Kamis, 25 April 2024

Timeline Muhammadiyah

Tahun 1921 - 1930
 
1921
·    Terbentuk cabang baru di luar residensi Yogyakarta yaitu di Blora (27 November), Surabaya (27 November), dan Kepanjen (21 Desember).
·    7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendi­rikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda (2 September 1921).
·    Pendirian sekolah guru Muhammadiyah yang sederajad dengan Kweekschool milik pemerintah. Nama sekolah itu Pondok Muhammadiyah.
·    Sejak tahun ini, jasa besar Fakhruddin adalah keberhasilannya dalam merintis Majalah Soeara Moehammadijah untuk dijadikan sebagai majalah resminya Hoofdbestuur Muhammadiyah di bawah naungan Bagian Pustaka. Selain itu, dia juga berjasa dalam merintis pendirian Percetakan Persatuan sebagai percetakan milik Muham­madiyah. Melalui percetakan itulah kemudian publikasi gerakan Muhammadiyah dalam bentuk majalah, berita tahunan, almanak dan buku-buku diterbitkan dan disebarluaskan ke daerah-daerah.
·    Fakhruddin pergi ke tanah suci Makkah. Ada dua hal yang dikerjakannya, yaitu melaksanakan ibadah haji dan menjalankan tugas yang diberikan Hoofdbesttur Muhammadiyah untuk menyelidiki sistem perjalanan jamaah haji Indonesia guna diperbaiki. Missi itu dijalankan karena kondisi sistem perjalanan jamaah haji Indonesia yang berlaku saat itu sangat jelek dan merugikan umat Islam Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya itu, dia berkesempatan menghadap Raja Syarif Husein untuk membicarakan perbaikan sistem perjalanan jamaah haji Indonesia dan sekaligus memper­kenalkan gerakan Muhammadiyah. Bahkan ia juga berperan besar dalam perintisan pembentukan Persaoedaraan Djamaah Hadji Indonesia (PDHI).
·    Algemeene Vergadering X di Yogyakarta.
 
1922
·    12 April. Dibentuk Bagian Aisyiyah atau Muhammadiyah Istri yang bertanggung jawab dalam kegiatan khusus kaum wanita.
·    Jaavergadering XI Muhammadiyah di Yogyakarta.
·    Pada bulan Oktober, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Surkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya, “Muhammadiyah berusaha/bercita-cita mengang­kat agama Islam dari keadaan terbelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur’an dan Hadis. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir”.
·    Kegelisahan pikiran Sutan Mansur yang selalu menginginkan perubahan dan pembaharuan ajaran Islam menemukan pilihan aktivitasnya, ketika ia berinteraksi dengan Ahmad Dahlan yang sering datang ke Pekalongan untuk bertabligh. Dari interaksi itu, akhirnya ia tertarik untuk bergabung dengan Persyarikatan Muhammadiyah (1922), dan mendirikan Perkumpulan Nurul Islam di Pekalongan bersama para pedagang dari Maninjau yang telah masuk Muhammadiyah. Ia menemukan Islam dalam Muhammadiyah tidak hanya sebagai ilmu semata dengan mengetahui dan menguasai seluk-beluk hukum Islam secara detail sebagaimana yang terjadi di Minangkabau, tetapi ada upaya nyata untuk mengamalkannya. Ia begitu terkesan ketika anggota-anggota Muhammadiyah menyembelih qurban seusai menunaikan Shalat Iedul Adha dan membagi-bagikannya pada fakir miskin.
·    Pendirian sekolah dasar yaitu Sekolah Angka 1 dengan nama HIS Met de Qur’an.
·    Nama besar Fakhruddin ternyata tercatat di berbagai peristiwa besar di negeri ini. Ketika diadakan Konggres al-Islam Hindia I di Cirebon tahun 1922, dia diangkat menjadi Commite Pengusaha Pendiri Majlis Al-Islam Hindia.
 
 
1923
·    23 Februari /7 Rajab 1340 K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia.
·    Perkoempoelan Tahoenan XII Muhammadiyah di Yogyakarta.
·    Kweekschool Muhammadijah dipecah menjadi Mu’allimin dan Mu’allimat.
·    Perkoempoelan Tahoenan (kemudian menjadi Congres) Muhammadiyah di Jogjakarta memilih K.H. Ibrahim sebagai Ketua Pengurus Besar. Beliau menjabat sampai Congress ke-23 di Jogjakarta tahun 1934. K.H. Ibrahim berhasil mendorong berdirinya Koperasi Adz-Dzakirat.
·    Pendirian rumah sakit pertama di Yogyakarta kemudian diikuti pendirian rumah sakit di Bandung, Sepanjang, Surabaya, Ujungpandang (Makassar), Semarang, dan Banjarmasin.
 
1924
·    K.H. Ibrahim mendirikan Fonds Dachlan yang bertujuan membiayai sekolah untuk anak-anak miskin.
·    Berdirinya Panti Asuhan pertama.
·    Kongres XIII Muhammadiyah di Yogyakarta.
 
