Selasa, 07 Mei 2024

Adil Dalam Kehidupan Rumah Tangga

Adil dalam Kehidupan Rumahtangga

Pertama. Seorang muslim wajib berbuat adil terhadap kedua orangtuanya dengan memenuhi hak-hak mereka secara baik. Hak-hak tersebut tercakup dalam perintah ihsan (berbuat baik), sebagaimana sering diungkapkan dalam al-Qur’an atau perintah birrul walidain (berbakti kepada kedua orangtua) sebagaimana sering dijelaskan dalam Hadits.

Allah Swt berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا – الإسراء : 23 ، 24

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS al-Isra, 17: 23-24)

Di dalam Hadits disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ قَالَ « الصَّلاَةُ لِوَقْتِهَا ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » – رواه مسلم

Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw : “Amalan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Shalat pada awal waktunya.”  Kemudian aku bertanya, “Apa lagi?”, Beliau menjawab: “Berbakti kepada kedua orangtua”. Lalu aku bertanya, “Apa lagi?”, Beliau menjawab:  “Jihad fi sabilillah”. (HR Muslim)

Hak-hak ihsan yang harus diberikan seorang anak kepada orang tuanya berwujud antara lain: mengikuti keinginan atau saran keduanya, menghormati dan memuliakan keduanya, membantu secara fisik dan materi, serta mendo’akan keduanya agar dikaruniai ampunan dan rahmat Allah.

Bila orang tua telah meninggal dunia, hak ihsan yang diberikan antara lain: menyelenggarakan jenazahnya dengan baik, melunasi hutang-hutang, melaksanakan wasiat, melanjutkan silaturrahmi yang dibinanya, memuliakan sahabat-sahabatnya dan mendoakannya.

Seorang Muslim menyadari bahwa perintah berbuat ihsan kepada kedua orangtua menempati peringkat kedua setelah perintah beribadah kepada Allah. Hal ini memberi petunjuk adanya prioritas utama untuk memberikan hak-hak kepada kedua orangtua sebelum kerabat-kerabat lainnya. Seorang muslim akan berhati-hati dan tidak akan mengabaikan hak-hak kedua orangtuanya dengan melakukan kedurhakaan (uququl walidan), karena hal ini termasuk dosa besar, satu tingkat di bawah dosa syirik. Rasulullah saw bersabda:

عَنْ أَنَسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ : عَنِ الْكَبَائِرِ قَالَ الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ. رواه البخاري

“Rasulullah saw ditanya tentang dosa-dosa besar, Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa dan persaksian palsu”. (HR Bukhari)

Selain kedua orang tua, seorang Muslim juga memberikan hak-hak kepada sanak kerabatnya berupa memberikan kasih sayang, bersilaturrahmi, memberi bantuan, nafkah dan waris sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Kedua. Seorang muslim  wajib berlaku adil adil kepada suami atau istrinya, dalam pengertian memenuhi hak-hak suami atau istrinya menurut apa yang seharusnya diterimanya tanpa mengurangi hak-hak tersebut sedikit pun. Bagi seorang suami, hak-hak istri yang  harus diberikan antara lain: memberikan tamattu’ badani (kenikmatan badan), mahar, nafkah, pergaulan yang baik (mu’asyarah bil ma’ruf), bimbingan agama, nasab anak dan harta waris.

Allah swt berfirman:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا – البقرة : 233

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak dibebani kecuali menurut kadar kesanggupannya.(QS al-Baqarah, 2: 233)

Dalam ayat yang lain Allah swt berfirman: 

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ – النساء : 19

Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara patut. (QS an-Nisa’, 4: 19)

Bagi seorang istri, hak-hak suami yang harus diberikan antara lain: memberikan tamattu’ badani (kenimatan badan), nasab anak, patuh, pergaulan yang baik  dan harta waris. Sabda Rasulullah saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ   – رواه النسائي

Dari Abu Hurairah: Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw“Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab Beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci”. (HR. An-Nasai)

Rumahtangga seorang muslim dipastikan akan berjalan secara harmonis dan diliputi suasana sakinah, mawaddah wa rahmah manakala masing-masing  suami atau istri mampu berbuat adil dengan cara mereka saling memberikan hak dengan semestinya, sesuai hukum agama dan kesepakatan bersama. Dengan sangat indah, Allah SWT mengibaratkan suami istri sebagai pakaian. Allah berfirman:

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ – البقرة : 187

Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. (QS al-Baqarah, 2: 187)

Pakaian yang baik, tidak ditentukan dari bahan yang mahal, tetapi oleh faktor pemakainya yang pandai menata dan menempatkannya sesuai proporsi dan pemanfaatannya. Begitu pula seorang suami atau istri, dalam  memperlakukan satu sama lain, mereka harus dapat menata dan menempatkan pasangannya secara benar dan proporsional. Itulah yang disebut adil, yakni ketika seseorang mampu meletakkan sesuatu pada tempatnya (wadl’us syai’i fi mahallihi)

