Jum'at, 19 April 2024

Kajian Hadits

Menelisik Keabsahan Dalil Shalat Arba’in

 

Mukhlis Rahmanto

Alumni Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah tahun 2003, pernah aktif di Pimpinan Cabang Istemewa Muhammadiyah Kairo

 

Salah satu fenomena yang menarik untuk dicermati ketika para jamaah haji mendapat kesempatan mengunjungi Madinah- kota Nabi saw, adalah semangat berapi-api mereka untuk mengejar arba'in, yaitu istilah untuk pelaksanakan shalat di Masjid Nabawi dengan durasi 40 (kali) tanpa putus. Jadi, dengan melaksanakan 40 kali shalat fardlu berjamaah sehari semalam (butub 8 hari) dan dengan pahala yang dilipatgandakan untuk setiap shalatnya 1000, maka seseorang akan mendapatkan pahala sebesar 40.000. Se ain itu, jaminan terbebas dari api neraka dan kemunafikan juga menanti. Sebuah   kesempatan emas yang sayang jika lewat  begitu saja.

Tapi apakah ini disyariatkan dengan  berlandaskan dalil yang ternilai magbu   diterima)? Tampaknya diperlukan adanya  penelisikan lebih lanjut.

                 Faktor lain adalah adanya teks dari kitab-kitab fiqih modern (mu'ashir) yang  memberikan keterangan tentang pelaksanaan shalat ini sekaligus pencantuman sebuah dalil khusus dari Hadits Nabi saw. Hal itu dapat kita lihat di antaranya dalam Wahbah Zuhaili (al-Figh al-lslamiy wa Adillatuh, 2002, 3: 334; Sayyid Sabiq (Figh Sunnah, 2000: 1:646); dan Abu Bakar Al- Jazairi (Minhajul-Muslim, 2005: 336). Namun sayang, dalil Hadits terkait yang dicantumkan dalam kitab-kitab tersebut tanpa  disertai keterangan tentang validitasnya.

Selain itu, mengunjungi (ziarah) kota Nabi saw yang penuh dengan keutamaan adalah kesempatan langka bagi seorang Muslim, di mana tidak setiap Muslim mendapatinya. Sebuah Hadits Nabi saw tentang salah satu keutamaan kota ini:

Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw  bersabda "Janganlah bersengaja melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah)kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil-Haram. masjid Rasulullah shallallahu'alaihiwa sallam (masjid Nabawi), dan Masjidil  Aqsha."(HR Bukhari: 1171).

 Keutamaan lain adalah mengenal shalat di masjid Nabi yang terekam dalam Hadits berikut:

  Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw bersabda "Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid lainnya selain Masjidil-Haram." (HR Bukhari).

Takhrij Hadits

 Dengan latar belakang di atas, maka tulisan singkat ini mencoba menelisik tentang seluk beluk Hadits-Hadits (takhrij)shalat arba'in yang sering menjadi sandaran pelaksanaannya.

Para pengamal arba'in, mendasarkankegiatannya tersebut pada sebuah Hadits(A) berikut:

 Telah menceritakan pada kami Hakam bin Musa, berkata Abu Abdurrahman Abdullah: Aku mendengar dari Hakam bin Musa (dimana) telah menceritakan pada kami Abdurrahman bin Abi ar-Rijai dari Nubaith bin Umar dari Anas bin Malik dan Nabi saw bahwasannya beljau bersabda:  Barangsiapa melaksanakan shalat (sebanyak) 40 kali shalat di masjidku (dengan) tidak tertinggal satu pun, dicatat baginya terhindardariapineraka,selamat dari siksa, dan terhindar dari kemunafikan ( H R. Ahmad dan Thabrani)

 Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad daiam Musnad (3/155) dan Thabrani daiam Mu'jam Al-Ausath(5576) dengan jalur dari Abdurrahman bin Abi Al-Rijal dari Nubaith bin Umar dariAnas bin Malik secara marfu' (sampai ke Nabi saw). Setelah mencantumkan Hadits tersebut.Thabrani berkomentar: "Tidak ada yang menwayatkan dari Anas kecuali Nubaith, dan Abdurrahman bin AbiAr-Rijal pun sendiHan meriwayatkan dari Nubaith". Al-Mundzin dalam al-Targhib wa ai-Tarhib (1832; dan Al-Haitsami dalam Majma ai-Zawa/d (5878), setelah mencantumkan Hacits ini, keduanya berkomentar menguatxan jalur perawinya, sebagaimana tercantum dalam Musnad Ahmad dan Mu jam Al-Ausath di   atas. Juga menyebut. canwa Tirmidzimeriwayatkan sebagiannya.

 Masaiah yang d;perdebatkan dalam jalur sanadnya adalat adanya seorang rawi bernama Nubaith bin Umar.yang ternilai majhul(tidak diketahui keacaannya), di mana hanya Al-Mundziri danAl-Haitsami yangmenguatkannya dengan mendasarkan pada penilaian Ibnu Hibban dalam Al-Tsigat (5/483). Namun, di kalangan kritikus Hadits, Ibnu Hibban dikenal sebagai kritikus yang dimasukkan dalam tipologi mutasahil (mudah mengangkat derajat penilaian terhadap rawi yang majhul). Pun dalam kitab-kitab biografi para rawi, tidak akan kita temukan data rawi ini. Matan (isi Hadits) yang diriwayatkannya juga berbeda sendiri dengan apa yang diriwayatkan oleh para perawi lain dari Anas bin Malik ra. Maka dalam kajian kritik Hadits, keadaan rawi demikian disebut dengan majhul'ain (tidak diketahui data pribadinya sedikitpun).Sementara itu, kritikus Hadits modem, Nashirudin Al-Albani dalam Silsilah Al-Dhai'fah(364)dan Dha'if Al-Targhib(755),mengomentari Hadits di atas dengan munkar (informasi Hadits hanya dari satu jalur).

 Ketika Hadits pertama sudah diketahui validitasnya dan tentu tidak dapat menjadi sandaran, akan tapi para pengamal arba'in mengaitkannya pada Hadits lain (B) yaitu

 Telah menceritakan pada kami Uqbah bin Mukram dan Nashr bin Ali: Telah menceritakan pada kami Salam bin Qutaibah dari Tu'mah bin Amru dari Habib bin Abi Tsabit dari Anas bin Malik berkata: bersabda Rasulullah: "Siapa mengerjakan  shalat dengan ikhlas karena Allah selama empat puluh han berjamaah dengan mendapatkan takbiratul ihram, dicatat untuknya dua kebebasan, yaitu bebas dari neraka dan bebas dari kemunafikan." (H R.Tirmidzi)

 Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya (239), Ibnu Majah dalam  Sunan-nya (1: 797) serta Bahsyal dalam Tarikh Wasith (36, 40). Riwayat Tirmidzi ternilai shahlh sebab mempunyai beberapa jalur yang mendukung dan menguatkannya (syawahid). Riwayat Ibnu Majah ternilai hasan karena dikait-kuatkan dengan riwayat Tirmidzi, terutama untuk jalur riwayatnya. Riwayat Bahsyal ternilai shahih karena dikuatkan dengan jalur lain dari Umar bin Khatab ra. Maka riwayat ini de ngan pendukungnya adalah maqbul(dapat diterima). Selain dari Anas bin Malik ra, Hadits inijuga diriwayatkan oleh Abu Kuhail dan Umar bin Khatab ra. Dari jalur Anas bin Malik ra sendiri, terdapat tiga perawiyang meriwayatkan darinya, yaitu: Habib bin Abi Tsabit; Hamid al-Thawil, dan Nubaith bin Umar.

Dari sini kita bisa mempetakan dua riwayat Hadits di atas, yaitu A dan B, yang sama-sama diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra, baik dari kaitan segi  jalur dan matannya. Maka sebenamya Hadits A adalah satu dari ragam jalur dari Anas bin Malik ra. Riwayat A, hemat penulis ternilai dhalf(lemah) dikarenakan terdapat seorang rawi majhulbernama Nubaith bin Umar dalamjalur sanadnya. Selain itu, riwayat ini terasa asing dan menyalahi riwayat-riwayat semacamnya dari Anas, dengan indikator adanya tambahan matan (isi) yang diberikannya. Maka wajar, Al-Albanimenilainya munkar.

Pahala dan Keridhaan Allah SwT

Memahami Hadits yang sepintas terkandung busyra (kabar gembira) yang begitu menjanjikan memang perlu dicermati. Karena salah satu faktor kemunculan dan indikasi sebuah Hadits palsu (maudha') adalah berlebih-lebihan dalam hal keutamaan suatu amalan dan pahala yang didapatnya. Para komentator Hadits, seperti Al-Mubarakfuri memahami Hadits di atas dengan mengatakan, bahwa kebanyakannya mengarah pada anjuran agar setiap Muslim senantiasa berusaha menggiatkan shalat jamaah, dengan salah satu indikatornya adalah mendapati takbiratulihram bersama imam. Mendapatkan ganjaran berupa terhindar dari api neraka dan kemunafikan, dimaksudkan bahwa kita akan dihindarkan di dunia ini dari sifat-ciri beramalnya kaum munafik, seperti rasa malas dalam menunaikan shalat, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya:

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka bordiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah, kecuali sedikit sekali." (Qs. An-Nisa: 142)

Sedang di akhirat nanti Allah akan menyelamatkan dari berbagai amal yang menyebabkan orang munafik disiksa Allah. Dan Allah akan menjadi saksi, bahwa dia bukanlah seorang munafik. Maka barang siapa yang menjaga shalat jamaahnya di masjid mana pun, baik di Makkah, Madinah, Jakarta, Medan, Paris, atau di Tokyo dan belahan bumi mana pun, hingga dapat mempertahankannya selama empat puluh hari, maka ia akan mendapatkan balasan dari Allah berupa terhindar dari api neraka dan kemunafikan (hipokrit).

Ziarah (mengunjungi) kota Nabi saw (al-Haram al-Madani) memang disyariat- kan sebagaimana tersebut dalam Hadits pertama di atas, akan tetapi tidak dibatasi dengan waktu tertentu, harus delapan sampai sepuluh hari misalnya.

Mendudukkan ibadah shalat diniatkan untuk mencari pahala tidaklah tepat, salah    satu dari tujuan shalat adalah untuk mengingat Allah dan mencari keridlaan-Nya sebagaimana dalam firman-firman Allah yang artinya:

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan

"Katakanlah: sesungguhnya sembah angku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (Os. Al-An'am: 162).

         Wallahu a'lam bi al-Shawwab.

Menu Terkait