Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > 108 Tahun Muhammadiyah: Ikhlas Bagi Negeri

Homepage

108 Tahun Muhammadiyah: Ikhlas Bagi Negeri

Rabu, 14-10-2020
Dibaca: 199

Oleh: Hendra Hari Wahyudi

Kita tidak asing dengan petuah Jenderal Soedirman: "Jadi kader Muhammadiyah itu berat, kalau ragu dan bimbang, lebih baik pulang." Mengapa Soedirman, seorang Panglima dan kader Hizbul Wathan ini menekankan perasaan “ragu” dan “bimbang”? Jawabannya: menjadi kader Muhammadiyah tidak gampang. Sebab segala amal perbuatan seorang kader harus berlandaskan pada keikhlasan.

Muhammmadiyah sebagai gerakan keagamaan, memiliki peran penting dalam kehidupan kebangsaan kita. Tujuan utama keberadaan organisasi tidak lain adalah memberikan yang terbaik untuk ummat dan bangsa. Selama 108 tahun, sungguhlah tidak mudah mempertahankan konsistensi dan energi. Apalagi kita semua tahu bahwa jejak langkah Muhammadiyah tersebar luas di seantero nusantara. Maka wajar jika para kader Muhammadiyah didoktrin sejak awal untuk mengembangkan sikap altruistik. Tidak ada kebahagiaan lain bagi seorang kader Muhammadiyah kecuali “mewakafkan” jiwa dan raganya bagi kemashlahan ummat dan bangsa. Maka kader Muhammadiyah tidak boleh “berjuang setengah hati.” Tidak boleh ada rasa “ragu” dan “bimbang” dalam memberikan yang terbaik. Tantangan berat pasti akan menghampiri.

Ikhlas, Modal Utama Muhammadiyah

Ikhlas merupakan kunci penting daya tahan Muhammadiyah selama 108 tahun, “memberi tanpa berharap kembali.” Hal ini sudah menjadi rahasia umum, lembaga pendidikan, kesehatan dan semua jenis amal usaha persyarikatan dipersembahkan semata-mata bagi kemajuan negeri. KH. Ahmad Dahlan pernah berpesan: "yang terpenting bukan siapa kita, tapi bagaimana kita untuk umat". Begitulah resep organisasi yang sudah berdiri sejak 1912 ini selalu mengabdi bagi masyarakat.

Pesan Jenderal Sudirman terhadap kader Muhammadiyah penting diingat. Seorang kader akan menghadapi banyak hambatan dan tantangan, terutama terkait loyalitasnya pada misi dan visi kemanusiaan dan kebangsaan yang diusung oleh organisasi. Sehingga seorang kader yang hanya “memanfaatkan” persyarikatan tanpa landasan keikhlasan berjuang, akan terpelanting dengan sendirinya. Maka wejangan Jenderal Sudirman ada benarnya. Kader Muhammadiyah perlu mengingatnya sebagai motivasi fundamental dalam mengemban tugas berat yang selalu menanti di depan mata.

Kepatuhan Dalam Bermuhammadiyah

Selain problem “keraguan” dan “kebimbangan” yang senantiasa menjadi penghambat. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir mengingatkan betapa pentingnya “merapatkan barisan” supaya satu visi dan misi (QS. Ash-Shaff: 4) sebagaimana SE No. 04/EDR/I.0/E/2020. Sehingga warga Muhammadiyah tidak terpecah pada kepentingan praktis jangka pendek. Apalagi menjelang tahun-tahun berat ini, kader Muhammadiyah perlu saling berangkulan untuk memperkuat kerja-kerja kemanusiaan dan kebangsaan. Kader Muhammadiyah senantiasa “taat” pada garis besar perjuangan Muhammadiyah yakni “menegakkan amar ma’ruf nahiy munkar” dalam semua konteks yang relevan.

Dalam Mars Muhammadiyah terdapat lirik sami'na wa atho'na (kutipan dari QS. Al-Baqarah: 285), yang berarti “kami mendengar dan kami taat.” Ketaatan ini menjadi berat bagi orang-orang yang punya kepentingan praktis jangka pendek. Berbeda dengan kader Muhammadiyah yang “taat” dan “selaras” dengan visi serta misi kemanusiaan dan kebangsaan yang diusung oleh Muhammadiyah. Kunci daya tahan satu abad lebih Muhammadiyah terletak pada etos “taat” tadi bermakna “konsisten” dengan cita-cita Muhammadiyah memajukan kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya dan sumbangsih teknologi.

Lebih Baik Pulang

Mengapa harus “pulang” ketika merasa berat bermuhammadiyah? Karena menjadi kader Muhammadiyah perlu suatu keikhlasan yang sangat besar. Setiap langkah dan amal perbuatan warga Muhammadiyah didasari oleh niat semata ingin bermanfaat bagi umat, dan hanya mengharap ridha dari Allah SWT.

KH. Ahmad Dahlan sudah memberikan teladan bagi kita, beliau memberikan seluruh kepunyaannya bagi kemaslahatan umat dan bangsa. Bukan hanya tenaga, namun juga harta. Teologi Al-Ma’un yang menjadi ciri khas Muhammadiyah merupakan suatu hal yang berat dilakoni, ketika kita hanya mengharapkan pujian dari makhluk (manusia).

Mengorbankan harta merupakan hal yang paling berat bagi manusia, apalagi hartanya dipergunakan untuk orang lain. Memang tak semuanya seperti itu, namun kecenderungan itu merupakan hal yang biasa dan manusiawi. Kiai Dahlan sudah mengingatkan kita, carilah sekuat tenaga harta yang halal, jangan malas. Setelah dapat, gunakanlah secukupnya untuk kepentingan dirimu dan anak istrimu, jangan berlebihan. Jangan lupa mendermakannya di jalan Allah. Contoh yang sudah diberikan Kiai Ahmad Dahlan, haruslah menular kepada kita yang menjadi bagian dari organisasi yang didirikannya. Muhammadiyah sendiri sebagai organisasi, sudah mengaplikasikannya melalui berbagai amal usaha yang dimiliki, serta lainnya seperti MDMC, Lazismu, dan ortom-ortom yang ada. Semuanya berbuat dan melakukan tanpa ada sedikitpun rasa ingin mendapatkan imbalan, semua dilakukan demi kemaslahatan umat dan meraih ridha Allah semata.

Maka, apabila kita tidak mampu sebagaimana apa yang dilakukan Muhammadiyah, bukankah lebih baik “pulang”? Muhammadiyah tiada henti memberi dan berusaha menolong negeri dari suatu masalah. Dari masa ke masa, bahkan sejak berdirinya, Muhammadiyah memberikan seluruh apa yang ia punya bagi masyarakat dan juga negara. Persyarikatan yang sudah berusia 108 tahun Masehi ini selalu ingin memberikan yang terbaik, dengan semangat fastabiqul khairat. Sehingga kehadirannya tidak hanya sebagai pelengkap, namun dapat melengkapi apa yang belum ada dan dirasa belum lengkap. Selain itu, Muhammadiyah juga sering menjadi solusi permasalahan umat dan bangsa, sehingga tidak heran ucapan dari Jenderal Sudirman. Bahwa sesunggunya amat sangat berat jadi kader Muhammadiyah, kalau kita merasa ragu atau bimbang, lebih baik pulang.

Oleh karena itu, sungguh berat jadi kader Muhammadiyah, karena sebagai kader atau warga Muhammadiyah harus memiliki rasa ikhlas, dimana setiap amal perbuatan yang dilakukan, berlandaskan pada keyakinan yang hanya mengharap keridhoan Allah SWT semata. Ketika kita sudah mengaku dan merasa menjadi bagian dari Muhammadiyah, sudah pastilah harus siap berhadapan dengan tantangan besar. Jika ragu dan bimbang, lebih baik pulang. Karena dengan pulang, tidak ada lagi “beban” untuk berbakti bagi negeri. Hanya bagi mereka yang ikhlas dan berani, Muhammadiyah jadi tempat berbakti.

*Guru Muhammadiyah Lamongan

Editor: Fauzan AS


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website