Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Muhammadiyah dan Sains: Covid-19, Tanwir Daring dan Penundaan Muktamar

Homepage

Muhammadiyah dan Sains: Covid-19, Tanwir Daring dan Penundaan Muktamar

Sabtu, 18-07-2020
Dibaca: 97

Oleh: Haedar Nashir

Penundaan perhelatan Muktamar tidak cukup satu kali saja. Ini adalah forum terbesar bagi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Sebab, pakar epidemiologi dan medis memberi tahu kami bahwa hingga akhir tahun pun situasi belum bisa diprediksi dengan baik. Angka statistik penyebaran wabah Covid-19 belum menunjukkan pertanda landai. Maka Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tidak mungkin menunda Muktamar hanya sampai pada bulan Desember 2020. Perhelatan forum penting bagi warga persyarikatan Muhammadiyah tersebut lebih mashlahat pada tahun 2021 atau bahkan tahun 2022. Bagi banyak warga Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, inilah pengorbanan sekaligus pembuktian makna jargon “Islam Berkemajuan”. Ruh keislaman yang selaras dengan sains, cara terbaik yang baru kita miliki saat ini untuk memuliakan misi agama, rahmatan lil ‘alamin. Begitulah kemudian penyelenggaraan Tanwir, atau dikenal sebagai forum pra-Muktamar bagi warga persyarikatan, dilaksanakan secara daring.

Jadi izinkan saya membahas tema Tanwir Muhammadiyah kali ini. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa Muhammadiyah sejak awal Maret, tepatnya tanggal 5 Maret, menempuh misi yang tidak diprediksi sebelumnya. Kami membentuk Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), gugus tugas khusus Muhammadiyah untuk penanganan pandemi global, coronavirus-2019 atau yang kita sebut Covid-19. Persyarikatan Muhammadiyah sebagai warga bangsa yang telah turut serta membantu kelahiran Republik tercinta ini, tergerak membaktikan seluruh tenaga sekuat yang kami mampu. Sebab, bagaimana pun, pandemi ini telah mengubah tatanan kehidupan kita baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bahkan dalam kehidupan beragama yang sangat fundamental. Semua upaya Muhammadiyah selama nyaris setengah tahun ini dilakukan karena kita ingin pandemi dapat ditangani dengan lebih baik.

Manusia, Islam dan Sains

Poin penting dari pandemi ini adalah semua warga dunia termasuk di dalamnya warga persyarikatan Muhammadiyah berupaya dengan beragam cara dan perspektif berupaya bergotong royong menangani dampak wabah supaya tidak meluas. Sebab, kurang lebih empat bulan, korban akibat Covid-19 sudah lebih dari tujuh juta orang. Memang, ada juga yang berdebat, bahwa tingginya angka kematian tersebut tidak selalu akibat Covid-19 sebagai variabel tunggal. Apa pun itu, nyawa manusia tetap punya kemuliaan tersendiri. Perdebatan mengenai apakah tingginya angka kematian itu punya variabel lain, tidak bisa menggantikan nyawa orang-orang terkasih yang lebih dahulu berpulang meninggalkan kita semua. Bukankah nyawa manusia tetap menjadi taruhan? Persisnya, kita perlu menggeser perdebatan itu menjadi lebih manusiawi dan bertanggungjawab. Itulah yang pandemi ajarkan buat kita.

Bahkan bagi kaum muslimin, kita semua mengimani firman Allah Swt dalam Surat Al-Maidah ayat 32, yang berarti: “Barang siapa yang membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.”

Allah Swt, sang pemilik kehidupan dan penguasa atas segala ilmu pengetahuan mendorong manusia supaya memelihara kehidupan. Dalam Al-Qur’an, nyawa manusia memiliki kemuliaan yang sangat tinggi. Karena itu, maka kita (manusia) sebagai khalifah di muka bumi tentu juga harus menghargai nyawa manusia.

Karena itu, musibah ini baik dalam konteks agama, sains, politik, ekonomi dan kebijakan tidak bisa dipahami melalui angka. Misalnya bahwa angka kematian akibat Covid-19 bisa disandingkan dengan jumlah kematian akibat diabetes, atau bahwa angka pengangguran masih tidak bisa menggoyahkan stabilitas ekonomi dan lain sebagainya. Banyak orang berdebat mengenai mengapa kita harus berlebihan menanggapi Covid-19 ini. Kita memang bersandar pada sains, sebagai ikhtiar memahami situasi musibah dan penderitaan manusia. Tapi bukan berarti bahwa perdebatan terhadap angka tersebut harus dipisahkan dari sikap pemuliaan pada “jumlah” korban nyawa manusia. Perspektif sains dan agama harusnya berguna bagi manusia untuk mengembangkan kebijaksanaan dan keadaban. Pandemi ini mengajak kita berpikir secara berbeda mengenai apa makna kehidupan bagi dunia modern. Bagaimana kita memahami nyawa dan ekosistem melalui cara yang lebih baik.

