Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Abdul Mu’ti: Toleransi adalah DNA Bangsa Indonesia

Homepage

Abdul Mu’ti: Toleransi adalah DNA Bangsa Indonesia

Rabu, 02-09-2020
Dibaca: 123

MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah Abdul Muti menyampaikan orasi ilmiah saat sidang Senat terbuka Pengukuhan Guru Besar di Auditorium Harun Nasution Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (2/9). 
 
Sidang Senat terbuka pengukuhan Abdul Muti sebagai Guru Besar atau Profesor di Bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam (PAI) mengangkat tema Pendidikan Agama Islam yang Pluralistis, Basis Nilai dan Arah Pembaruan. Pria kelahiran Kudus 52 tahun silam ini menyampaikan dalam orasinya bahwa pengukuhan ini adalah kenikmatan dan sekaligus ujian. 
 
“Ada beban ketika harus menyampaikan pidato Guru Besar. Banyak harapan bahwa saya akan menyampaikan pidato yang bernas. Harapan itu saya yakin tidak terpenuhi karena saya hanya menyampaikan gagasan yang sederhana tentang model Pendidikan Agama Islam pluralistis sebagai alternatif pembaruan Pendidikan Agama Islam. Menjadi Guru Besar adalah awal belajar bukan titik kulminasi,” kata Mu’ti.
 
Pluralitas adalah realitas, kata Mu’ti. Manusia berbeda-beda secara jasmaniah, syu’ubiyah, dan diniyyah karena sebab-sebab alamiah, ilmiah, dan amaliah. Perbedaan identitas tersebut, ujar Mu’ti, akan menjadi kekuatan yang khas bagi bangsa Indonesia.
 
“Secara umum bangsa Indonesia hidup dengan suasana rukun dan damai. Masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, bahasa, dan agama hidup berdampingan secara damai. Gotong royong tanpa memandang aliran telah tumbuh mendarah daging dalam tubuh bangsa Indonesia,” tambah Mu’ti.
 
Kerukunan adalah DNA bangsa Indonesia. Di berbagai forum internasional, Indonesia adalah model dan champion bagaimana mengelola keragaman budaya dan keberagamaan. Mu’ti mengutip sebuah survei yang menyimpulkan bahwa kerukunan masyarakat Indonesia masih cukup tinggi. Akan tetapi survei lain menyimpulkan berbeda bahwa ada peningkatan perilaku intoleran di kalangan murid SLTA.
 
“Intoleransi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain materi Pendidikan Agama Islam, pengaruh paham islamisme guru agama, kinerja pemerintah, dan media-media internet. Muatan tentang kerukunan dan toleransi sangat sedikit dibanding muatan materi tentang akidah, fikih, dan akhlak formal. Para guru agama juga cenderung intoleran dan semangat islamisme yang begitu tinggi,” jelas Mu’ti.
 
Selain itu, Mu’ti juga mengatakan bahwa intoleransi tumbuh di tengah kekecewaan masyarakat karena adanya ketidakadilan pemerintah, dan konten-konten internet yang bernada keras. 
 
“Realitas tersebut menunjukkan urgensi pembaruan Pendidikan Agama Islam. Untuk membentuk sikap toleran dan kehidupan sosial kegamaan yang rukuun, damai, dan harmonis, diperlukan model PAI yang pluralis. Model ini dikembangkan di atas lima nilai pluralisme di dalam al-Quran, yaitu: ketuhanan, kebebasan, keterbukaan, kebersamaan, dan kerjasama,” terang Mu’ti.
 
PAI Pluralistis dikembangkan Mu’ti berdasarkan nilai-nilai dasar pluralisme menurut Islam serta pendekatan yang mindful, meaningful, dan joyful. Mu’ti juga menegaskan bahwa PAI Pluralistis dapat dikembangkan untuk bisa mengakui eksistensi, menerima, dan menjadikan perbedaan faham agama sebagai bagian dan sumber pembelajaran. 
 
Sidang tersebut dihadiri sejumlah tokoh yaitu mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi dan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta berbagai tokoh lainnya yang hadir secara daring.

Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website