Perkembangan Potensi Zakat Harus Dibarengi dengan Edukasi Zakat
Dibaca: 121
MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA — Edukasi zakat diperlukan karena potensi zakat yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia mencapai angka Rp. 330 triliun. Tapi aktualisasinya masih sangat sedikit. Menurut Hamim Ilyas, hal tersebut terjadi karena terkendala terkait literasi zakat, lembaga dan Sumber Daya Manusia pengelola zakat, serta regulasi zakat.
Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat, Infak dan Shadakah Muhammadiyah (LazisMu) ini menyebut jika kendala zakat adalah dipersoalan literasi maka jalan keluarnya ialah melalui edukasi zakat untuk mengatasi kendala tersebut. Saat ini literasi zakat di Indonesia masih sangat mendasar, misalnya masyarakat hanya familiar dengan zakat fitrah, mereka masih asing dengan zakat mal.
“Kemudian prioritas dalam pelaksanaannnya pun juga tidak pas, sehingga banyak yang memprioritaskan untuk ibadah sunahnya. Misalnya lebih mengedepankan kurban dari pada zakatnya,” tutur Hamim pada Sabtu (26/9) dalam acara Webinar Lazismu dengan judul “Indeks Literasi Zakat Warga Muhammadiyah & Upaya Edukasi Zakat di Persyarikatan.”
Dalam melakukan pengamalan zakat diperlukan pengetahuan yang utuh terhadap zakat itu sendiri. Dibutuhkan konasi pengetahuan sebagai dorongan yang ada dari dalam orang itu sendiri untuk mengamalkan pengetahuannya. Edukasi yang diberikan kepada masyarakat tidak cukup hanya berhenti sampai pada pengetahuan, namun pengetahuan yang didapatkan harus juga menjadi pengamalan.
“Seperti sekarang diluar zakat mal, fitrah dan seterusnya kita juga mengeluarkan infaq untuk menangulangi corona. Baik untuk pengadaan alat-alat kesehatan, maupun untuk pemberdayaan pihak-pihak yang terdampak karena corona tersebut,” ungkapnya.
Sedangkan konsep zakat mal atau harta yang wajib dizakati terdiri atas tiga hal. Pertama Thayyibati ma kasabtum yakni zakat yang meliputi perdagangan, peternakan, profesi, invesatasi dan lain-lain. Kedua Ma akhrajna lakum minal ardl yang meliputi pertanian, perkebunan, pertambangan, budi daya laut, rikaz, tabungan, logam mulia, deposito, dan lain-lain. Selanjutnya Al- ‘Afwa (untuk hati-hati) yaitu zakat terkait dengan kelebihan, misalnya kelebihan pakaian, sepatu, peralatan transportasi, peralatan komunikasi, kelebihan rumah dan lainnya.
“Al-‘Afwa menurut tafsir adalah sedekah zakat yang diatas kebutuhan. Misalnya alat komunikasi HP kita ada berapa ?, misalnya yang memenuhi alat kebutuhan HP dua saja kok kita punya HP empat, itu artinya HP ketiga dan keempat itu sudah dikenai zakat,” urai Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini.
Selanjutnya tentang subyek wajib zakat, meliputi individu dan lembaga. Artinya yang dikenai wajib zakat bukan hanya individu, tapi juga perusahaan, baik perusahaan komersial maupun sosial. Sedangkan berdasarkan QS At-Taubah ayat 60, Mustahik atau orang yang berhak menerima zakat ada fakir, miskin, ‘amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah dan ibnu sabil.
Berdasarkan hadist shahih yang terdapat dalam ma’rifatul ulumil hadist riwayat Imam Hakim, zakat fitrah bisa dipahami bahwa bisa dikeluarkan sepanjang tahun, tidak hanya sebelum hari raya. Dalam Muhammadiyah, hal ini sudah masuk kedalam bahasan kebijakan dewan syariah, pemaknaan progresif tentang hadis tersebut akan dibahas pada Munas Tarjih yang akan datang. Jika pemaknaan tersebut disepakati, maka zakat fitrah bisa dilakukan sepanjang tahun.
“Atau kalau mau hati-hati, yang muzakhinya atau yang membayar zakatnya bisa dilakukan sebelum hari raya, kemudian untuk lembaga zakatnya itu membagikannya kepada para mustahik sepanjang tahun,” tuturnya.
Untuk landasan filosofis zakat, merujuk pada QS. Adz-Dzariyat ayat 19 yang menjelaskan bahwa disetiap harta yang dimiliki disana juga melekat hak untuk orang miskin. Zakat juga merupakan dari al-Urwatul Wutsqa (pedoman penghayatan dan pengamalan Islam). (a’n)
Tags:
Arsip Berita