Kamis, 16 Mei 2024

Asas-Asas Bisnis Islam (2)

3. Asas Kejujuran (ash-Shiddiq)

Kejujuran merupakan mutiara akhlak yang sangat mahal dan hampir langka dalam kehidupan sosial manusia. Sebaliknya kebohongan dan penipuan seringkali bisa dijumpai dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk di bidang usaha (bisnis) yang dijalankannya. Jenis penipuan sebagai salah satu bentuk ketidakjujuran yang dilakukan manusiapun sangat beragam, mulai dari penipuan gaya lama hingga penipuan gaya modern, penipuan kecil-kecilan hingga penipuan besar-besaran, penipuan secara individual hingga penipuan secara berjama’ah. Padahal Allah swt. Telah memerintahkan orang beriman untuk bersifat jujur bersamaan dengan perintah untuk bertakwa, sebagaimana tertera dalam surat at-taubah ayat; 119:

يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ -التوبة: 119

“Hai orang-orang yang beriman, bertaq walah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. Al-Baqarah: 119)

Perintah bertakwa dan bersikap jujur secara bersamaan menunjukkan bahwa salah satu ciri orang yang bertakwa adalah bersifat jujur. Maka tidak bisa dikatakan bertakwa orang yang masih suka berbohong, menipu dan berbuat kecurangan. Bahkan Rasulullah saw. memberikan apresiasi yang sangat besar terhadap orang-orang yang jujur, ia akan dimasukkan ke dalam syurga bersama para nabi dan orang yang mati syahid, sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut ini;

عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَلصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ -رواه الترمذى

“Dari Abi Sa’id, dari Nabi saw bersabda: Pedagang yang jujur dan terpercaya bersama para Nabi, orang-orang yang jujur dan syuhada’”. (HR. Tirmidzi)

4. Asas Keadilan (al-‘Adalah)

Dalam terminologi fikih, adil adalah meletakkan sesuatu pada porsinya (wadh’us syai’ fi mahallihi). Dalam makna aplikatifnya, adil atau keadilan bisa dimaknai sebagai keseimbangan atau kesesuaian antara hak dan kewajiban, antara kebutuhan dunia dan akhirat, antara kebutuhan fisik dan rohani, antara harga dan kualitas barang dan lain sebagainya. Sedangkan lawan dari keadilan adalah kezaliman.

Keadilan maupun kezaliman bisa dilakukan oleh seseorang terhadap diri sendiri maupun orang lain. Contoh orang yang tidak adil (zalim) terhadap diri sendiri adalah seseorang yang hanya mengejar sisi dunia namun meninggalkaan sisi akhiratnya, sibuk mengejar kebutuhan fisik semata namun ia luapakan kebutuhan rohaninya. Termasuk kategori kezaliman terhadap diri sendiri adalah melanggar aturan agama dengan melakukan sesuatu yang diharamkannya.

Perintah tentang berlaku adil dapat ditemukan dalam banyak ayat dan hadis Nabi SAW antara lain:

يآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّمِيْنَ للهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوْا اِعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ للِتَّقْوَى وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ -المائدة: 8

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ma’idah: 8)

إِنَّ اللهَ يَاْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. -النحل: 90

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepda kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An-Nahl: 90)

5. Asas Kebolehan (al-Ibahah)

Kaidah dalam persoalan ibadah mahdah sangat berbeda dengan kaidah dalam mu’amalah. Dalam persoalan ibadah berlaku hukum keharaman untuk melakukan suatu ibadah jika tidak ada landasannya dalam agama (al-Qur’an dan hadis). Sebab suatu ibadah harus dilakukan berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan hadis.

Kaidah dalam persoalan ibadah adalah;

اَلأَصْلُ فِى الْعِبَادَةِ اَلْبَطْلاَنُ/اَلتَّحْرِيْمُ

“Pada dasarnya dalam (masalah) Ibadah itu haram dilaksanakan (kecuali jika ada perintah tentang hal tersebut)”

Sedangkan dalam persoalan mu’amalah berlaku kaidah;

اَلأَصْلُ فِى الْأَشْيَاءِ (فِى الْمُعَامَلاَتِ) الإِبَاحَةُ، إِلاَّ مَا دَلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى خِلاَفِهِ

“Pada dasarnya (asalnya) pada segala sesuatu (pada persoalan mu’amalah) itu hukumnya mubah, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan atas makna lainnya.”

Kaidah ini lahir dari pemahaman terhadap ayat al-Qur’an dan hadis Nabi SAW., antara lain:

اَلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقً لَكُمْ -البقرة: 22

“Dialah yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu”. (QS.al-Baqarah: 22)

Dan ayat al-Qur’an surat al-Baqarah: 29;

هُوَ الَّذِى خَلَقَ لَكُمْ مَا فِى الأَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتِ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ. -البقرة: 29

“Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di muka bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia maha mengetahui segala sesuatu”. (QS.al-Baqarah: 29)

Kedua ayat dan kaidah mu’amalah di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan oleh seorang muslim haruslah sesuatu yang diperbolehkan oleh agama, dan bukan sesuatu yang diharamkan.

6. Asas Saling Tolong-Menolong (at-Ta’awun)

Bekerja atau berusaha dalam Islam tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan vinansial, namun juga harus memiliki aspek ta’awwun (saling tolong menolong). Karena itu, dalam setiap usaha seseorang disamping menggarap aspek komersialnya namun juga aspek sosialnya. Hal ini didasarkan pada ayat al-Qur’an dan hadis Nabi berikut ini;

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَوَنُوْا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ. -المائدة: 2

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS. Al-Ma’idah: 2)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:…,اللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ…-رواه مسلم

“Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda:…dan Allah selalu menolong hamba-hamba-Nya selama hamba-hamba-Nya suka menolong saudaranya. (HR. Muslim)

7. Asas Kemaslahatan (al-Maslahah)

Dalam bekerja dan berusaha, seorang muslim harus memperhatikan dampak positif maupun negatif dari setiap aktifitas yang dijalankannya, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Karena itu, seorang muslim dilarang melakukan berbagai aktifitas yang dapat mendatangkan mafsadah (kerusakan) atau kemudharatan.

عَنْ عُباَدَةَ ابْنِ صَامِتِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. -رواه أحمد وابن ماجة

“Dari Ubadah bin Shamit; bahwasanya Rasulullah saw menetapkan tidak boleh berbuat kemudharatan dan tidak boleh pula membalas kemudharatan”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Bahkan dalam konsep Islam, kreteria manusia terbaik adalah sejauh mana kehadirannya dapat memberikan manfaat bagi orang lain (khirun naas anfa’uhum linnas). Hal ini sekaligus sebagai bukti bahwa Islam hadir sebagai rahmat bagi semesta alam.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ -الأنبياء: 107

“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya’: 107)

8. Asas Saling Kerelaan (at-Taradli)

Dalam berinteraksi (bekerja atau berbisnis) dengan orang lain harus dilakukan atas dasar suka sama suka atau sukarela dan bukan dengan pemaksaan. Orang yang melakukan pemaksaan terhadap orang lain berarti ia telah melakukan kezhaliman dan kebathilan.

يآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَضٍ مِنْكُمْ وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا. -النساء: 29

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu sekalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29)

9. Asas Kesopanan (al-Akhlak al-Karimah)

Akhlak terpuji (al–akhlak al-karimah) merupakan misi mulia diutusnya para nabi dan rasul. Bahkan kesempurnaan iman seseorang dilihat dari kebaikan akhlaknya. Oleh sebab itu akhlak mulia hendaknya dijadikan sebagai perhiasan (sesuatu yang diterapkan) dalam setiap aktifitas mu’amalah yang dilakukan oleh orang yang beriman, sebagaimana dijelaskan dalam banyak ayat dan hadis Nabi saw., antara lain:

قَوْلٌ مَعْرُوْفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَ اللهُ غَنِيٌّ حَلِيْمٌ. -البقرة: 263

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah: 263)

عَنْ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ الله رَضِيَ الله عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رَحِمَ الله رَجُلاً سَمْحًأ إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى. -رواه البخارى

“Dari Jabir ibn Abdullah r.a.; bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Allah mengasihi seseorang yang berbuat baik dalam menjual dan membeli serta dalam memberikan keputusan”. (HR. Bukhari)

 

Penulis                        : Ruslan Fariadi

Sumber Artikel           : http://tuntunanislam.id/

 

Halaman Sebelumnya  : Asas-Asas Bisnis Islam (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *