Kamis, 25 April 2024
Home/ Berita/ Persoalan Petani yang Tidak Kunjung Selesai itu Jadi Urusan Muhammadiyah

Persoalan Petani yang Tidak Kunjung Selesai itu Jadi Urusan Muhammadiyah

MUHAMMADIYAH.ID, MAGELANG-- Sektor pertanian telah membuktikan keandalannya sebagai penopang ekonomi di masa pandemic. Saat ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 5,3 persen, pertanian menjadi satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan 2,19 (year to year).
 
Meski berperan sebagai tulang punggung sektor pertanian, kesejahteraan petani terbilang masih jauh dari yang diharapkan. Kesejahteraan petani menjadi persoalan menahun yang seolah tanpa ujung. Masih banyak tantangan di sektor pertanian yang harus dihadapi, diantaranya memastikan ketersediaan pangan nasional masyarakat, utamanya di masa pandemi dan memperkuat cadangan pangan nasional.
 
Selain itu juga bagaimana meningkatkan kesejahteraan petani dan regenerasi pelaku usaha sektor pertanian. M. Nurul Yamin, ketua MPM PP Muhammadiyah menyebut, dalam penyelesaian masalah petani diperlukan gerakan secara berjama’ah atau berjejaring.
 
Petani, menurutnya, sebagai soko guru ekonomi negara agraris khususnya di Indonesia, posisinya masih memprihatinkan. Pasalnya, persoalan yang dihadapi oleh petani Indonesia sudah terjadi menahun, namun tak kunjung selesai. Sehingga kesejahteraan petani selalu berada di bawah rata-rata dari matapencaharian lain di Indonesia.
 
Bagi petani Indonesia yang menjadi persoalan diantaranya adalah semakin menyempitnya lahan. Kalau pun ada yang memiliki lahan luas, bisa dipastikan lahan tersebut dimiliki oleh korporasi besar. Sementara, masyarakat yang mengandalkan penghasilannya dari bertani saat ini jarang ditemui yang memiliki lahan luas, mereka biasa disebut sebagai ‘petani gurem’.
 
“Kalau pun toh ada yang luas dikuasai siapa sebenarnya pemiliknya dan siapa yang menikmati keuntungan atau hasil dari petani. Apakah sebenarnya orang lain yang menikmati,” imbuh Yamin
 
Selain persoalan lahan, yang dihadapi pertanian Indonesia saat ini adalah petani Indonesia saat ini diisi oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang melewati usia produktif. Saat ini, pekerjaan petani di mata milenial dianggap tidak menarik. Namun akhir-akhir ini peminat di fakultas pertanian mulai menaik.
 
“Tetapi problem utama dilapangan masih petani-petani yang usianya lanjut,” imbuhnya
 
Persoalan ketiga adalah monopoli dagang, di mana saat musim tanam fixed cost dan variable cost yang tinggi, namun saat panen harga hasil produksi pertanian anjlok. Menurut Yamin, anjloknya harga pasca panen bisa disebabkan oleh dua faktor meliputi kualitas berkurang atau kuantitas yang berkurang.
 
“oleh karena itu MPM konsisten sejak awal, bagaimana menjadikan salah satu strategi dalam pemberdayaannya itu adalah mengambil petani,” ucap Yamin.
 
Melihat realitas yang ada, setidaknya ada 2 strategi utama untuk penyelesaian persoalan tersebut. Pertama, pada sisi produksi yang melibatkan petani dan proses peertaniannya atau on farming nya. Dalam proses on farming nya terdapat fokus pembenahan yakni terkait metode atau cara tanam dan perawatan tanam.
 
“Cuman persoalannya memang, kenapa sejak beberapa dekade ini nasib petani di sektor produksi itu begitu tertekan. Masalahnya apa diawetkan tertekannya atau tidak bisa keluar dari ketertekanan itu,” jelas Yamin
 
Strategi kedua adalah di kelembagaan petani, sehingga dibentuknya Jama’ah Tani Muhammadiyah (JATAM). Kelembagaan petani menjadi strategi untuk penyelesaian persoalan petani menjadi niscaya, karena melihat peta keadaan petani Indonesia yang mayoritas adalah petani gurem.
 
Strategi kelembagaan menurut Yamin adalah strategi untuk meningkatkan bargaining petani. Maka dengan berjama’ah kekuatan petani tersebut bisa diakumulasi menjadi besar. Setelah berlembaga, petani akan memiliki jaringan untuk membuka pasar sebagai tahap out farm atau pasca panen sebagai kanal pasar penjualan produk pertanian.
 
“Yang paling bisa dilakukan di level awal adalah berjejaring dengan membangun semangat solidaritas," tegasnya.
 
Semangat membangun solidaritas menurut Yamin bisa dilakukan ke dalam internal keluarga persyarikatan, dan keluar dengan eksternal pihak luar yang concern terhadap dunia pertanian. Untuk menyelesaikan persoalan pertanian, harus dilakukan secara berimbang yakni pada sektor produksi dan pasar.
 
“Kuncinya adalah apakah teman-teman nanti para petani dan penggiat pemberdayaan siap berjama’ah. Karena menjama’ahkannya saja satu proses yang tidak sederhana, butuh tahapan yang panjang,” pungkas Yamin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *