Ini Makna Puasa Bagi Ketua Umum PP Muhammadiyah
Dibaca: 2591
MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nasir menyampaikan bahwa manusia pada bulan Ramadhan ini menjalani proses Riyadhoh untuk mencapai ketaqwaan. Riyadhoh yang dilakukan ini berupa olah jiwa dan perenungan secara mendalam mengenai diri manusia di muka bumi melalui puasa.
“Riyadhoh, proses internalisasi. State of mind yang kadang tidak nyambung dengan tindakan,” ujar Haedar saat mengisi kajian Ramadhan dengan tema meningkatkan Sinergitas dan Ukhuwah Islamiyah di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (23/6).
Menurut Haedar, manusia memiliki sifat dasar yang harus dipenuhi seperti makan, minum dan memenuhi kebutuhan biologis. Ini, kata dia, merupakan nafsu duniawi yang perlu untuk dijaga. Dan untuk menjaga hal tersebut, yang diperlukan manusia adalah berpuasa.
“Puasa mengajari kita posisi tengah tentang dunia,” kata Haedar tentang keseimbangan diri manusia dari menjaga nafsu dunianya.
Dalam Al Quran Q:S Albaqarah: 183 menerangkan mengenai tujuan dari puasa, yaitu untuk menjadi makhluk yang bertaqwa. Kata dasar taqwa, tutur Haedar, adalah waqa yang artinya takut. Ini, merupakan rasa takut untuk membatasi diri dari nafsu duniawi.
“Meski ada peluang korupsi, dia tidak melakukannya,” kata Haedar menyoal nafsu duniawi di hadapan para petinggi KPK. Itu, kata dia, karena manusia memiliki hati yang tidak bisa dibohongi dari perbuatan tercela.
Pada dasarnya, ujar Haedar, manusia memiliki dua kecenderungan. Pertama, kecenderunagn manusia untuk bertaqwa. Dan kedua, kecenderungan manusia yang hidup untuk memenuhi kebutuhan duniawinya.
Haedar menuturkan, terjadi paradoks dan disorientasi dari kondisi manusia di zaman modern ini. Karena mereka kehilangan nilai dari kehidupan. “Sehingga manusia modern yang berilmu dan cerdas, dia jadi insan modular,” terang Haedar. Itu, ujarnya, bersumber dari pemenuhan hasrat dan keinginan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari cukup.
Haedar berpendapat bahwa untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan penguncian. Artinya, manusia perlu membatasi dirinya dari keinginan berlebih dan merasa cukup terhadap kondisi yang ada.
“Saya sudah selesai dengan diri saya. Kita kunci posisi kecukupan tentang dunia. Di saat itu, kita masuk pada fase Al Muttaqin,” ujar Haedar tentang menjaga nafsu dunia dan berusaha mengabdi untuk umat.
Reporter: Ilma Aghniatunnisa
Redaktur: Ridlo Abdillah
Tags: Muhammadiyah, Haedar Nashir, Makna, Puasa
Arsip Berita