Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Soal Pendidikan Indonesia, Muhadjir: Masih Banyak Masalah

Homepage

Soal Pendidikan Indonesia, Muhadjir: Masih Banyak Masalah

Senin, 02-05-2016
Dibaca: 1235

JAKARTA -- Pendidikan berkembang secara perlahan dan terus menerus mengalami kemajuan dari waktu ke waktu. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Muhadjir Effendy mengatakan, pendidikan membutuhkan proses panjang untuk menjadi lebih baik.

"Memang masih banyak masalah pendidikan di sana-sini," ujar Muhadjir saat dihubungi muhammadiyah.or.id Senin (2/5) menyoal perkembangan pendidikan Indonesia di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei 2016 ini.

Menurut Muhadjir, masih banyak permasalahan- permasalahan pendidikan di Indonesia. Kontrol Pemerintah Pusat terhadap pendidikan, kata dia, semakin melemah akibat diberlakukannya otonomi penuh di sektor tersebut.

"Dua puluh persen minimal anggaran pendidikan dari APBN, APBD, yang di dalam realisasinya, masih multi tafsir bahkan sesat tafsir," tegas mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini. Akibatnya, tambah dia, dampak yang diharapkan dari anggaran pendidikan itu tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Muhadjir mengingatkan bahwa pencanangan program wajib belajar sembilan tahun yang digalakkan oleh Pemerintah saat ini harus dimaknai dengan benar. "Jangan hanya diartikan Pemerintah menyelenggarakan sekolah secara gratis," kata dia.

Makna sembilan tahun itu, menurut Muhadjir, yaitu jenjang pendidikan dasar sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). SD dan SMP ini, terangnya, merupakan pendidikan dasar. Yang artinya pendidikan dasar itu adalah pondasi pendidikan seorang anak untuk mempersiapkan dirinya menjadi individu yang dewasa.

Istilah pendidikan dasar (basic education) pun, ia menegaskan, jangan dikacaukan dengan sekolah dasar (elementary school). Namun, pendidikan dasar itu, katanya, pendidikan yang dimaksudkan untuk memberikan pondasi. Khususnya pondasi sebagai warga negara dan persiapan menjadi manusia dewasa.  

Sedangkan, SMA dan SMK, Muhadjir memandang, adalah jenjang untuk mempersiapkan memasuki dunia kerja dan atau studi lebih lanjut. Oleh sebab itu, sambung dia, memisahkan SMA dengan SMK secara keras itu tidak tepat dan tidak realistis.

Jika kesimpulan itu yang ada, Muhadjir mengatakan, seolah lulusan SMA hanya siap untuk melanjutkan studi tetapi tidak siap kerja. Sebaliknya lulusan SMK siap kerja dan tidak siap studi selanjutnya. Hal inilah, kata dia, yang harus diluruskan.

Muhadjir juga mengingatkan, Pemerintah harus hati-hati dalam menggabungkan pendidikan tinggi dengan riset teknologi. "Bisa bisa kesinambungan dengan jenjang pendidikan sebelumnya bisa terputus," kata Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi bidang pendidikan tinggi ini.

Masuknya penelitian sebagai salah satu Tri Darma Perguruan Tinggi, papar Muhadjir, tidak bisa dikaitkan langsung dengan dunia industri karena akan mereduksi makna penelitian itu sendiri. Penelitian, ia manambahkan, seharusnya masih berkaitan dengan Dwi Darma lainnya yaitu pendidikan dan pengabdian masyarakat.

"Jadi penelitian di perguruan tinggi bukan pertama dan utama diabdikan untuk kepentingan pasar, apalagi pemilik modal," ujar Muhadjir.

Senada dengan hal tersebut, ia memberitahukan, Muhammadiyah juga berkiprah dalam dunia pendidikan bahkan sebelum Pemerintah bergerak. Dahulu, kata Muhadjir, pendidikan Muhammadiyah lebih memfokuskan kepada masyarakat yang terdiskriminasi oleh sistem pendidikan kolonial, terutama kalangan yang tidak mampu.

"Saat ini peran Muhammadiyah itu telah diambilalih oleh negara," ujar Muhadjir.

Dalam kesempatannya, Muhadjir pun menuturkan, kini, PP Muhammadiyah menginginkan perubahan orientasi pendidikan Muhammadiyah berubah dari pendidikan yang lebih bersifat santunan, menjadi sekolah pilihan dan unggulan. (Reporter: Ilma Aghniatunnisa/ Redaktur: Ridlo Abdillah)


Tags: muhammadiyah, pendidikan, indonesia, hardiknas,
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website