1925
·    K.H. Ibrahim juga mengadakan khitanan massal. Di samping itu, ia juga mengadakan perbaikan badan perkawinan untuk menjodohkan putra-putri keluarga Muhammadiyah. Dakwah Muham­madiyah juga secara gencar disebar­luaskan ke luar Jawa
·    Percetakan Persatuan mulai dapat beroperasi.
·    Rapat Besar Tahunan XIV di Yogyakarta.
·    Berdirinya rumah miskin pertama.
·    Fakhruddin menggerakkan pawai ummat Islam untuk memprotes kebijakan residen Yogyakarta yang terlalu menganakemaskan misi dan zending Kristen. Efeknya, ummat Islam sadar akan jatidirinya sebagai golongan yang mayoritas.
 
1925
·    Terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dengan orang-orang komunis di Ranah Minang pada akhir 1925. Sutan Mansur diutus Hoofdbestuur Muhammadiyah untuk memimpin dan menata Muhammadiyah yang mulai tumbuh dan bergeliat di Minangkabau.
 
1926
·    Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya,
·    Haji Soedjak membentuk Bagian Penolong Haji.
·    Berangkatnya Mas Mansur dan H.O.S. Tjokro­aminoto ke Arab sebagai utusan Hindia
·    Kiprah politik Fakhruddin melalui SI hanya dapat bertahan sampai tahun 1926, karena adanya kemelut di kalangan anggota SI yang kemudian mengeluarkan peraturan disiplin partai, yaitu pelarangan rangkap keanggotaan bagi anggota SI. Berkaitan dengan peraturan tersebut, Fakhruddin memilih untuk tetap di Muhammadiyah. Fakhruddin juga dikenal sebagai seorang demonstran yang cukup terkenal. Bersama-sama dengan Suryopranoto (yang dikenal dengan sebutan stakings koning atau raja pemogokan), dia pernah menggerakkan demonstrasi buruh perkebunan tebu untuk menuntut hak, kehormatan, dan upah yang wajar. Oleh karenanya, ia pernah dituntut di pengadilan dengan dikenai denda 300 Gulden.
·    Fakhruddin juga dipilih oleh Konggres al-Islam Hindia dan Commite Chilafat sebagai utusan untuk datang ke Konggres Chilafat di Mesir. Oleh karena Konggres Chilafat tersebut ditunda, dia tidak jadi berangkat.
·    Terbentuknya Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah (GKPM) di Malang dan Garut.
·    Antara 1926-1929 Muhammadiyah mulai dikenal luas di luar pulau Jawa.
 
1927
·    Sutan Mansur bersama Fakhruddin melakukan tabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh.
·    Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan
 
1928
·    Fakhruddin meninggal dalam usia muda, sekitar 39 tahun, tanggal 28 Februari 1929.
·    Muhammadiyah mengirim putra-putri lulusan sekolah-sekolah Muhammadiyah (Mu‘allimin, Mu‘allimat, Tabligh School, Normaalschool) ke seluruh pelosok tanah air, yang kemudian di kenal dengan ‘anak panah Muhammadiyah’ (AR Fachruddin, 1991).

·    Pada Kongres Muhammadiyah ke-17 di Jogjakarta yaitu pada masa kepemimpinan K.H. Ibrahim, Muhammadiyah mendirikan Uitgeefster My, yaitu badan usaha penerbit buku-buku sekolah Muhammadiyah yang bernanung di bawah Majelis Taman Pustaka. Pada waktu itu pula terjadi penurunan gambar Ahmad Dahlan karena pada saat itu ada gejala mengkultuskan beliau.
·    Sutan Mansur berada di barisan depan dalam menentang upaya pemerintah Belanda menjalankan peraturan Guru Ordonansi yaitu guru-guru agama Islam dilarang mengajar sebelum mendapat surat izin mengajar dari Pemerintah Belanda. Peraturan ini dalam pandangan Sutan Mansur akan melenyapkan kemerdekaan menyiarkan agama dan pemerintah Belanda akan berkuasa sepenuhnya dengan memakai ulama-ulama yang tidak mempunyai pendirian hidup. Sikap yang sama juga ia perlihatkan ketika Jepang berikhtiar agar murid-murid tidak berpuasa dan bermaksud menghalangi pelaksanaan shalat dengan mengadakan pertemuan di waktu menjelang maghrib.
 
1929
·    Kongres Muhammadiyah ke-18 di Surakarta.
·    Sutan Mansur berhasil mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di Banjarmasin, Kuala Kapuas, Mendawai, dan Amuntai.
 
1930
·    Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi (14-26 Maret 1930). Kongres ini memutuskan bahwa di setiap karesidenan harus ada wakil HB Muham­madiyah yang dinamakan Konsul Muhammadiyah.
·               Berdirinya Muhammadiyah cabang Merauke.

Menu Terkait