Sabtu, 04 Mei 2024

Bidang IMMawati dan IMMawati Bangkalan

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang merupakan organisasi perkaderan dan organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah telah lahir pada 14 Maret 1964. Dengan tujuan menciptakan akademisi islam yang berakhlak mulia demi tercapainya cita-cita Muhammadiyah, maka sudah jelas tersirat baik dalam nama maupun tujuannya bahwa IMM "menyasar" pada kalangan mahasiswa, akademisi, kaum "intelektual". Mahasiswa tentunya juga berasal dari berbagai latar belakang dan tentu beragam jenis serta kepribadian. Latar belakang ideologis sebagai kader persyarikatan dan "non" persyarikatan tentunya sangatlah berbeda kondisi, begitupun latar belakang perekonomian yang dirasa sangat berperan penting terhadap sepak terjang kader nantinya. Pengaruh jenis (baca : jenis kelamin) juga agaknya perlu jadi pertimbangan, perbedaan antara laki-laki yang tampak sangat dominan dan perempuan yang berusaha keluar dari dominasi kaum pria dengan agenda kesetaraan gender atau emansipasi layaknya gaung Kartini perlu jadi perhatian pula. Dengan berbagai potensi dan agenda pemberdayaan perempuan IMM mendirikan Bidang Immawati dalam kepengurusan pimpinannya.

 
Agenda pemantapan arah dan konsep serta fungsi dan peran immawati sebagai public service menjadi rule, alur, mekanisme dalam kinerja bidang immawati. Berbagai upaya dalam pemberdayaan peran immawati di berbagai daerah (IMM) digalakkan seperti tentang kesetaraan gender, peran perempuan dalam pemerintahan, fiqih kewanitaan, dan lain sebagainya. 
 
Immawati memanglah menjadi sosok "unik" yang lantas kerap dinantikan dan dipantau kiprahnya. Di tengah upaya mengejar dominasi "kaum adam" di berbagai cabang hingga komisariat IMM, beberapa daerah "minoritas" kemudian berupaya tampil "beda". Bukan sebagai ajang "sok-sokan" tapi lebih pada urgensi dan upaya untuk tetap mengusung jargon "immawati progresif". 
 
IMM Bangkalan di usianya yang ke-8 memanglah masih cukup dini jika berkiblat pada cabang-cabang "dewasa" macam Malang, Surabaya, Jember, dan lain sebagainya, pun dengan kondisi lokal (Bangkalan) sebagai basis gerakan Nahdiyin semakin membuat langkah, gerak ikatan terasa sukar dan sesak, minoritas. Pengurus Pimpinan Cabang IMM Bangkalan hanya berjumlah 9 orang, itupun dengan peralihan jenjang yang sangat kentara dimana kader-kader yang kemudian oleh banyak pihak masih dinilai terlalu awal, masih dini, kemudian menjadi pimpinan di tingkat cabang. Namun bukan menjadikan perjuangan dakwah dan perkaderan ikatan lantas "mandeg". Sebagai catatan, bidang immawati telah dihapuskan dari PC IMM Bangkalan dalam dua periode terakhir, di bawah kepimpinan Immawan Bakhrudin Ansori (2014/2015) dan dalam era Immawan Eko Prasetyo (2015/2016). Namun sekali lagi bukan lantas meniadakan dan mengacuhkan prinsip pemberdayaan perempuan yang diusung oleh bidang immawati.
 
Tanpa bidang immawati, IMM Bangkalan praktis hanya memiliki 6 bidang yakni Kader, Organisasi, Hikmah, Riset & Keilmuan, Tabligh &  Dakwah, serta Bidang Sosial Kemasyarakatan. Kultur Bangkalan menjadikan kader-kader IMM Bangkalan yang tangguh dalam tempaan ombak dan sapuan angin. Berbagai upaya, inisiatif yang kreatif dan inovatif digagas dalam upaya pengembangan potensi immawati tanpa adanya bidang immawati, mulai dari forum immawati, turut aktif dalam kegiatan-kegiatan kewanitaan di luar Bangkalan,, hingga pada pembentukan Korps Immawati dibawah naungan cabang sebagai wadah koordinasi dan transformasi immawati.
 
