Din Syamsudin: Hukum Kebiri Perlu Tinjauan Mendalam
Dibaca: 1059
YOGYAKARTA, MUHAMMADIYAH.OR.ID -- Tindakan kekerasan seksual yang terjadi pada kelompok rentan seperti anak-anak belakangan ini marak terjadi di Indonesia. Hal itu tidak hanya membawa beban trauma tapi juga akan menggangu masa depan perkembangan jiwa anak.
Menyikapi hal demikian, mantan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin, memberikan komentar bahwa terjadinya hal demikian merupakan satu tanda munculnya persoalan sangat serius yang menimpa diri bangsa Indonesia.
“Ini harus menjadi instrospeksi bagi kalangan agamawan, ormas-ormas agama. Mungkin dakwah kita belum meluas dan mendalam, dan ada persoalan tentang pendidikan kita baik sekolah maupun di rumah,” kata Din Syamsudin saat ditemui tim Muh.or.id, Rabu (25/5/2016) di Yogyakarta
Menurut Din Syamsudin, pemerintah punya kewajiban untuk segera melakukan proses pembenahan begitu juga dengan peran media massa.
“Kalau liberalisasi budaya yang kita hadapi sekarang, media yang liberal. Segala macam kita bisa akses. Saya kira keruntuhan dan demoralisasi ini akan berlanjut.”
Din Syamsuddin juga memberi saran jangka pendek untuk mengatasi pelaku kekerasan terhadap anak tersebut dengan memberi sanksi seberat-beratnya terhadap pelaku yang sudah terbukti secara hukum sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-undangan yang dimiliki.
Di samping itu, menurut Din Syamsudin pengadilan harus betul-betul menegakkan kehadilan, jangan sampai pelaku yang sudah melakukan pemerkosaan 50 anak lebih, tetapi sanksinya hanya beberapa tahun.
“Tidak akan ada efek jera, orang yang mempunyai kecenderungan hobi seperti itu, dia tidak akan takut melakukannya lagi,” kata Din Syamsudin.
Hukum Kebiri
Saat diminta tanggapan perihal Kepres Hukum Kebiri, Din Syamsudin menjelaskan, “Saya berpendapat ini ada dimensi kemanusiaan dan keagamaan. Manusia sebagai ciptaan Ilahi ini ada potensi hasrat biologis, maka harus disalurkan dengan baik dan benar. Tapi kalau dihilangkan begitu saja tanpa ada alasan yang benar ini juga menimbulkan persoalan.”
Din Syamsudin memberi contoh, dalam agama hukum qishah bisa diterapkan bagi pembunuh, sedang bagi pemerkosa menurut Din Syamsudin tidak jelas, kecuali hukum rajam.
“Untuk pengkebirian kalau itu ingin diterapkan, perlu dipertimbangkan, dan perlu mengundang kalangan agamawan, para ulama dan sebagainya. Tapi kalau itu jalan keluar untuk efek jera terhadap kasus-kasus tertentu yang sangat kejam dan sadis, ya, boleh jadi, kenapa tidak?.”
Din Syamsudin mengingatkan, untuk membuat Undang-Undang, Perpu dan lainnya agar tidak tergesa-gesa, diperlukan kajian mendalam termasuk penerapan hukuman mati bagi koruptor dan pelaku kekerasan seksual.
“Kalau dalam agama hanya yang menghilangkan nyawa orang lain yang dihukum bunuh. Yang lain-lain itu menurut saya jangan serta merta. Maka hukuman berat itu-kan bisa apa yang ada di bawah hukuman mati. Mungkin hukuman seumur hidup atau lainya,” kata Din Syamsudin. (DZAR)
Reporter : Indra Jaya Kusuma
Redaktur: Lutsfi Siswanto
Tags: muhammadiyah, kebiri, perpres, sosial, politik, din syamsuddin, perempuan, bangsa
Arsip Berita