Muhammadiyah - Persyarikatan Muhammadiyah

Muhammadiyah
.: Home > Berita > Buruknya Etika Elit Politik Coreng Demokrasi Indonesia

Homepage

Buruknya Etika Elit Politik Coreng Demokrasi Indonesia

Sabtu, 10-09-2016
Dibaca: 546

MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANTUL- Rusaknya demokrasi saat ini sangat dipengaruhi oleh etika para elit politik, seperti saat pemilu (pemilihan umum), banyaknya para elit politik yang melakukan money politik sehingga mencoreng demokrasi Indonesia.

 “Rusaknya masyarakat ini bukan masyarakatnya yang sakit, tetapi elitnya yang mengajari. Ada harapan untuk memperbaiki demokrasi, asal ada elitnya yang mengajarkan," ucap Yoyok Riyo Sudibyo, Bupati Batang, Kamis (8/9) dalam acara Masa Ta'aruf Jurusan Ilmu Pemerintahan UMY.

Kembali dilanjutkan Yoyok,  Apalagi ditambah saat ini masyarakat sudah cerdas dalam menilai, bahwa di Indonesia yang bermain dalam demokrasi adalah politik, bukan hukum. "Padahal salah satu dasar di negara kita ini adalah negara hukum. Hal ini menjadikan kepercayaan masyarakat pada pemerintah persentasenya hanya ada di bawah 50 persen," lanjutnya.

Yoyok menyebutkan, tragedi demokrasi di Indonesia saat ini adalah apabila ada yang ingin menjadi pemimpin rakyat, ilmu kepemimpinan tidak penting. Saat ini hanya diperlukan tiga syarat untuk memimpin. Diantaranya yaitu adanya popularitas, elektabilitas, dan uang. “Meskipun saat ini menjadi pemimpin tidak sesuai dengan ilmu yang dimiliki tentang kepemimpinan pemerintah, namun pemimpin harus memiliki sisi kreatif dan inovasi," pungkasnya.

Menurutnya, seorang elit politik yang memimpin rakyatnya harus menjadi guru, bapak, dan juga harus menjadi komandan dengan memberikan punishment dan reward kepada seluruh rakyatnya. “Seorang pemimpin kadang-kadang juga harus menjadi adik. Kalau bener tapi salah yo dibenerke, (kalau benar menurutnya, namun salah menurut rakyat ya harus dibenarkan, red),” tandas bupati yang pernah mendapatkan anugerah antikorupsi pada 5 November 2015 lalu.

Kembali dilanjutkan Yoyok, untuk menjadi seorang pemimpin harus memiliki karakter yang kuat. Serta jangan menjadi pemimpin yang meletakkan kaki di dua kapal yang berbeda. “Karakter dasar manusia selalu minta yang banyak, seperti masih miskin ingin kaya. Seperti yang disarankan oleh teman saya, menjadi pemimpin harus fokus pada satu tujuan saja. Pemimpin tidak bisa sekaligus menjadi pengusaha. Ini karena tanggungjawab seorang pemimpin itu sangatlah berat. Meskipun kata ibu saya, pangkat bupati itu ringan, seringan bulu ayam," tutupnya. (BHP UMY/HV)

Redaktur: Adam

Berita Nasional


Tags: Muhammadiyah, Politik, Pemerintah, Demokrasi, Elit
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: Nasional



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website