Melalui berbagai tempaan dan inisiatif serta gagasan dalam keimmawatian tersebut, IMM Bangkalan nyatanya dirasa cukup mampu dalam mengembangkan immawati, terutama dalam kedudukan di struktural pimpinan serta pengalaman dan wawasan keilmuan, patut dicatat terdapat Nisaul Maghfiroh sebagai Sekjend Cabang, ada pula Amimah yg menjabat Bendahara Cabang, Sri Murti dan Laili sebagai Ketua Bidang Tabligh & Dakwah dan Ketua Bidang Riset & Keilmuan, ada sosok Zuhrotun Nasukhah yang merupakan Ketua Korps Instruktur Cabang, sosok Hayatul Izzah dan Amalia sebagai pucuk pimpinan Komisariat Al-Qalam, sosok Aisyatul Khoriah yang merupakan Ketua Komisariat Cakraningrat, ada pula Nur Farida dan Fia Qonitat serta Giyanti Citra yang cukup vital perannya di Komisariat Al-Khawarizmi, dan masih banyak lagi, termasuk kiprah dan eksistensi immawati Bangkalan di internal kampus. 
 
Lantas menjadi dilematis ketika tanpa adanya bidang immawati, IMM Bangkalan justru mampu menumbuh kembangkan peran immawati, bukan hanya dalam kepemimpinan, juga dalam aspek-aspek keilmuan. Lalu kemudian, masihkah hendak menggunakan dan memaksakan terbentuknya bidang immawati?? 
 
Untuk itu perlu kita gali bagaimana substansi bidang immawati itu sendiri. Bidang immawati ditujukan sebagai wadah gerak bebas immawati, termasuk dalam upaya menjadi public service, dalam artian turut memperjuangkan harkat dan martabat kaum hawa, memperjuangkan rakyat, bangsa, dan persyarikatan tentunya. Immawati memang pantas untuk diperjuangkan dalam artian tidak tebang pilih antara si laki-laki atau si perempuan tetapi sama rata. Belajar dari IMM Bangkalan, bagi cabang yang terasa minoritas dirasa sangat cukup dan mampu untuk mengembangkan peran immawati melalui hal-hal demikian, malah sudah sepatutnya untuk tetap mempertahankan ghirah dan perjuangan ikatan dengan ataupun tanpa bidang immawati. Semoga kelak tanpa bidang immawati IMM Bangkalan tetap mampu berjaya dan semakin menggelegar gaungnya bersama para "immawati progresif" yang senantiasa haus akan ilmu, haus akan tempaan, gemblengan pola pikir dan pengalaman ber-IMM.
Bidang IMMawati dan IMMawati Bangkalan
 
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang merupakan organisasi perkaderan dan organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah telah lahir pada 14 Maret 1964. Dengan tujuan menciptakan akademisi islam yang berakhlak mulia demi tercapainya cita-cita Muhammadiyah, maka sudah jelas tersirat baik dalam nama maupun tujuannya bahwa IMM "menyasar" pada kalangan mahasiswa, akademisi, kaum "intelektual". Mahasiswa tentunya juga berasal dari berbagai latar belakang dan tentu beragam jenis serta kepribadian. Latar belakang ideologis sebagai kader persyarikatan dan "non" persyarikatan tentunya sangatlah berbeda kondisi, begitupun latar belakang perekonomian yang dirasa sangat berperan penting terhadap sepak terjang kader nantinya. Pengaruh jenis (baca : jenis kelamin) juga agaknya perlu jadi pertimbangan, perbedaan antara laki-laki yang tampak sangat dominan dan perempuan yang berusaha keluar dari dominasi kaum pria dengan agenda kesetaraan gender atau emansipasi layaknya gaung Kartini perlu jadi perhatian pula. Dengan berbagai potensi dan agenda pemberdayaan perempuan IMM mendirikan Bidang Immawati dalam kepengurusan pimpinannya.
 
Agenda pemantapan arah dan konsep serta fungsi dan peran immawati sebagai public service menjadi rule, alur, mekanisme dalam kinerja bidang immawati. Berbagai upaya dalam pemberdayaan peran immawati di berbagai daerah (IMM) digalakkan seperti tentang kesetaraan gender, peran perempuan dalam pemerintahan, fiqih kewanitaan, dan lain sebagainya. 
 
Immawati memanglah menjadi sosok "unik" yang lantas kerap dinantikan dan dipantau kiprahnya. Di tengah upaya mengejar dominasi "kaum adam" di berbagai cabang hingga komisariat IMM, beberapa daerah "minoritas" kemudian berupaya tampil "beda". Bukan sebagai ajang "sok-sokan" tapi lebih pada urgensi dan upaya untuk tetap mengusung jargon "immawati progresif". 
 