Ketiga. Seorang muslim wajib berbuat adil kepada anak-anaknya dalam bentuk memberikan hak-hak anak menurut yang semestinya. Hak-hak anak yang harus diberikan oleh orangtua antara lain: kasih sayang, nafkah yang halal, pendidikan agama, ilmu pengetahuan dan ketrampilan,  harta waris, dan lain-lain. Rasulullah SAW mengingatkan kepada setiap orangtua akan tanggungjawabnya terhadap anak-anaknya. Sabda Nabi:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهْوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ – رواه البخاري

Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Penguasa adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Wanita juga adalah pemimpin atas rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Pembantu adalah pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. (HR Bukhari)

Diantara hak anak paling utama yang harus diperhatikan oleh orangtua saat ini adalah hak memperoleh pendidikan dan bimbingan agama yang memadai. Hal ini perlu dikemukakan, sebab hak inilah yang akan mengantarkan mereka menjadi anak shaleh yang sangat berguna bagi kehidupan orangtua di dunia dan akhirat, dan sebaliknya mampu menghindarkan anak dari kenakalan.  Sabda Rasulullah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ – رواه الطبراني

Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya”. (HR Thabrani)

Kewajiban lain yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah memperlakukan anak-anaknya secara adil, yakni menempatkan mereka dalam posisi yang sama (musawah), dalam memperoleh pemberian dan kasih sayang. Pada masa Rasulullah, ketika ada seorang sahabat yang akan memberi hadiah kepada salah seorang anaknya, beliau mengingatkan sahabat tersebut dengan sabdanya:

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ – صحيح البخاري

“Bertaqwalah kamu kepada Allah dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu.” (HR. Bukhari)

Perlakuan yang sama terhadap anak bukan berarti orangtua menyamakan  secara persis dalam memberikan sesuatu kepada anak-anaknya. Ia harus mempertimbangkan aspek kesesuaian (proporsionalitas) dengan kebutuhan masing-masing anak. Anak yang masih duduk di sekolah dasar sudah tentu kebutuhannya berbeda dengan anak yang telah duduk di perguruan tinggi.

Keempat. Seorang muslim yang beristri lebih dari satu (poligami) harus harus berlaku adil kepada istri-istrinya dalam pengertian memberikan hak yang sama di antara mereka. Hak tersebut meliputi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat lahiriyah, seperti rumah, makanan, pakaian, giliran dan lain-lain. Firman Allah:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا   – النساء : 3

Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil atas (hak-hak) perempuan yatim (bila kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS an-Nisa’: 3)

Ayat di atas tegas membuka peluang bagi seorang laki-laki beristri lebih dari satu, sampai empat orang. Tetapi, dengan syarat ia harus bisa berbuat adil terhadap istri-istrinya, yakni memberikan hak yang  sama terhadap semua istrinya dalam hal nafkah. Namun demikian, dalam urusan kecenderungan cinta, seorang suami tidak dituntut membagi sama untuk istri-istrinya. Karena hal ini tentu tidak mungkin dapat dilakukan oleh siapapun. Dalam konteks inilah Allah swt berfirman:

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا  – النساء : 129

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengam-pun lagi Maha Penyayang. (QS an-Nisa’, 4: 129)

Dalam soal poligami, kini kita jumpai dua kelompok umat Islam yang memiliki sikap saling berlawanan. Kelompok pertama menentang poligami karena dianggap berlawanan dengan rasa keadilan dan hak asasi perempuan. Kelompok kedua menerima dan mempraktekkan poligami dengan semau-maunya. Sikap kedua kelompok tersebut sama-sama tidak benar, karenanya perlu diluruskan.

Poligami adalah hukum Allah yang ditetapkan dalam al-Qur’an, sehingga siapapun tidak berhak membatalkannya. Tetapi ia tidak bersifat wajib melainkan mubah belaka. Poligami adalah sebuah solusi sehat bagi laki-laki yang tidak tercukupi oleh hanya seorang istri, baik dalam urusan seksual maupun lainnya.

Poligami juga dapat menjadi sarana bagi seorang laki-laki yang ingin memberikan pertolongan kepada seorang perempuan yang membutuhkan untuk dinikahi. Sekalipun demikian, seorang laki-laki baru diperbolehkan melakukan poligami manakala ia mampu berbuat adil dengan cara memberikan hak yang sama terhadap istri-istrinya. Terhadap suami yang tidak bisa berlaku adil, Rasulullah memberikan ancaman sebagai berikut:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ ». رواه أبو داود

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa memiliki dua istri dan ia cenderung kepada salah satu dari keduanya, niscaya ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan sisi badannya condong.”(HR Abu Daud).[]

 

 

Penulis             : Zaini Munir Fadloli

Artikel terkait : Adil yang Patut dan Standar

Sumber Artikel : http://tuntunanislam.id/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *