitu orang yang punya pikiran jernih. Ulul yang berarti punya sedang Albab itu dari lub atau qalb (hati) tetapi yang bagian dalam yaitu saripati yang ada di hati, jiwa dan pikiran.

Bagaimana merumuskan hati yang jernih dan pikiran yang jernih. Haedar menguraikan, mengetahui hati yang jernih itu mudah. Kalau sedang bimbang tentang benar dan salah, tentang dosa dan kebaikan tanyalah ke hati , tanya ke qalb ia tidak pernah dusta.

“Ketika kita melakukan kesalahan bahkan hanya kita yang tahu dan orang lain tidak tahu hati tidak tenang dan tentram, itu disebut dengan lub. Sebisa-bisa orang menutupi kesalahan dengan kesalahan lain sehingga numpuk terjadi deret ukur kebohongan. Biasanya keresahan deret ukur juga menyertainya cuma kita tidak tahu saja,” kata Haedar.

Haedar menyebut, Ulul Albab mempunyai ciri seperti yang disebutkan dalam (QS. Ali Imaran ayat 190-191) yaitu intinya adalah orang yang selalu berfikir tetapi juga berdzikir, taffakur wa tazzakur tazzakur wa tafakkur. 

“Nah generasi Ulul Albab itu generasi cerdas ilmu dan pemikirannya tetapi juga cerdas hati dan akhlak. Maka penting di kampus kita tanamkan nilai-nilai tazzakur yang melahirkan akhlak-akhlak mulia,” ajak Haedar.

Ilmu Harus Mendorong Kebermanfaatan untuk Peradaban

Spirit membangun peradaban juga diajarkan oleh Nabi Muhammad selama 23 tahun yang mampu mengubah masyarakat Arab yang jahiliyah menjadi masyarakat yang al-madinah al-munawarah, yang berartial-madinah itu tamadun (kota peradaban) dulu namanya Yasrib, al-munawarah itu tercerahkan dan mencerahkan menyinari kehidupan.

Maka dari situlah kata Haedar sering di Muhammadiyah menyebut Islam sebagai dinnul hadarah sebagai agama peradaban yang maju. Muhammadiyah ingin memperkenalkan islam berkemajuan, yaitu bahwa Islam itu DNA nya adalah agama yang membawa kita maju.

Ketiga, Islam punya konsep  khairu ummah (umat terbaik) atau generasi terbaik. Generasi terbaik itu cirinya banyak satu diantaranya Haedar menyebutkan ummatan wasathan syuhada alannas (Al-Baqarah: 143) yang berarti umat tengahan yang moderat tidak ekstrim termasuk dalam beragama dalam hidup juga tidak ekstrim tetapi memberi manfaat, syuhada alannas.

“Nah, di era pandemi sekarang ini kita sedang diuji apakah menjadi khairu ummah atau tidak, selain untuk saling peduli termasuk jangan egois ketika organisasi-organisasi keagamaan karena darurat berijtihad agar sementara mengganti salat di rumah dalam rangka mencapai itu, “ kata Haedar. 
 
Maka penting kata Haedar, genrasi muslim harus menjadi generasi Qurrota A’yun, generasi Ulul Albab, dan generasi yang Khairu Ummah. 
“Nah kalau sudah seperti ini Insyaallah kita menjadi penebar rahmat bagi semesta alam. Satu cara diantaranya kita hidupkan nilai-nilai agama sebagai jiwa dan karakter kita dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara,” pungkas Haedar. (Andi) 

Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website