Sehingga kita bisa lebih maju lagi bahwa peperangan, kekerasan dan segala bentuk pengrusakan kehidupan yang berdampak pada kematian satu nyawa saja berarti tragedi dalam kemanusiaan. Apa pun alasan di balik itu semua, termasuk bagaimana hal tersebut dikonstruksi, tidak berarti apa pun kecuali nyata mengantar pada kemusnahan nyawa kehidupan. Karena itu, cara pandang yang menyederhanakan jumlah korban hanya karena “variabel” lain yang dianggap lebih menjadi penyebab kematian, justru berlawanan dengan semangat memelihara kehidupan. Di balik cara pandang tersebut, tersimpan kenekatan tanpa dasar dan bersimpatik pada situasi. Cara pandang seperti itu pula menampakkan “keberanian” yang salah kaprah, membelakangi akal sehat.

Sikap Sains ala Muhammadiyah

Maka harus dipahami, sikap menunda Muktamar merupakan ikhtiar keagamaan dan keilmuan yang memang harus ditempuh oleh Muhammadiyah. Sebab, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Islam menganjurkan supaya kita “memelihara nyawa” dan “memuliakan kehidupan.” Sains dalam hal ini, membantu kita berikhtiar secara teologis dan organisatoris memilih mana yang paling mungkin sebagai jalan terbaik. Dakwah hari ini secara substantif adalah praktik hifz al-nafs yakni mencegah dan menyelamatkan manusia.

Saya kira, bersama dengan organisasi keagamaan lainnya, secara global, Muhammadiyah berupaya merumuskan sikap terbaik untuk menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19 ini. Masyarakat muslim di dunia berkorban besar melalui sikap mawas diri menunda kegiatan keagamaan secara kolektif di rumah ibadah atau ruang publik. Umat muslim belum lama ini menunaikan kekhidmatan puasa ramadan dan Idul Fitri yang berbeda. Tidak seperti biasa. Tidak bisa bertemu sapa secara langsung. Tradisi “bersalam-salaman” yang identik dengan Idul Fitri pun tidak bisa dilakukan. Betapa tidak, ini merupakan pengorbanan teologis yang tidak sia-sia, dan justru menunjukkan bahwa kita umat beragama masih menjaga keimanan dengan cara yang bermakna. Begitu pula dengan ibadah harian seperti salat lima waktu dan ibadah salat Jum’at. Tidak bisa diselenggarakan sebagaimana lazimnya.

Bersamaan dengan sikap Muhammadiyah untuk menunda Muktamar (termasuk menyelenggarakan Tanwir secara daring), Muhammadiyah menawarkan supaya kaum muslimin bisa mengganti dana kurban menjadi sedekah. Ide ini sesungguhnya adalah cara sederhana yang sangat biasa bagi tradisi sosial Muhammadiyah. Bahwa tindakan sosial senantiasa punya makna keimanan yang juga besar dan mulia. Bukankah “memelihara kehidupan” itu sendiri adalah perintah dalam Islam?

Ijtihad keagamaan itu sendiri, betapa pun jelasnya maksud dan tujuannya, seringkali masih menimbulkan penafsiran berbeda. Ketika Muhammadiyah menyeru menutup masjid untuk salat lima waktu dan Jum’at, banyak juga yang menentang. Perlahan, justru banyak yang mengambil inisiatif sendiri untuk menerapkan hal serupa. Memang ijtihad keagamaan harus dilakukan dengan landasan empatik, keilmuan dan keagamaan. Sebab, tidak muda menyakinkan orang untuk menunda untuk sementara waktu kebiasaan lazim yang telah dilakukan. Muhammadiyah sejak awal pandemi mewabah banyak merilis panduan protokol kesehatan dan keagamaan. Meski mungkin masih ada yang belum Muhammadiyah lakukan, tapi semua ikhtiar telah kami maksimalkan.

Saya yakin kita bisa saling meringankan beban krisis global saat ini.

*teks ini disarikan dari Pidato Haedar Nashir pada konferensi pers menjelang Tanwir Daring Muhammadiyah, 17 Juli 2020, ditranskripsi dan disunting oleh redaksi.


Tags: Haedar Nashir, Muhammadiyah dan Sains
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: nasional



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website