Menjawab Salam Sesama Muslim
1. Menjawab Salam adalah kewajiban
Menjawab salam adalah kewajiban bagi orang yang mendapatkan ucapan salam. Menerima salam balik menjadi hak orang yang telah memberikan ucapan salam. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berikut:
عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ
“Dari al-Awza’iy berkata, telah mengabarkan kepada saya Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepada saya Sa’id bin al-Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendo’akan orang yang bersin”.[10]
Kewajiban menjawab salam akan berakibat kepada si pemberi salam. Dalam hal ini, pemberi akan mendapatkan salam yang sama sesuai dengan apa yang ia berikan. Tata-cara salam yang mengedepankan hak salam atas orang lain pun akan menempatkan kita pada posisi memberi kemanfaatan baginya. Dengan demikian, kita didorong menjadi manusia terbaik, sebab sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.
Apabila terdapat sekelompok orang, cukuplah salah satu di antaranya yang memberi atau menjawab salam. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “cukuplah salah seorang dari kelompok yang lewat memberikan salam, dan salah seorang dari orang-orang yang duduk menjawabnya”.[11]
2. Menjawab salam dengan yang lebih baik
Menjawab salam dengan yang lebih baik didasarkan firman Allah sebagai berikut: “apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).[12]
Keadaan-keadaan Khusus Tidak Menjawab Salam
a. Saat Melaksanakan Shalat
Tidak menjawab salam tatkala melaksanakan shalat didasarkan pada hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنْتُ أُسَلِّمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَرُدُّ عَلَيَّ فَلَمَّا رَجَعْنَا سَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ وَقَالَ إِنَّ فِي الصَّلَاةِ لَشُغْلًا
Artinya: “Dari ‘Abdullah r.a. berkata: Aku pernah memberi salam kepada Nabi SAW ketika Beliau sedang shalat, maka Beliau membalas salamku. Ketika kami kembali (dari negeri an-Najasyi), aku memberi salam kembali kepada Beliau, namun Beliau tidak membalas salamku. Kemudian Beliau berkata: Sesungguhnya dalam shalat terdapat kesibukan”.[13]
Dalam hadits lain, dari Jabir bin ‘Abdullah r.a. berkata; Rasulullah SAW mengutusku untuk menyelesaikan keperluan Beliau. Maka aku berangkat, kemudian kembali setelah menuntaskan tugasku itu, lalu aku menemui Nabi SAW. Aku memberi salam kepada Beliau, namun Beliau tidak membalas salamku. Kejadian itu menimbulkan kegusaran dalam hatiku yang hanya Allah sajalah yang lebih mengetahuinya. Kemudian aku berkata dalam hatiku, barangkali Rasulullah SAW menganggap aku terlambat menunaikan tugas dari Beliau. Kemudian aku memberi salam kembali, dan lagi-lagi Beliau tidak membalasnya. Timbul lagi kegusaran dalam hatiku yang lebih besar dari yang pertama. Kemudian aku memberi salam lagi, lalu Beliau membalasnya seraya berkata: “Sesungguhnya yang menghalangiku buat menjawab salammu adalah karena Aku sedang melaksanakan shalat”. Saat itu, Beliau sedang berada di atas hewan tunggangannya yang tidak menghadap ke arah kiblat.
b. Ketika Buang Hajat
Tidak menjawab salam ketika sedang buang hajat didasarkan pada hadits berikut:
عَنْ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ أَنَّهُ سَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ فَلَمَّا تَوَضَّأَ رَدَّ عَلَيْهِ
Artinya: “Dari al-Muhajir bin Qunfudz, ia pernah memberi salam kepada Rasulullah SAW ketika ia sedang buang air kecil, dan Rasulullah SAW tidak membalas salamnya. Setelah berwudlu, Beliau membalas salamnya”.[14]
Dalam hadits lain, dari Jabir bin Abdullah berkata: “Seorang laki-laki melewati Nabi SAW, kemudian ia mengucapkan salam ketika Beliau sedang kencing”. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Apabila kamu melihatku dalam kondisi seperti ini, maka jangan memberi salam kepadaku. Karena sesungguhnya jika kamu melakukannya, maka aku tidak akan membalasnya”.[15]
c. Menjawab Salam Ahli Kitab
Apabila mendapat salam dari Ahli Kitab, maka jawaban kita adalah: وَعَلَيْكُمْ
)Demikian juga atas kalian). Jawaban tersebut didasarkan atas pertanyaan para sahabat kepada Nabi SAW dalam hadits berikut:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يُسَلِّمُونَ عَلَيْنَا فَكَيْفَ نَرُدُّ عَلَيْهِمْ قَالَ قُولُوا وَعَلَيْكُمْ
Artinya: “Para sahabat Nabi SAW bertanya kepada Beliau: Sesungguhnya Ahli Kitab memberi salam kepada kami, bagaimana kami menjawabnya? Jawab Beliau: Ucapkan: Wa’alaikum”.[16]
