Yunahar Ilyas : Syarat Pertama Seorang Pemimpin Adalah Iman yang Diukur dengan Keislaman
Dibaca: 498
MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Pada zaman Umar bin Khatab ada seorang sekretaris yang berasal dari nasrani yang bekerja pada Gubernur Abu Musa Al-Asy’ari. Meski kinerjanya membuat Umar kagum, namun ketika ia tahu bahwa sang sekretaris seorang nasrani maka Umar langsung berkata bahwa Abu Musa Al-Asy’ari telah melanggar Friman Allah seraya membacakan surat Al-Maidah ayat 51.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas, dalam pengajian bulanan PP Muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Jum’at (12/11). Berbicara dalam perspekstif tafsir, Yunahar mengatakan kata Auliya yang terdapat dalam surat Al-Maidah memang banyak artinya. “Bisa berarti teman setia, bisa berarti penolong, bisa berarti pelindung, bisa berarti pemimpin dan juga bisa berarti kekasih”, jelas Yunahar.
Namun berdasarkan kisah diatas jangankan seorang gubernur, akuntan pun Umar tidak membolehkan jika ia seorang nasrani. “Jadi untuk akuntan pun (bukan muslim, red) Umar tidak membolehkan, apalagi jadi gubernur, apalagi presiden,” pungkas Yunahar.
Yunahar juga menyampaikan bahwa syarat pertama seorang pemimpin adalah ia telah beriman, namun iman seseorang tidak dapat diukur kecuali dengan keislaman. Selain itu tidak cukup bergama Islam atau muslim saja, syarat seorang pemimpin lainnya adalah mendirikan shalat.
“Kenapa shalat? Karena minimal seorang muslim itu mendirikan shalat, kalo shalat saja tidak berarti sudah tidak bisa diharapkan lagi dia sebagai seorang muslim”, terang Yun panggilan akrab Yunahar.
Syarat berikutnya lanjut Yunahar, adalah menunaikan zakat yang merupakan simbol dari tiga hal. Satu, untuk membersihkan hati. Dengan demikian orang yang membayar zakat adalah orang yang berhati bersih dari penyakit hati yang berhubungan dengan harta, yaitu tamak atau serakah. “Sebab kalo dia serakah nanti kalo dia jadi pemimpin pasti korupsi,”terang Yunahar.
Kedua, keutamaan dari membayar zakat adalah membersihkan harta. Siapa pun yang akan menjadi pemimpin maka harus dilihat hartanya, jika dia seorang pedagang dia tidak akan menipu dan jika seorang pemimpin maka dia tidak akan korupsi. Ketiga, mengutamakan rakyat kecil. Seorang pemimpin harus membela rakyat kecil.
“Jangan cari pemimpin yang tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” tegas Yunahar.
Berkaitan dengan ucapan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Yunahar menyatakan hal itusudah jelas merupakan sebuah penistaan. "Saya setuju apa yang dirumuskan MUI bahwa itu penistaan terhadap ulama, karena yang menyampaikan Al-Maidah 51 adalah ulama atau bisa juga menistakan Al-Maidah 51, karena tidak bisa Al-Maidah digunakan untuk berbohong,” tutup Yunahar. (adam)
Reporter : Raipan
Tags: muhammadiyah, tafsir, iman, pemimpin
Arsip Berita