Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Petani sebagai “Soko Guru” Perekonomian Indonesia

Homepage

Petani sebagai “Soko Guru” Perekonomian Indonesia

Senin, 24-08-2020
Dibaca: 106

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA — Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang membidangi Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas menyebut, persoalan hajat hidup dan kesejahteraan petani Indonesia memiliki koherensi dengan berbagai persoalan lain di negeri ini.

Hal tersebut disampaikannya dalam acara diskusi publik “Nasib Petani Dalam RUU Cipta Kerja” yang diselengarakan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah pada (22/8).

“Banyaknya tema diskusi publik yang diangkat dan senafas dengan ini bisa jadi sebagai indikasi bahwa, tatakelola Negara itu semakin tidak berpihak terutama kepada kaum tani kita,” ungkapnya.

Busyro menyebut, petani sebagai “soko guru” perekonomian Indonesia yang berbasis pada rakyat tidak seharusnya posisinya di ombang-ambing oleh peraturan yang tidak memihak mereka.

Dalam urusan pengamanan dan keberpihakan Negara kepada petani, Busyro mengajak berkaca kepada Amerika Serikat. Legislasi yang dibangun di Amerika memiliki proteksi yang sangat kuat terhadap kelompok masyarakat petani.

Namun, ia melihat anomali keadaan yang ekstrem terjadi di Indonesia terkait dengan keberpihakan legislasi yang dibuat Negara untuk melindungi para petani di Indonesia. Menurutnya, kebijakan yang berpihak kepada petani di Indonesia sangat minim, jika tidak ingin disebut tidak ada.

“Ketika kita sekarang sedang membahas topic ini, kita tidak bisa lepas dari kajian RUU tentang Pertanahan. Di situ ada pasal yang sangat mengancam demokrasi ekonomi, demokrasi kaum tani,” imbuhnya.

Salah satu pasal tersebut adalah tentang Hak Guna Usaha (HGU). Pasal ini kemudian diperkuat dalam RUU Cipta Kerja/Omnibuslaw, di mana izin HGU memiliki masa lebih panjang mencapai 90 tahun. Menurutnya, ini pasal tidak masuk akal, karena terjadi di negeri yang mengkalim dirinya merdeka dan egaliterian.

Membahas persoalan pertanian, juga tidak bisa dilepaskan dari RUU Minerba dan RUU tentang Budidaya Pertanian. Sehingga dibutuhkan proteksi yang serius dan dilakukan secara integrasi untuk terciptanya legislasi ataupun kebijakan yang berpihak kepada kaum tani.

“Tema yang kita angkat ini tidak bisa lepas dari sektor-sektor lain dan dimensi-dimensi lain,” tambahnya

Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI ini mencatat, proses tata kelola kenegaraan untuk menjamin hubungan antara Negara dengan rakyat supaya semakin demokratis semakin terpental dari ruh, nilai moral dan komitmen konstitusional.

Busyro meminta pemerintah secara konstitusional supaya tidak memaksakan RUU Cipta Kerja. Maka harus ada langkah strategis untuk yang bisa diambil oleh Muhammadiyah untuk menjaga arah kebijakan sehingga tetap dalam track yang baik dan benar.

“Kebenaran yang tidak diorganisasi secara baik akan mudah ditekuk-tekuk, mudah dihancurkan oleh kebatilan, kemungkaran politik. Tetapi mereka diatur dan disusun secara tertib,” katanya.

Setelah dilakukannya diskusi publik yang diselengarakan, Busyro mengajak untuk melakukan akselerasi dan eskalasi agenda pasca dilakukan acara ini. Sehingga demokratisasi petani Indonesia segera dapat terwujud, serta memperbaiki perekonomian pada kelompok masyarakat lemah. (a'n)


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website