Dalam hadits lain, yang juga dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jika Ahli Kitab memberi salam kepada kalian, maka jawablah, Wa’alaikum”.[17] Salam orang Yahudi yang biasanya bukanlah salam keselamatan, karena itu perlu dijawab dengan: عَلَيْكَ(demikian juga atasmu). Jawaban ini didasarkan pada hadits Nabi sebagai berikut:
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْيَهُودَ إِذَا سَلَّمُوا فَإِنَّمَا تَقُولُ السَّامُ عَلَيْكَ فَقُلْ عَلَيْكَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ مَالِكٍ عَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ مِثْلَهُ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Dinar ia berkata: Aku mendengar Ibnu Umar ia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: Jika orang Yahudi memberi salam, sesungguhnya ia mengucapkan, ‘Assamu ‘Alaikum (semoga kecelakaan atas kalian), maka katakanlah, ‘Alaika (atasmu pula). Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar dari Nabi SAW seperti itu”.[18]
Dalam hadits lain, yang diriwayatkan Ahmad dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda: “Jika orang-orang Yahudi memberi salam kepada kalian dengan mengatakan, Assaamu Alaikum (kecelakaanlah atas kalian), maka katakanlah, Wa Alaika (dan untuk kalian).”[19]
Fadhilah Salam
Salam dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan salam-salam lain yang telah menjadi tradisi ucapan umat manusia di dunia, seperti: selamat pagi, selamat siang, dan selamat malam pada masyarakat Indonesia; atau good morning, good afternoon, dan good night pada tradisi masyarakat yang berbahasa Inggris. Keistimewaannya terletak pada kandungan ucapan salam yang berisi do’a agar keselamatan, rahmat Allah dan barakah-Nya diberikan kepada orang yang diberikan salam. Bandingkan dengan ucapan selamat pagi atau good morning, yang hanya menyiratkan maksud pagi yang selamat atau pagi yang baik. Paginya baik, tetapi buat siapa?
Salam yang diucapkan dengan iringan senyum memberikan dorongan energi positif bagi mereka yang mengucapkan dan yang menerimanya. Menurut Hiromi Shinya, MD dorongan energi positif yang muncul dari cinta, tawa dan kebahagiaan dapat menstimulasi DNA untuk memproduksi limpahan enzim pangkal dalam tubuh kita, yaitu sang enzim ajaib yang beraksi sebagai bio-katalis untuk memperbaiki sel-sel kita. Kebahagiaan dan cinta dapat membangunkan suatu potensi yang jauh di luar pemahaman kita sebagai manusia saat ini.[20]
Pernyataan Rasulullah tentang adanya hak-hak seorang muslim atas muslim lainnya menunjukkan adanya kewajiban kita terhadap muslim di luar diri kita. Salah satu kewajiban tersebut adalah apabila menemui seorang muslim, maka ia mempunyai hak mendapatkan salam dari kita. Hak orang lain tersebut bermakna kewajiban yang harus kita tunaikan kepadanya. Apabila lalai, berarti kita telah menahan hak orang lain. Inilah salah satu indahnya ajaran Islam. Semangatnya adalah memberi kemanfaatan kepada orang lain. Jika dapat memenuhi haknya mendapatkan salam dengan kewajiban memberi salam, berarti kita telah memberi manfaat kepadanya melalui do’a dan senyuman. Do’a dan senyuman memberikan manfaat bagi kedua-duanya, baik yang memberi maupun yang menerima.
Ucapan “semoga keselamatan tetap atas Anda, demikian pula rahmat Allah dan barakah-Nya” merupakan do’a yang akan mempengaruhi pikirannya bahwa Allah akan memberinya keselamatan, rahmat dan barakah-Nya. Pikiran tersebut apabila sering diulang-ulang (karena banyaknya orang yang mendo’akannya) akan menjadi keyakinan bahwa insya Allah ia akan mendapatkan keselamatan, rahmat, dan barakah Allah. Keyakinan itu akan membawanya menjalani hidup sesuai jalan yang dikehendaki oleh Allah, sehingga dirinya betul-betul pantas mendapatkan keselamatan, rahmat dan barakah-Nya.
Senyuman juga memberikan manfaat karena mampu menstimulasi keluarnya hormon endorphin yang dikenal pula sebagai hormon kebahagiaan. Semakin banyak hormon endorphin dikeluarkan pada diri seseorang, ia akan merasakan kebahagiaan yang meningkat. Memberi senyum kepada seseorang akan menjadi rangsangan bagi orang tersebut untuk juga ikut tersenyum. Rata-rata orang akan membalas senyuman apabila kita mengajaknya tersenyum. Hanya orang-orang yang sedang mengalami gangguan jiwa sajalah yang tidak merespons senyum yang kita berikan dengan senyum. Dengan senyuman kita yang direspon dengan senyuman, setidak-tidaknya kita telah bersedekah hormon endorphin kepadanya.
Keyakinan positif bahwa keselamatan dan curahan rahmat dan barakah Allah akan menjadi miliknya serta perasaan bahagia yang dirasakannya memberikan banyak manfaat luar biasa. Ia semakin mantap dalam menjalani kehidupan dan mempersiapkan masa depannya, dan Insya Allah menjadi manusia yang sukses [ ]
Wallahu A’lam
Penulis: Agus Sukaca
Sumber: http://tuntunanislam.id/adab-salam/