Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Kasus Salim Kancil Bukti Lemahnya Pengawasan Tambang di Indonesia

Homepage

Kasus Salim Kancil Bukti Lemahnya Pengawasan Tambang di Indonesia

Sabtu, 10-10-2015
Dibaca: 1878

Kasus penambang pasir secara liar yang terjadi di Desa Selok Awar Awar, Pasirian, Lumajang, Jawa Timur,  masih menjadi perhatian. Ketiadaan pengawasan dan ketegasan pemerintah daerah yang memiliki potensi tambang, menimbulkan keresahan masyarakat sekitar. Rakyat menengah ke bawah yang tidak memiliki kekuasaan inilah yang terkena dampak kerusakan lingkungan. Hingga pada akhirnya muncul penyebab konflik, seperti tewasnya Salim Kancil yang berawal dari konflik kecil. Selain itu, dampak dari penambangan yang menyalahi aturan hukum tersebut, pendapatan yang seharusnya memberikan kesejahteraan masyarakat sekitar menjadi tidak jelas. Tidak heran jika Desa Selok Awar Awar yang seharusnya memiliki potensi perekonomian yang baik, kehidupan masyarakatnya justru masih tertinggal.

 

Pernyataan tersebut seperti yang diungkapkan oleh dekan fakultas hukum, Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum, dalam diskusi terbatas mengenai penambangan ilegal dan kasus kematian Salim Kancil, pada Kamis sore (8/10) di ruang Magister Ilmu Hukum, Pascasarjana UMY. Dalam pemaparannya, ia mengatakan bahwa, upaya-upaya dalam meningkatkan pendapatan asli daerah sebenarnya sudah dihitung di setiap APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,. red). "Hal ini kemudian menjadi aneh jika ada kegiatan-kegiatan yang tidak terpantau, bahkan di tingkat kabupaten maupun anggota dewan. Dengan munculnya kasus illegal ini bisa dilihat mereka tidak mengecek APBD,” ungkapnya.

 

Kasus penambangan di Indonesia, banyak yang dilakukan secara illegal. Terlebih dalam penambangan tersebut melibatkan korporasi yang tidak memiliki ijin. Jika diteliti dari data-data yang dilihat, Trisno menambahkan, perijinan dapat dikategorikan pada perijinan yang hanya menguntungkan salah satu pihak, serta perijinan yang diperbolehkan namun hukum melarang. Perijinan seperti inilah yang menjadi rawan, seperti rawan korupsi, rawan penyalahgunaan kekuasaan yang memberikan bantuan kepada korporasi yang diberikan ijin tersebut tanpa melihat dampak yang terjadi di lingkungan. “Kondisi rawan itulah yang memberikan dampak luar biasa, yang pada akhirnya rakyat yang menderita. Lingkungan yang telah rusak, untuk mengembalikan kembali merupakan hal yang tidak mudah,” tambahnya.

 

Kerusakan lingkungan terkait penambangan sudah banyak terjadi, namun tidak terdengar secara luas. Kasus penambangan di Lumajang menjadi kajian karena didorong oleh kekuatan swasembada masyarakat, terlebih adanya kekuatan media.  Penambangan di Lumajang ini menjadi perhatian serius  setelah adanya korban Salim Kancil, meskipun akan menjadi “warning” sesaat. Dan penegakan hukum bisa ditegakkan, jika yang memiliki kekuasaan mau menegakkan. “Ketika ada pelaku yang cukup kuat, maka penambangan illegal bisa ditutup. Seperti halnya,  jika ada yang melakukan penambangan adalah rakyat biasa, sedangkan yang dirugikan adalah perusahaan besar, maka dengan mudah ditutup. Hal inilah yang menjadi diskriminasi hukum terhadap aspek-aspek pertambangan,” imbuhnya.

 

Dr. Trisno menambahkan, apabila ada pihak kepolisian dalam melakukan dukungan, tentu mereka tidak sendiri. Kasus ini harus ditelusuri penuh, apalagi melibatkan aparat negara. Pakar Hukum Pidana UMY ini kembali menjelaskan, beberapa perkara yang melibatkan polisi bukan kali ini saja. Ada beberapa kasus di Jawa Timur, seperti kasus yang cukup menyita perhatian masyarakat beberapa waktu yang lalu, yakni kasus buruh Marsinah yang vocal memperjuangkan kesejahteraan buruh. “Dalam kasus buruh Marsinah, saya tidak ingin menyamakan, tentu karena waktu, kondisi, dan situasi. Namun hal-hal yang semacam ini yang harus menjadi dasar pijakan dalam melakukan pemprosesan. Jangan menutup-nutupi jika memang hubungan itu ada,” tegasnya.

 

Dr. Trisno berpesan agar peristiwa yang merugikan rakyat kecil ini terus ditelusuri. Pemerintahan pusat harus memberikan pengawasan ketat, sedangkan pemerintah daerah harus melakukan penilaian dan penegakan hukum. "Sangat disayangkan, di berbagai daerah ternyata juga belum ada perbaikan kinerja. Apabila tidak diperbaiki, akan berdampak seperti penyakit yang menular ke kasus lainnya, seperti kasus Salim Kancil ini. Karena itulah, pemerintah pusat harusnya memberikan pengawasan lebih ketat lagi, dan pemerintah daerah harus melakukan penilaian dan penegakan hukum, jika ada kecurangan dari koorporasi terkait dan merugikan masyarakat setempat," tutupnya. (hevi-BHPUMY) (mac)

*Foto: ilustrasi:  daerah.sindonews


Tags: muhammadiyah, hukum, salim, lumajang
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: sosial kemasyarakatan



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website