IMM Bangkalan di usianya yang ke-8 memanglah masih cukup dini jika berkiblat pada cabang-cabang "dewasa" macam Malang, Surabaya, Jember, dan lain sebagainya, pun dengan kondisi lokal (Bangkalan) sebagai basis gerakan Nahdiyin semakin membuat langkah, gerak ikatan terasa sukar dan sesak, minoritas. Pengurus Pimpinan Cabang IMM Bangkalan hanya berjumlah 9 orang, itupun dengan peralihan jenjang yang sangat kentara dimana kader-kader yang kemudian oleh banyak pihak masih dinilai terlalu awal, masih dini, kemudian menjadi pimpinan di tingkat cabang. Namun bukan menjadikan perjuangan dakwah dan perkaderan ikatan lantas "mandeg". Sebagai catatan, bidang immawati telah dihapuskan dari PC IMM Bangkalan dalam dua periode terakhir, di bawah kepimpinan Immawan Bakhrudin Ansori (2014/2015) dan dalam era Immawan Eko Prasetyo (2015/2016). Namun sekali lagi bukan lantas meniadakan dan mengacuhkan prinsip pemberdayaan perempuan yang diusung oleh bidang immawati.
 
Tanpa bidang immawati, IMM Bangkalan praktis hanya memiliki 6 bidang yakni Kader, Organisasi, Hikmah, Riset & Keilmuan, Tabligh &  Dakwah, serta Bidang Sosial Kemasyarakatan. Kultur Bangkalan menjadikan kader-kader IMM Bangkalan yang tangguh dalam tempaan ombak dan sapuan angin. Berbagai upaya, inisiatif yang kreatif dan inovatif digagas dalam upaya pengembangan potensi immawati tanpa adanya bidang immawati, mulai dari forum immawati, turut aktif dalam kegiatan-kegiatan kewanitaan di luar Bangkalan,, hingga pada pembentukan Korps Immawati dibawah naungan cabang sebagai wadah koordinasi dan transformasi immawati.
 
Melalui berbagai tempaan dan inisiatif serta gagasan dalam keimmawatian tersebut, IMM Bangkalan nyatanya dirasa cukup mampu dalam mengembangkan immawati, terutama dalam kedudukan di struktural pimpinan serta pengalaman dan wawasan keilmuan, patut dicatat terdapat Nisaul Maghfiroh sebagai Sekjend Cabang, ada pula Amimah yg menjabat Bendahara Cabang, Sri Murti dan Laili sebagai Ketua Bidang Tabligh & Dakwah dan Ketua Bidang Riset & Keilmuan, ada sosok Zuhrotun Nasukhah yang merupakan Ketua Korps Instruktur Cabang, sosok Hayatul Izzah dan Amalia sebagai pucuk pimpinan Komisariat Al-Qalam, sosok Aisyatul Khoriah yang merupakan Ketua Komisariat Cakraningrat, ada pula Nur Farida dan Fia Qonitat serta Giyanti Citra yang cukup vital perannya di Komisariat Al-Khawarizmi, dan masih banyak lagi, termasuk kiprah dan eksistensi immawati Bangkalan di internal kampus. 
 
Lantas menjadi dilematis ketika tanpa adanya bidang immawati, IMM Bangkalan justru mampu menumbuh kembangkan peran immawati, bukan hanya dalam kepemimpinan, juga dalam aspek-aspek keilmuan. Lalu kemudian, masihkah hendak menggunakan dan memaksakan terbentuknya bidang immawati?? 
 
Untuk itu perlu kita gali bagaimana substansi bidang immawati itu sendiri. Bidang immawati ditujukan sebagai wadah gerak bebas immawati, termasuk dalam upaya menjadi public service, dalam artian turut memperjuangkan harkat dan martabat kaum hawa, memperjuangkan rakyat, bangsa, dan persyarikatan tentunya. Immawati memang pantas untuk diperjuangkan dalam artian tidak tebang pilih antara si laki-laki atau si perempuan tetapi sama rata. Belajar dari IMM Bangkalan, bagi cabang yang terasa minoritas dirasa sangat cukup dan mampu untuk mengembangkan peran immawati melalui hal-hal demikian, malah sudah sepatutnya untuk tetap mempertahankan ghirah dan perjuangan ikatan dengan ataupun tanpa bidang immawati. Semoga kelak tanpa bidang immawati IMM Bangkalan tetap mampu berjaya dan semakin menggelegar gaungnya bersama para "immawati progresif" yang senantiasa haus akan ilmu, haus akan tempaan, gemblengan pola pikir dan pengalaman ber-IMM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *