Minggu, 19 Mei 2024

9 Perempuan ‘Kartini’

Oleh : IMMawan Baikuni Al-shafa (Kabid. Hikmah PC IMM Malang Raya)

 

Negeri ini kembali dipertontonkan dengan peristiwa yang memilukan, sangat memilukan setiap mata yang terbelalak melihat pusparagam kesengsaraan rakyat, mulai peristiwa penggusuran perkampungan di Jakarta beberapa pekan ini, reklamasi di daerah seperti teluk jakarta dan teluk benoa (Bali), penggusuran perkampungan dibeberapa tempat, perampasan tanah yang semakin menjalar dibelahan nusantara.

Masihkah kita pongah terhadap gerakan kita, dan tidak mampu menentukan sikap untuk membaca arah keberpihakan kita atas persoalan yang nyata- nyata ada di lototan mata kita, yang tak cukup hanya ada diruang nalar. Hal itu takpikir tidak cukup hanya ada dalam forum diskusi dan ruang-ruang kelas bagi mahasiswa.

Apa yang akan dibanggakan identitas kita sebagai pemuda dan mahasiswa yang mengaku intelektual. Jika rakyat yang terintegral dalam sektor pokok oleh gerakan 9 Perempuan (Kartini) Gunung kendeng, Blora, Pati, Grobokan Jawa Tengah, minggu lalu (12 april 2016) mampu melakukan resistensi dalam bahasa lain melawan terhadap penguasa kapital. Disaat pemerintah hanya sibuk dengan siasah politik hukumnya, dengan membuat perda- perda yang mempermudah perampasan alat produksi rakyat berupa tanah.

Tanah yang selama ini sebagai pertahanan hidup dan ketahan pangan bagi rakyat, semakin hari semakin tergerus ketangan tangan rakus penghisap rakyat, dengan beragam dalil dalil kesejahteraan, namun nyatanya semakin memperparah krisis pangan dalam negeri.

Persoalan yang kerap kita hadapi dalam setiap metode perjuangan yang muncul kepermukaan, kiranya perlu direfleksikan bersama secara hati- hati, atas metode gerakan yang tempo hari menyebut dirinya 9 Perempuan Kartini 2016.

Satu hal yang perlu kita ingat, setiap gerakan yang dilandasi atas kebuntuan, akan mengarah kepada pengkaburan makna tujuan, dan kebiasaan akan esensi perjuangan.

Mungkin kita masih ingat saudara kita yang bernama Sondak Situgalu yang membakar dirinya didepan istana, bisa kita simpulkan tidak ada hasil kongkrit, kecuali hanya simpatik dan iba dari rakyat. Satu hal lagi aktivis terbaik kita dari luapan buruh, Sebastian namanya, dengan memaksa nyawa yang sangat berharga dalam perjuangan progresif-revolusioner, memilih mengahiri hidupnya. Atas ketidak mampuannya menahan perih dina hina penderitaan yang dirasakan oleh dirinya, dan rakyat yang semakin hari jatuh dalam kubangan kemiskinan.

Cukupkah kita menanyakan naluri penguasa, sesering mungkin muncul dari penjuru negeri, dengan kalimat narasi yang beragam rupa pertanyaan, ''dimanakah kalian penguasa negeri yang duduk sebagai wakil rakyat'', dengan kedudukannya mengaku mampu menuntun kedaulatan ekonomi negeri. Namun selama pergantian rezim hingga 7 kali silih berganti nama kepala negara, yang dimulai sejak kemerdekaan hingga kini (rezim Jokowi-JK) nyatanya berkata lain, Negara tak pernah berpihak kepada rakyat buruh dan tani.

Keberpihakan mereka hanya kepada penguasa kapital, sebagai pengendali ekonomi politik negeri ini, melalui aturan-aturan yang tersusun dengan rapi, dimana tidak memungkinkan bagi buruh dan buruh tani cukup waktu untuk mengkaji maksut dan tujuannya (itupun jika mampu dan mengetahui akses informasi).

Selagi sistem yang dijalankan, terus berjalan selaras dengan yang teragendakan atas seruan lembaga- lemba Kapitalis berupa WTO, yang semakin meliberalisasi kesegala sektor pokok prekonomian di negeri ini, hanya akan mentok pada pemberitaan dengan ragam ulasan kesejahteraan segelintir manusia yang penuh kepentingan modal.

Kita harus paham dan menyadari secara tajam, bahwa persoalan ekonomi politik tidak bisa dilandaskan terhadap moralitas dan iba sebagi dasar perjuangan rakyat, karena para pengendali ekonomi dan birokrasi hanya tau bagaimana kekuatan ekonomi terus mampu terakumulasi dengan apik, dan rakyat tak mampu menyadari jika produk aturan yang dibuatnya hanya untuk penguasaan modal yang selalu menghisap nilai lebih.

Gerakan tersebut tentunya kita paham dan mudah ternalarkan kemana arah harapannya, mereka berharap bisa membuka mata Jokowi, untuk segera menyelesaikan konflik antara petani dan pengusaha.

Seperti beberapa ragam sumber media, bisa dikroscek ulasan arah gerakan tersebut "Tuntutannya agar Presiden bisa menyelesaikan masalah di Gunung Kendeng dan konflik agraria lainnya, yang terancam karena akan didirikan pabrik semen. Mengharap tak mau ada pabrik semen. Yang dianggap mereka sesuai Nawacita, yang katanya mendukung pertanian'', semua akan bernisbat penolakan.

Namun nyatanya apa yang didapat, tak lebih dari rasa kasian, dan hanyalah tebaran simpatik rakyat yang diperoleh. Dimana pasti tak bebas nilai, kenyataan berkata lain dengan adanya panggung gratisan bagi penguasa, untuk berumbar janji penyelesaian dan keberpihakan, yang ada tak lebih dari kepentingan cukong intelektual dangan lembaga-lembaga yang mengatas namakan kesengsaraan rakyat.

Bukan tujuannya yang menjadi sorotan utama bagi saya, akan tetapi metode dari perjuangan tersebut, tak lebih hanya akan mendapatkan iba belas kasian. Karena tidak akan mungkin perjuangan ini akan menuai hasil revolusioner, jika hanya dilandaskan pada berbelas kasian. Karena kontradiksi penghisapan akan terus berjalan, senyata mungkin bisa kita gali dengan tajam melalui nalar ilmiah yang kita punya.

Perjuangan pun tidak bisa kita pisahkan dengan peran perempuan yang sadar atas penghisapan selama ini seperti banyak yang dilakukan oleh perempuan- perempuan di Pati dengan menduduki lahan pertaniannya (mendirikan camp-camp central pendirian semen). Karena perempuan yang di ibaratkan oleh RA. Kartini dalam buku yang diterbitkan pada tahun 1922, dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Tetap mendudukkan peran central perempuan dalam berjuang.

Habis gelap terlebitlah terang, namun tidak bisa serampangan dalam memaknainya, karena jika kita tetap pongah akan kedudukan ''kelas dan arah ideologi'' yang tak kunjung nyata atas keberpihakan nya, akan tidak mustahil mengarah pada peristiwa pembakaran hutan dan pengalihan lahan, ibarat ''Habis asap terbitlah Semen'' yang setiap tahunnya menjadi agenda penguasaan pemburu rente...!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *