Islam merupakan way of life bagi kehidupan manusia, sebuah konsep kehidupan yang sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah (kecendrungan) yang diciptakan untuk mempunyai rasa suka pada harta kekayaan, kefitrahan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan kesungguhan dalam bekerja. Firman Allah:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q.S. Ali Imran: 14)
Secara umum al-Qur’an mengambarkan kecenderungan manusia untuk menyukai dan memiliki harta. Harta itu bisa berupa emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak, sawah ladang dan lain sebagainya yang kesemuanya itu diperlukan untuk memenuhi hajat hidup. Sejalan dengan konteks zaman, jenis harta itu tentu berubah. Kini harta itu bisa berupa mobil, gadget (ponsel, laptop), apartemen, saham, deposito, kapal pesiar, pesawat terbang dan sebagainya.
Perihal kepemilikan harta, Islam hadir dalam sosok integratif yang memadukan antara pengakuan terhadap kepemilikan sosial (social property) dan kepemilikan pribadi (personal property). Islam tidak menghendaki terbentuknya masyarakat dengan ciri kesenjangan yang mencolok antar anggotanya. Kebebasan tetap diberikan, namun dengan tetap memperhatikan keseimbangan.
Pengertian Harta
Dalam bahasa Arab, harta disebut dengan al-mal, dalam bentuk jamaknya adalah al-amwal. Menurut kamus al-Muhith, harta adalah ma malaktahu min kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). Berdasarkan pengertian ini, harta bisa berupa benda yang berguna dan bermanfaat, seperti uang, tanah, rumah, kendaraan, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil peternakan dan perkebunan, dan juga berupa harta intelektual (bisa dinilai dengan harga, apapun macamnya) seperti hak cipta, yang kesemuanya itu termasuk dalam kategori al-amwal, harta kekayaan.
Kepemilikan merupakan suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya sehingga ia mempunyai hak untuk menggunakan barang atau harta tersebut sejauh tidak melanggar batasan syariah.
Hak Milik dalam Al-Qur’an
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an kita jumpai penegasan-penegasan bahwa alam semesta, termasuk manusia, adalah ciptaan Allah. Oleh karena itu al-Qur’an pun banyak menyebut bahwa segala sesuatu di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah. Allah berfir’man:
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Kepunyaan Allah–lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS al-Maidah: 17)
Ayat lainya:
لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا فِيهِنَّ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS al-Maidah: 120).
Dan masih ada ayat-ayat al-Qur’an lainnya, menunjukkan bahwa kesemuanya itu adalah kepunyaan Allah SWT.
Namun demikian, pada saat yang sama, al-Qur’an menegaskan juga bahwa manusia diciptakan Allah berkedudukan sebagai khalifah, berfungsi untuk memakmurkan kehidupan di bumi. Allah menundukkan dan menganugerahkan alam semesta ini agar dimanfaatkan bagi kebutuhan hidup manusia. Manusia dianugerahi berbagai macam kekuatan dan kemampuan, baik kemampuan naluriah maupun akal budi untuk mempertahankan eksistensinya, baik perseorangan maupun kelompok.
Dari uraian tersebut, diketahui bahwa pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah SWT. Kepemilikan manusia hanya bersifat relatif atau nisbi, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan dengan ketentuan-Nya. Firman Allah:
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS al-Hadid: 7)
… وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ…
… Dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu…. (QS. an-Nur: 33)
Kepemilikan Individu (Private Property)
Islam telah menetapkan adanya kebolehan setiap individu untuk memiliki harta benda secara pribadi, Allah berfirman:
… لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا.
…(Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS an-Nisa’: 32)
وَآتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ….
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk …. (QS an-Nisa: 2)
Konsep kepemilikan dalam Islam mempunyai ciri yang khas, hal ini sejalan dan selaras dengan fitrah manusia. Berbeda dengan dua konsep yang berkembang saat ini, yakni kapitalisme dan komunisme, tak satu pun dari kedua sistem itu yang berhasil menempatkan individu atau pribadi selaras dalam suatu tatanan kehidupan sosial. Kebebasan dalam hak milik individu merupakan dasar dari konsep kapitalisme; dan penghapusan atas hak milik individu merupakan sasaran pokok dari ajaran sosialisme-komunisme.
Di dalam sistem ekonomi sosialis tidak dikenal kepemilikan individu (private property), yang ada hanya kepemilikan negara (state property) yang dibagikan secara merata kepada seluruh individu masyarakat. Kepemilikan negara selamanya tidak bisa dirubah menjadi kepemilikan individu. Sebaliknya, di dalam sistem ekonomi Kapitalis dikenal kepemilikan individu (private property), dan hak kepemilikan ini merupakan dasar dari kapitalisme. Pemilik harta bebas mengembangkan kekayaan dengan cara apapun untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruh perserikatan perusahaan; perusahaan yang mempunyai hak memonopoli harga dan produksi, berujung pada kekayaan segelintir orang. Hak milik yang tanpa batas ini telah membuat si kaya menjadi lebih kaya dan si miskin menjadi lebih miskin, sehingga kesenjangan sosial atau pembagian kekayaan dan pendapatan mencolok di tatanan sosial masyarakat atau negara.
Islam memelihara keseimbangan antara hal-hal berlawanan yang terlalu dilebih-lebihkan. Tidak hanya dengan mengakui hak milik pribadi tetapi juga dengan menjamin pembagian kekayaan yang seluas-luasnya. Salah satu perbedaan konsep kepemilikan dalam Islam adalah pada sisi pengelolaan harta, baik dari segi nafkah (konsumsi) maupun upaya pengembangan (investasi) kepemilikan harta.
Konsep dasar Islam yang harus dipahami dan diimani seorang muslim adalah, bahwa harta adalah titipan atau amanah Allah yang harus dimanfaatkan (konsumsi) dan dikembangkan sesuai dengan aturan-aturan yang telah digariskanNya. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ (رواه احمد عَنْ أَبِى أُمَامَةَ )
Sesungguhnya aku diutus dengan membawa ajaran lurus dan kelapangan (H.R Ahmad)
Dalam sistem ekonomi konvensional, harta yang telah dimiliki dapat digunakan (konsumsi) dan dikembangkan (investasi) secara bebas tanpa memperhatikan aspek halal dan haram serta bahayanya bagi masyarakat. Sebagai contoh, membeli dan mengkonsumsi minuman keras (khamr) adalah sesuatu yang dibolehkan, bahkan upaya pembuatannya dalam bentuk pendirian pabrik-pabrik minuman keras dilegalkan dan tidak dilarang.
Menurut Islam, harta yang telah dimiliki, pemanfaatan (konsumsi) maupun pengembangannya (investasi) wajib terikat dengan ketentuan halal dan haram. Dengan demikian maka membeli, mengkonsumsi barang-barang yang haram tidak diperkenankan (dilarang). Termasuk juga upaya investasi berupa pendirian pabrik barang-barang haram juga dilarang. Karena itu, memproduksi, menjual, membeli dan mengkonsumsi minuman keras (memabukkan) dilarang dalam ajaran Islam.
Penulis : Abdul Qodir
Sumber Artikel : http://tuntunanislam.id/
Halaman Selanjutnya : Hakikatnya Harta Kekayaan(2)